Chapter 18 : Regret

22.6K 2.4K 99
                                    

Setelah berputar-putar tanpa tujuan, akhirnya motor Noah berhenti di sebuah club. Aku mengekor di belakangnya saat memasuki tempat itu dan musik keras langsung menyambutku. Sesungguhnya aku mual harus berada di tengah orang yang sedang berjoget dan di bawah lampu sorot yang memusingkan.

"Wah wah, gadis baru?" Seorang laki-laki dengan wajah penuh tindikan bertanya kepada Noah sambil terkekeh.

"Kau berganti pasangan satu jam sekali, bedebah." Yang berambut panjang menonjok dada Noah.

"Tidak, aku masih bersama Mia saat ini," jawab Noah. "Tidak tau besok dengan siapa."

"Jadi ini siapa?"

Noah memperhatikanku seolah tak tau harus menyebutku apa. Akhirnya dia berkata. "Seorang teman."

"Hello." Si rambut panjang menyapa.

"Hello." Aku hanya mengangguk sambil tersenyum kecut.

"Mungkin kau bisa memulai dengan menyebut namamu?" Yang bertindik tersenyum miring dengan mata mulai melihat-lihat tubuhku.

"Isabella Force."

"Keren, aku Cornell dan dia Ludwig." Si rambut panjang bernama Ludwig, dan yang penuh tindikan bernama Cornell.

Aku tidak perlu mengingat nama mereka karena jelas-jelas aku tidak berniat membuat mereka menjadi teman.

"Jadi kau darimana, Isabella? Aku belum pernah melihatmu sebelumnya." Cornell sedang menatapku dari ujung rambut hingga kaki sembari meneguk minumannya.

"Jangan ganggu dia, sebenarnya dia adalah kekasih Alexander Fucking Rayan." Noah melambai tangan sembari menghidupkan rokok.

"Sialan, apa kau bercanda? Kekasih Alexander?"

Mereka hanya tertawa-tawa. Musik berganti pada rock, membuat para punk ini mulai turun ke lantai dansa untuk memburu para gadis yang cekikikan.

"Kalian semuanya satu jenis." Aku mengatakan pada Noah.

"Tentu, ini taman bermainku."

"Jelas."

"Kau mau mencoba?"

"Apa?"

"Minum."

"Aku pikir sudah memberitahumu bahwa—"

Dia menyodorkan segelas alkohol padaku. Aku menatapnya ngeri. "Kau bilang mau bersenang-senang. Jangan kuno, ini tidak seburuk yang kau pikir."

Tanganku bergetar mendengarkan kata hatiku. Aku tidak pernah minum alkohol. Namun, kenapa tidak? Sekali dalam seumur hidup tidak masalah, bukan?

"Sial kau gadis bodoh." Noah menyambar kembali gelasnya tapi aku merebutnya dengan cepat.

Kemudian kutatap air berwarna coklat pudar yang berputar-putar sebelum meneguknya dengan mata tertutup dan mulai meneguknya pelan-pelan. Aromanya yang menyengat membuatku harus menahan napasku.

"Ya ampun rasanya aneh sekali." kataku kemudian.

"Tapi enak."

"Tidak. Ini benar-benar minuman aneh."

Noah tertawa. "Coba yang ini." Dia menuangkan jenis minuman yang lain ke dalam gelas kosongku. "Yang ini namanya bourbon dan rasanya lebih enak."

Aku kembali meneguk minuman yang dia berikan.

"Bagaimana?" Dia mengangkat alis menunggu penilaianku.

"Sama anehnya tapi yang ini lumayan."

"Ini favoritku." Dia menuangkan air hitam pekat ke dalam gelas kecil. "Sedikit dulu, karena ini lumayan keras. Aku takut kau akan mengigau."

ISOLATEDWhere stories live. Discover now