Chapter 69 : Stabbed heart

9.7K 1.6K 372
                                    

Tiga bulan kemudian.

Hari demi hari aku lewati dengan menyibukkan diriku pada kuliah. Aku memutuskan untuk mengambil kelas tambahan sehingga aku akan menghabiskan waktu dari pagi hingga sore setiap harinya di kampus.

Tanpa ada hari libur.

Mr. Smith— kanselor di kampusku— sedang membuka program studi lulus cepat bulan ini khusus untuk mahasiswa yang tertinggal. Jadi jika aku berhasil dapat nilai bagus dan tidak pernah bolos setiap harinya, kemungkinan aku bisa wisuda dalam enam bulan.

Jadi itu sama dengan aku membayar ketidakhadiranku selama ini dan bisa wisuda bersamaan dengan angkatanku.

Hubunganku dengan Alexander baik-baik saja walaupun tidak seperti dulu. Kami sudah sangat renggang. Dia terlalu sibuk dengan pekerjaannya sehingga aku jarang berjumpa dengannya walaupun kami masih tinggal di satu atap yang sama— bahkan masih tidur diranjang yang sama pula. Jadi alasan kelas tambahan ini lebih tepatnya karena aku tidak mau merasa kosong berada di rumah itu dengan hubungan yang retak ini.

Aku selalu mencoba memahami keadaan ini, menempatkan diriku pada pikiran-pikiran positif. Dan aku tidak pernah mencampuri ataupun menggangu pekerjaannya lagi semenjak hari itu. Mungkin ini adalah waktu yang tepat untuk memperbaiki segalanya. Segala kekacauan yang terjadi dalam hidupku belakangan. Khususnya tentang studiku. Ini kesempatan bagiku untuk fokus kesana.

"Apakah kau sudah selesai membuat rangkuman minggu lalu, Isabella?" Mr. Smith bertanya.

"Ya, aku sudah mengirimkannya via email." kataku sembari membereskan buku-bukuku.

"Baik." Dia mengangguk-angguk. "Kau sudah bekerja keras. Jaga kesehatanmu, Isabella."

"Terimakasih, Sir." Aku tersenyum dan membiarkan pria tua itu keluar dari ruangannya.

Aku mendorong pintu kaca dan berjalan ke perpustakaan untuk menyelesaikan tugas yang belum selesai. Ini pukul tujuh malam. Aku berencana pulang pukul sepuluh.

Jadwal itu sudah kuatur dengan sedemikian rupa. Aku tidak punya kesempatan untuk bermain dengan siapapun sebelum aku wisuda. Dan aku menutup rapat-rapat celah yang ada tentang rasa sakit yang datang tanpa henti. Walaupun itu bisa kubilang gagal. Rasa sakit selalu punya caranya sendiri untuk masuk ke dalam pori-poriku.

Jadi hari-hariku yang seperti ini sudah kulalui selama tiga bulan.

Masih ada waktu tiga bulan yang tersisa sampai aku wisuda. Aku sangat optimis untuk itu.

Benar-benar tidak terasa sudah tiga bulan berjalan. Sudah tiga bulan pula aku dan Alexander menjalani hubungan seperti ini. Hubungan yang aku sendiri tidak tau harus menyebutnya apa. Mungkin dua orang asing yang berada di satu atap? Seperti kos-kosan?

Dan sudah lima bulan usia kandunganku. Mereka semakin membesar.

Sebenarnya aku sudah sangat lelah menjalani hari-hari seperti ini, jadi aku memutuskan untuk mencoba memperbaiki hubungan kami.

"Kau pulang?" Aku mengerjapkan mataku dan melihat Alexander berdiri di depan pintu di jam dua pagi.

"Maaf aku sudah membangunkanmu."

"Tidak, tidak apa-apa."

Aku turun dari tempat tidur dan menghampirinya. Aku menggigit bibirku sambil meletakkan tanganku di kemejanya, membuka satu persatu kancing bajunya dan menarik dasinya.

"Apakah kau lelah?" Aku bertanya pelan.

"Ya."

Aku mengelus dadanya yang bidang, yang sudah lama tidak pernah aku sentuh. Aku hampir lupa bagaimana rasanya.

ISOLATEDWhere stories live. Discover now