Chapter 21 : Wisdom and desire

25.6K 2.6K 130
                                    

"Oh fuck," Alexander bergumam seperti baru saja melihat hantu pagi-pagi buta. "Apa yang terjadi denganmu?"

Aku berdiri tepat di hadapannya. "Aku tidak bisa tidur."

"Kemari." panggilnya. Aku pun datang dan dia langsung mendekapku lembut. "Kenapa tidak bisa tidur?"

"Aku merasa pusing sepanjang malam."

"Itu karena minuman sialan itu."

Aku mengiyakan, walaupun separuhnya bohong. Aku tak bisa tidur karena sibuk berpikir tentang keinginanku untuk bercinta dengannya. Tapi karena efek minuman keras Noah masih tersisa, aku juga mengeluarkan semua isi perutku sepanjang malam. Sambil memejamkan mata yang masih mengantuk, Alexander mengelus-elus pundakku sedangkan mataku menatap dadanya yang terbuka.

"Kau tidak pergi kerja?" Aku bertanya.

"Apakah aku bisa meninggalkan gadisku yang sedang keracunan alkohol sendirian disini?"

Entah mengapa aku tersenyum bagai idiot. Menyadari itu aku segera memasang wajah datar.

"Apa yang kau rasakan sekarang? Apakah masih mual?" Dia menopang kepalanya dengan tangan dan memperhatikan aku dari atas.

"Aku hanya merasa otot-ototku lemas."

"Apa mau kupijit?"

"Tidak! Tidak apa-apa—"

Detik berikutnya, Alexander sudah bangkit berdiri dari kasur. "Aku akan memberikanmu beberapa vitamin untuk stamina dan obat pengar."

"Terimakasih." ucapku.

Dan dia pun menghilang dari kamar. Vitamin lebih baik daripada apapun. Pijitan sudah pasti adalah hal buruk. Sentuhannya bisa membuatku berakhir membuka paha untuknya. Beberapa saat kemudian Alexander masuk membawa segelas air kemudian menyodorkannya bersamaan dengan pil berwarna hijau dan putih.

"Aku akan baik-baik saja, pergilah bekerja." kataku saat dia kembali merebahkan dirinya di sebelahku.

"Aku tidak mau pergi."

"Apakah tidak apa-apa kalau tidak pergi?"

"Kau mengkhawatirkan pekerjaanku?" Dia tersenyum tipis. "Hari ini hari minggu, aku mengosongkan jadwalku."

Pantas saja. Dia berlagak menjadi romantis dan hampir membuatku berada di atas awan.

"Apakah kau mau pergi ke suatu tempat denganku?" tanyanya setelah beberapa saat berlalu.

"Kemana?"

"Menonton, atau apapun." Kemudian dia kembali berpikir. "Tidak, tidak usah menonton. Kau boleh minta apapun selain bioskop."

"Kenapa?"

"Itu terlalu kekanak-kanakan."

Dia lupa bahwa aku masih 21 tahun dan nonton di bioskop masihlah hal romantis yang bisa di lakukan oleh anak berusia 21 tahun. Tapi ya, tempat itu terlalu ramai dan gelap. Dia pasti akan khawatir kalau aku melarikan diri lagi. Aku memutar mata saat dia menyundul kepalanya ke dalam lekukan leherku dan memeluk pinggangku.

"Tapi aku masih ingin tidur disini. Kita akan memikirkannya nanti." katanya.

Aku berharap jantungku tidak melompat lagi.

"Apakah kau tau seberapa gila aku padamu?" Dia berbicara seperti orang yang sedang mengigau. "Kemarin, kau sudah mencopot jantungku saat aku tidak bisa menemukanmu dimanapun."

"Lalu bagaimana kau bisa menemukanku?"

"Noah menghubungiku."

"Oh—" Aku tidak menyangka Noah berani berhadapan dengan Alexander dan memamerkan aku yang sedang tidur pulas di aspal.

ISOLATEDTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon