Episode. 86

312 33 9
                                    

Setelah semuanya selesai memasukkan beberapa alat kecil seperti chips conection ke beberapa bagian tubuh manusia sintetis itu. Kemudian menjahitnya kembali (tentu saja yang menjahit adalah para teman prof. Jake). Oniel pun mengajak teman-temannya untuk menuju ke ruangan berikutnya. Tempat yang kali ini diisi oleh banyak sekali tabung - tabung raksasa dengan cairan aneh bergelembung didalamnya. Ada juga tabung yang berbentuk seperti peti mati terbuat dari kaca tersusun di lantai. Tabung itu saling terhubung dengan adanya kabel-kabel dan selang yang tertancap dibeberapa bagian peti. Membuat penampakannya terlihat cukup mengerikan.

"Sekarang kalian akan saya bagi dalam dua tim. Akan ada satu tim yang beranggotakan lima orang." ucap Prof. Jake dengan sambil membasuh tangannya di wastafel terdekat.

"Kami yang tentuin atau---" ucapan Marsha terpotong saat Prof. Jake kembali bicara.

"Saya yang akan menentukan timnya." ucap Prof. Jake dengan berdiri diantara tabung - tabung peti mati.

"Di tim pertama ada Cornelia, Fiony, Reva, dan Azizi." ucap Prof. Jake dengan menatap penuh arti pada Oniel. "Kelompok kedua, adalah yang tersisa." katanya kemudian dengan menekan tombol di salah satu tiang untuk menggeserkan penutup dari dua tabung yang ingin dibuka.

Para profesor lain yang membantu Jake dari tadi pun lantas memasukkan jasad dan manusia sintetis tadi ke dalam peti tersebut. Entah apa maksudnya. Sebab setelahnya mereka tidak mengatakan apa-apa.

"Kalian tunggu sebentar di sini. Ikuti instruksi Cornelia setelah ini jika ada karena mungkin saya akan menyampaikan sesuatu hal yang lain melaluinya. Saya keluar sebentar." ucap Jake dengan berjalan keluar.

____________________
____________

"Eh, kalian! Nyadar nggak, sih, kegiatan ini tuh nggak ada seru-serunya sama sekali, sumpah! Mending juga main game." ujar Kathrina menghasut teman - teman sekelompoknya.

"Ih, sama, Kat. Gue juga ngerasainnya begitu. Berasa mendadak jadi mahasiswi kedokteran gue. Mana gue nggak hafal sama nama-nama alatnya lagi. Yang ada malah bikin pusing kepala gue." ucap Olla sambil nemijat pelan pelipisnya.

"Apa kita berhenti aja kali, ya." Marsha berucap sambil menatap bergantian pada semuanya.

"Kalian yakin? Nggak mau bertahan dulu? Lagian kan kita jarang juga ke sini. Urusan ngerti nggak ngerti mah belakangan aja. Yang penting kita punya pengalaman dulu." ucap Chika berusaha menahan keinginan teman-temannya walau sebenarnya ia pun juga merasa bosan. Tapi dia penasaran.

"Tapi kan--- uhuk!! Asap dari---uhuk mana ini!?"

Tanpa mereka sadari, Oniel, Fiony, Azizi dan Reva sudah dibawa keruangan lain. Dan sekarang, hanya Kathrina yang sudah mengenakan masker gas saat ketika kepulan asap tiba-tiba muncul melalui lubang-lubang yang ada di dinding. Bau kimianya begitu menyengat. Sampai akhirnya kurang dari satu menit saja, mereka yang tanpa mengenakan masker tergeletak tak sadarkan diri di lantai.

"Cuci otak mereka dan pulangkan mereka setelahnya." ujar Prof. Jake pada para agen yang datang memasuki ruangan.

"Good job kids." ucap Jake lagi dengan mengacungkan jempolnya pada Kathrina.

__________________

Beberapa jam yang lalu.

Sekawanan burung elang menyerang tali parasut yang digunakan Gracia ketika menaiki paralayangnya seorang diri. Hal itu sontak membuatnya kehilangan kendali sampai akhirnya jatuh bebas bersama parasut yang sudah tak lagi mengembang dengan normal.

Dey yang melihat itu dari kejauhan langsung memerintahkan anak buahnya melalui walky-talky untuk segera menerbangkan helikopter demi menyelamatkan Gracia.

Akibat banyaknya elang yang terbang di sekitar lokasi kejadian, membuat helikopter sempat menunda penerbangannya.

Dey yang sudah mendarat dengan selamat pun serta merta berlari ke helikopter tersebut demi meminta sang pilot untuk segera terbang. Ia ikut didalamnya.

Helikopter pun dipaksa terbang mengikuti arah yang ditunjuk Dey.

Tapi ada yang aneh.

Pilot yang sekarang tengah mengendalikan helikopter terlihat asing dimata Dey. Ia belum pernah melihat orang itu sebelumnya. Tapi ia tak ingin memikirkan hal itu lebih jauh seraya menelpon Gito mengabari keadaan Gracia.

Sesaat telponnya baru diangkat oleh Gito, sang pilot yang duduk di sebelahnya merampas paksa handphonennya lalu melemparnya begitu saja keluar.

"HEH! APA YANG KAMU LAKUKAN!?" Hardik Dey tidak terima.

Bukannya menjawab, sang pilot justru menerbangkan helikopter menjauh dari lokasi jatuhnya parasut Gracia.

"KITA MA----"

Pilot itu menyuntikan sesuatu ke leher Dey hingga dalam hitungan 3 detik saja ia langsung ditinggalkan kesadaran.

"Lapor, Tuan. Objek siap mendarat."

_________________________________

Malam itu, sekitar pukul hampir jam 12 malam, perasaan Ashel seperti ada yang mengganjal. Ia tidak bisa memejamkan matanya karena merasa seperti tengah mengawatirkan sesuatu.

"Ini perasaan gue kok nggak enak banget, ya. Kayak cemas tapi nggak tau apa yang lagi dicemasin." kata Ashel bicara pada dirinya sendiri.

"Haduh, gue kenapa, sih. Sumpah! Nggak jelas banget!" rengeknya dengan kembali memposisikan diri untuk duduk.

"Ih, aneh banget tiba-tiba nyesek!" ucapnya lagi dengan memegang dada.

Ia lantas melirik pada jam di dinding sekali lagi.

"Minimarket jam segini masih ada yang buka nggak, yak. Gue kayaknya butuh yang manis-manis deh buat bisa nenangin diri." ucapnya pelan yang kemudian beranjak dari ranjang untuk mengenakan jaket.

______________

Lagi-lagi Badan Intelijen Negara kembali dibuat sibuk dengan kasus yang menimpa keluarga Albarach. Selang hampir 1 bulan berlalu berita mengenai terbongkarnya kasus kriminal yang dilakukan oleh adik dari Gistavo Richi Albarach, kini kasus serupa justru menimpa pada keluarga Gistavo.

Layaknya karma yang terputar-balik namun tidak pada sasaran. Gistavo kini kehilangan anak dan istrinya dalam waktu yang bersamaan. Ditambah, pada malam itu kedua anaknya sedang tidak sama sekali menggunakan kacamata spycam maupun sepatu penanda jejak. Hal itu sukses membuat Gistavo mengusap rambutnya dengan gerakan frustrasi.

Lebih anehnya, anak-anak yang mengaku satu kelompok dengan Reva dan Zee berkegiatan, mengaku sama sekali tidak pergi kemana-mana pada malam itu. Mereka juga bersikeras kalau mereka terus berada dalam kamar setelah pulang sekolah. Katanya kegiatan club aster tidak pernah dilakukan kalau bukan hari libur.

Dan ketika mereka dipinta untuk memberi tahu dimana tempat kegiatan club Aster, mereka tidak ingat sama sekali. Karena sepanjang perjalanan di dalam bis, jendela bis ditutup dengan kain hitam dan tidak bisa disingkap. Tahu-tahu mereka tiba saja di tengah sawah.

Akhirnya, polisi pun mencoba mencari tahu melaui supir yang biasa mengantar anak-anak itu. Ironisnya, keberadaan bus serta sang supir pun turut lenyap.

Begitu halnya dengan helikopter yang dinaiki Dey. Tak ada satu pun dari para satuan polisi Angkatan Udara yang dikerahkan menemukan jejak helikopter tersebut menemukan keberadaannya. Bahkan rekam radarnya juga tidak tertangkap.

Sejak sore itu, Gracia masih tidak ditemukan walau pencarian sudah hampir menyusuri seluruh area bukit dan sekitarnya.

Lalu, kemana mereka semua menghilang?

•••










Ditulis, 9 September 2022



AFTER RAIN [48] | {Completed} (DelShel, ZeeSha, Greshan & CH2) Where stories live. Discover now