Chapter 51 : A gift

13.2K 1.7K 66
                                    

Keesokan harinya aku dan Alexander memutuskan untuk tidur di pesawat saja karena kami tidak punya waktu lagi untuk tidur. Mom membuat drama dengan menangis tersedu-sedu saat mengantarkan kami ke bandara. Setelah berpamitan, aku melambaikan tangan pada mereka.

Aku akan merindukan mereka. Sebelum air mata sempat menetes, aku mengerjapkan mataku dan melangkah ke dalam pesawat. Dan benar saja kami berdua tertidur pulas selama perjalanan sampai tidak sadar kalau pesawat sudah landing tiga jam kemudian.

"Tunda dulu semua agenda aku untuk dua hari ke depan." Alexander bicara lewat telepon saat kami sudah sampai di New Hampshire.

Aku tidak tau mengapa aku sangat suka kota ini. Ini lebih terasa seperti rumah.

"Yasudah kalau begitu." Alexander kemudian menutup teleponnya.

"Ada apa?"

"Kurasa kita tidak bisa ke pulau." jawabnya. "Aku punya urusan mendadak."

"Oh ya, tidak apa-apa. Kita bisa pergi lain kali." Aku mengangguk dan memberikannya sebuah senyuman.

"Maafkan aku, sayang."

"Aku tidak masalah. Sungguh." Aku jujur.

"Siap untuk pulang?" Dia memberikanku senyum khasnya saat kami selesai mengambil koper dan berjalan ke mobil yang sudah menjemput.

Dan aku pun kembali tertidur di mobil.

Aku merasa sangat lega begitu sampai di rumah. Perjalanan singkat itu terasa lebih lelah dari yang seharusnya.

Jadi, ini adalah rumah? Aku tersenyum pada bangunan putih megah dengan gerbang yang sedang di buka oleh penjaga. Dulu aku menganggap tempat ini adalah kuburan.

"Apakah kau lelah?" Alexander merangkul bahuku dan aku memeluk pinggangnya ketika berjalan ke dalam.

"Sedikit. Kakiku kram."

"Benarkah?" Dia mengecup kepalaku. "Itu karena kita terlalu banyak bermain di ranjang."

"Kau nakal sekali."

Mendadak kami berhenti berjalan saat melihat seseorang yang duduk di kursi depan rumah, sedang merokok dengan santai.

Noah.

"Apa yang kau lakukan disini?" tanya Alexander dingin.

Noah pun bangkit berdiri dari duduknya. "Aku dengar kalian akan pulang hari ini jadi aku disini." Dia berjalan mendekat. Sekarang matanya padaku.

"Kau butuh sesuatu atau apa?"

"Aku ingin berjumpa dengan Bella."

"Dengan aku?" Aku menunjuk diriku. "Apakah ada masalah?"

"Bisakah kita bicara berdua saja?"

Alexander mengusap mulutnya. "Kenapa berdua saja? Aku juga harus tau apa yang akan kau lakukan dengan pacarku."

"Aku tidak akan melakukan apapun selain bicara sedikit omong kosong dan kau sudah pasti tidak akan nyambung dengan obrolan kami jadi kenapa kau tidak masuk saja ke dalam?"

"Omong-omong aku tidak ingin menonton pertarungan." Aku langsung menengahi sebelum itu terjadi.

Mereka berdua masih saling adu tatap sebelum Alexander mengalah.

"Dia terlihat jantan saat mengalah." Noah mengolok.

Setelah memastikan dia masuk, aku menatap Noah. "Tentu saja, memang benar, laki-laki akan terlihat jantan saat sedang mengalah pada sesuatu yang tidak penting. Jadi apakah kau memang akan membicarakan omong kosong denganku?"

ISOLATEDWhere stories live. Discover now