Episode. 7

1.2K 113 0
                                    


"Lo ngapa, dah, punya muka asem banget gitu." tegur Eve sambil menyuapkan kue ke mulutnya.

"Gapapa." sahut Reva sambil kembali menyedot minuman gelasnya.

Sepulang sekolah tadi, Reva nggak langsung menuju rumah, melainkan pergi ke kafe tempat ia biasa datangi bersama teman SMP-nya dulu. Namanya Eve. Tapi karena mereka SMA-nya tidak satu sekolah lagi, Reva jadi jarang bertemu. Namun, saat dia lagi mesen minum tadi, tiba-tiba Eve nyamperin yang juga masih pakai seragam sekolahnya. Maka terjadilah pertemuan tak terduga itu sekarang.

"Nggak usah sok-sokan belagak jadi si paling misterius minta ditebak gitu bisa? Kalau mau cerita ngomong aja langsung nggak usah pake bridging segala." ucap Eve dengan sarkas. Reva hanya mendesah pelan seraya menyedot kembali minumnya lebih banyak. "Adel, lo mau gue gebuk di sini, ha!?" seru Eve lagi dengan agak meninggikan suaranya. Untung kafe lagi sepi.

"Di sekolah gue ada murid baru." Reva mulai cerita.

"Terus?"

"Murid barunya cewek. Duduknya pas sampingan gitu sama gue." Reva menjeda.

"Lanjutin ampe kelar kalau nggak gue totok." ancam Eve dengan mengacungkan garpu berkepala penguin.

"Nah, si anak barunya itu naroh mobilnya tepat di tempat biasanya gue naroh mobil. Terus gue suruh kan dia buat pindahin tapi dia nggak mau. Akhirnya gue halangin kan tuh dia biar nggak bisa keluar dari mobil. Eh, gataunya malah keluar dari pintu sebelahnya. Terus yaudah, gue taroh aja motor gue mepet tepat di samping spion dia. Eh, terus pas tadi pulang dianya malah marah-marahin gue. Mana galak banget lagi. Kesel gue. Kalau gue nggak sabar udah gue cakar-cakar tuh muka. Untung cakep." cerita Reva menggebu-gebu lantas menyedot minumannya kembali sampai berbunyi tinggal es batu doang.

"Udah? Cuma gitu doang masalahnya?" celetuk Anin yang sedari tadi ikut menyimak cerita Reva. Dia adalah bartender/barista sekaligus pemilik dari kafe tersebut. Karena dulu saking seringnya tuh dua anak nongkrong di kafenya tiap pulang sekolah, alhasil Anin jadi lumayan kenal sama Reva dan Eve.

"Tapi gue kesel Ka sama dia." rengek Reva seolah pada kakaknya sendiri.

"Kalau kata gue sih lo mending pulang, Del, sekarang." Eve menimpali.

"Ih, lo mah nggak ngerti perasaan gue." Reva bete.

Eve melirik Anin yang juga mendesah pelan seraya hanya menggeleng pelan.

Tak ada pembicaraan lagi berikutnya. Eve kembali melanjutkan makan kuenya, sedang Reva terbungkam dengan dunianya sendiri. Sepertinya isi kepalanya tengah bertengkar di dalamnya.

____________________

Jam sudah menunjukkan pukul 8 malam. Tapi Ashel masih betah di kamarnya untuk bermain game. Ya, sebenarnya Ashel itu lumayan pro buat main game. Cuma dianya nggak pernah mau nunjukin aja. Ya, diam-diamlah.

Nah, kalau saja cacing - cacing di perut Ashel nggak tiba-tiba jedag jedug, sudah bisa dipastikan dia nggak bakalan makan sampai besok pagi. Ashel lantas beranjak dari ruang gamingnya menuju lantai bawah.

"Masak apa, Mbak?" tanyanya pada ART yang sedang menyajikan makanan di atas meja.

"Rendang, Non. Makanan kesukaan, Non." jawabnya.

Ashel tersenyum lantas segera mencuci tangan dan duduk.

"Mbak, temenin Ashel makan, ya." pintanya.

"Iya, Non."

"Tapi Mbak harus makan juga. Jangan cuma lihatin aku makan doang."

"Tapi, Non---"

"Udah, santai aja, Mbak. Kayak sama siapa aja. Ayo!" ajak Ashel dengan menyuruhkan Mbak Tina untuk duduk di bangku sampingnya.

"Hemh!" Ashel mengembuskan napas beratnya disela ia makan.

"Ada apa, Non?" tanya mbak Tina khawatir.

"Gapapa. Cuma keingat masalalu aja." sahut Ashel dengan tersenyum getir seraya menyuapkan kembali makanannya.

Mbak Tina hanya mengelus pelan punggung tangan Ashel bermaksud untuk memberikan semangat. Ia sudah lama mengabdi pada keluarga Arashi semenjak Ashel masih dalam kandungan. Waktu itu usianya masih 20 tahun. Sedikit banyaknya mbak Tina tahu tentang musibah apa yang telah menimpa pada keluarga tersebut di masa lalu. Tak jarang mbak Tina kagum sekaligus bangga dengan Ashel dan kakaknya Celine. Meski mereka telah dihadapkan oleh situasi yang sangat menyakitkan sekaligus menciptakan memori dan trauma yang mendalam, pastinya. Namun keduanya masih dapat bertahan untuk tetap hidup sejauh ini.

Tapi yang namanya manusia biasa, pasti akan selalu ada punya niat atau tindakan yang diluar kontrol, ketika jiwa mereka terguncang disaat dalam keadaan tidak siap. Seperti keinginan bunuh diri misalnya. Yap, hal itu dulu sempat ingin dilakukan oleh kedua kakak beradik tersebut. Tapi untungnya mbak Tina melihatnya dan berhasil menggagalkan aksi keduanya.

Dan untungnya sekarang, keduanya sudah lebih bisa menerima kenyataan dengan lebih baik. Buktinya, Celine dapat melanjutkan kuliahnya di China sendirian sekarang. Awalnya, mbak Tina takut melepaskan. Tapi Celine berhasil meyakinkan kalau dia akan baik-baik saja dan berjanji untuk tidak melakukan hal yang dulu pernah ia lakukan bersama adiknya dulu. Tidak lagi. Karena hidupnya akan terus berjalan.

•••














Ditulis, 18 Juni 2022
Re-edited 6 September 2022

AFTER RAIN [48] | {Completed} (DelShel, ZeeSha, Greshan & CH2) Where stories live. Discover now