Chapter 44 : Never ending sex

27.3K 2K 81
                                    

"Jadi kapan aku bisa mulai kuliah lagi?" Aku melompat ke tempat tidur dengan posisi telungkup dan menopang daguku untuk memandangi Alexander.

"Aku bilang aku akan memikirkannya." Dia menjawab. "Aku belum memutuskan."

"Apakah minggu depan? Bulan depan?"

"Bella," Dia mendengus. "Aku harus berpikir setiap kemungkinan yang akan terjadi. Kau gadis liar, itu akan sulit bagiku untuk memutuskan."

"Tidak, aku tidak liar."

"Perkataanmu bertolak belakang dengan kenyataannya."

"Bukankah keren punya foto wisuda dengan pacar?" Aku membuat gerakan melingkar di kulit perutnya yang kotak-kotak.

"Tidak keren. Itu biasa saja."

"Aku sudah membayangkannya dan tidak sabar untuk memiliki foto seperti itu."

Dia terdiam dan aku sadar matanya sedang menatap wajahku yang cemberut. Sesungguhnya, aku benar-benar ingin memiliki foto seperti itu.

"Lebih keren berfoto dalam pakaian pengantin." Dia berkata dengan alis terangkat dan sebuah senyum miring.

"Foto seperti itu akan ada setelahnya."

Aku tidak menduga bahwa topik ini akan berubah menjadi topik pernikahan yang sudah terkubur di dalam benakku. Sekarang itu kembali untuk membuat keraguanku muncul lagi. Ketika aku melihat Alexander, aku tau dia sangat ingin menikahiku, dan aku juga ingin menikah dengannya.

Tapi— akan selalu ada tapi.

Aku masih belum siap untuk berumah tangga. Alasanku terlalu klise, tapi kenyataannya memang begitu, entahlah. Aku berharap suatu saat aku bisa mengubah cara pandangku terhadap pernikahan.

"Bella, aku ingin membuat kesepakatan." Dia meletakkan tangan di pipinya untuk menopang kepalanya saat menatapku. "Kau akan kuliah selama enam bulan, kemudian kau menikah denganku setelahnya. Dan melanjutkan sisa-sisa kuliahmu setelah menikah. Kita mencintai satu sama lain jadi kita harus adil, bukan?"

Aku ingin mengatakan sesuatu namun kata-kata yang ingin kuucapkan terpotong olehnya.

"Aku memberikan apa yang kau mau, kau memberikan aku apa yang aku mau."

"Tidak." Aku tidak sadar bahwa jawabanku muncul begitu cepat. "Aku sudah bilang bahwa aku tidak bisa fokus pada dua hal sekaligus."

"Kita bisa memiliki dua foto dalam tahun itu."

"Alexander," Aku menarik napas. "Jika kau takut aku akan berpaling darimu, itu tidak akan pernah terjadi."

"Aku tau. Aku hanya ingin membuat hubungan kita lebih serius, Bella. Kau bisa lakukan apa yang kau mau bahkan setelah menikah." Matanya bersinar untuk meyakinkanku.

"Ya, aku tau. Aku tau apa maksudmu. Tapi bisakah kau menunggu sampai aku menyelesaikan kuliah?"

Kami terdiam untuk beberapa detik.

"Apakah aku egois?" Aku harusnya tidak perlu bertanya. "Alexander, tunggulah setahun lagi, oke? Aku berjanji itu tidak akan lama."

Dia menghela napas dan aku menatapnya dalam-dalam untuk membaca ekspresinya. Wajahnya terlihat putus asa, tapi dia tersenyum lembut setelah itu. "Ya, seperti keinginanmu, Bella."

Aku tau dia mengalah dan tidak mau perdebatan ini berlanjut. Aku bagai di tarik oleh dua benang tak kasat mata. Aku tidak tau harus memilih yang mana. Keraguan terus muncul dan itu membuat sangat tidak nyaman. Aku ingin menyingkirkan keinginanku untuk wisuda, tapi di satu sisi aku tidak mau ada satu momen pun yang hilang dari hidupku. Keduanya sangat berarti untukku.

ISOLATEDWhere stories live. Discover now