Episode. 9

1K 110 0
                                    


"Lho? Reva mana, Ma?" tanya Gracia saat meraih kursi untuknya duduk.

"Lha iya. Biasanya dia yang duluan stand by di meja makan." tambah Zee.

"Udah berangkat duluan dia. Kayaknya pas kalian masih pada dandan di atas, Reva udah pergi." jawab Gito yang sudah mengenakan jasnya seraya akan berpamitan duluan untuk pergi ke kantornya.

"Ha? Ngapain dia pagi-pagi banget ke sekolah? Perasaan di sekolah lagi nggak ngadain acara apa-apa, deh. Yakan, Ci?" sahut Zee sambil mengunyah.

"Iya, betul. Ngapain ya dia?" ucap Gracia sambil menyusun roti yang sudah dipotongnya berbentuk segitiga dan berisi selai coklat kopi ke dalam wadah bekal.

"Kamu juga ngapain itu bikin bekal? Tumben banget." tanya Dey sambil menuangkan susu ke gelas masing-masing anaknya.

"Buat Ci Shani, Ma. Anaknya suka lupa makan kalau udah asik latihan." jawab Gracia jujur.

"Wedeh, bestie banget ya Ciciku yang satu ini." komentar Zee sambil mengacungkan jempolnya.

"Hoyadong. Jelas." sahut Gracia dengan muka tengilnya. "Kamu juga dong bikinin minum buat Marsha. Masa beli mulu. Boros tau. Mending bikinin jus tuh mumpung ada buah mangga. Siapa tahu dia doyan." Kata Gracia menyarankan.

"Nggak mau, ah. Males blendernya." jawab Zee sambil mencebik.

"Kamu tuh ya, Zee. Apa-apa males mulu." ucap Dey dengan melirik.

"Bukan gitu, Ma. Harga minuman kan paling cuma 5ribu 10ribu doang. Jadi mending beli aja daripada bikin, ribet. Harus ngupas dulu, harus motong dulu. Nggak mau, ah." Zee beralasan.

"Ck ck ck." Gito hanya berdecak dan menggeleng pelan menanggapi anaknya yang satu itu. "Papa berangkat duluan, ya. Assalamualaikum." pamit Gito dengan mencium dahi istri dan anak-anaknya.

"Waalaikumsalam. Hati-hati, Pa."

Gracia melanjutkan makannya dan Zee lebih dulu memasang sepatunya.

________________________

"Ka Chika, kemarin pulang sama siapa?" tanya Christy sambil membenarkan poni barunya yang habis di-roll.

"Hadeehh.. kenapa, sih, sekolah bagus-bagus begini enggak ada teknologi canggihnya sama sekali? Males banget deh pengen minuman dingin aja harus turun dulu ke lantai satu. Dan kenapa cuma ada satu kantin doang, sih? Padahal, kan, sekolah ini sangatlah luas sekali. Kenapa cuma menyediakan satu kantin doang? Kenapa nggak yang per koridor aja ditarohin kantin gitu? Atau nggak vanding machine. Atau minimal ada jasa kurirnya gitu deh biar bisa antarin minuman atau makanannya gitu. Hadeh. Percuma sekolah bayarnya mahal-mahal tapi fasilitas di dalamnya kayak begini. Sekolah apaan coba." keluhan Fiony yang terdengar seperti orang lagi nge-rap itu berhasil membuat Chika yang tadinya mau nyahutin Christy jadi melongo dibuatnya.

"Wow, Cepio!" Christy bertepuk tangan sambil memandang kagum pada Fiony. Dia bukan kagum pada opini apa yang baru saja diberikan Fiony mengenai sekolah, melainkan kecepatan cara bicara Fiony yang berbeda dari orang-orang pada umumnya.

"Yaudah, sini, deh, Ce, aku beliin kamu minuman dingin ke bawah. Kebetulan aku juga mau turun buat ambil baju olahraga di mobil." kata Chika teralihkan dari pertanyaan Christy.

"Lha? Ka Chika bisa bawa mobil sekarang? Ih, tumben banget Ka Chika. Emang udah punya SIM sama KTP?" tanya Christy dengan beruntun.

"Eh, nggak usah, deh, Chik. Takut ngerepotin." Tolak Fiony merasa tidak enak.

"Nggak apa, kok, Ce. Mau minuman apa? Ion? Jus? Atau soda? Atau air mineral?" tawar Chika sambil melirik jahil pada Christy.

"Ish, Ka Chika kok nggak jawab pertanyaan aku, sih!" protes Christy.

"Iya, nanti ya, Dek, aku jawabnya. Sabar, ya. Aku mau turun dulu. Soalnya jawab pertanyaan kamu tuh butuh waktu yang nggak sebentar." sahut Chika dengan nadanya yang sabar.

"Chika, kamu mau ke bawah?" tanya Indah yang dari tadi sibuk baca buku tapi sambil agak ikut nguping sedikit.

"Iya, kenapa? Mau nitip juga, kah?" tanya Chika.

"Nggak, sih. Mau barengan nggak? Aku juga mau turun, nih, ke bawah. Mau ke kelasnya Kathrina sebentar." jelas Indah.

"Oh, yaudah, ayok!" ajak Chika. "Jadi, Cepio mau mesan apa?"

"Emm... apa ya?" Fiony berpikir sambil mengusap pelan dagunya. "Air putih aja, deh, biar sehat." lanjutnya tak lama kemudian.

"Eh, aku ikut aja, deh, kalau gitu sambil nemenin Ka Chika." putus Christy akhirnya.

Chika hanya mengangguk dan mereka bertiga pun turun ke bawah.

________________

"Sha! Sha! Sha!" seru Zee begitu ia berjalan keluar dari area parkir kelas 2 bertemu Marsha yang lagi jalan sendirian.

"Ho? Kenapa, Ka Zee?" sahutnya dengan berbalik dan berhenti menunggu Zee yang berjalan dengan cepat.

"Ini, gantungan kunci punya kamu jatuh barusan." kata Zee sambil menyodorkan gantungan kunci berbentuk danbo dari kayu.

"Ng? Tapi ini bukan punya aku Ka Zee. Aku nggak punya gantungan kunci bentuknya kayak gini. Punyaku Anya." sahut Marsha setelah memerhatikan gantungan kunci tersebut.

"Terus ini punya siapa dong? Soalnya tadi aku lihat pas nggak lama kamu jalan ada gantungan kunci di lantai. Aku pikir ini punya kamu yang jatuh." jelas Zee.

"Ya mana aku tau, Ka Zee."

"Yaudah, kamu yang simpan, deh. Kalau ada yang nyari paling ntar disiarin lewat brodcast sekolah. Kalau nggak ya berarti nggak ada yang punya." kata Zee.

"Emang nggak apa-apa Ka Zee?" Marsha ragu.

"Udah, nggak apa-apa, kok. Ayo, jalan. Bentar lagi bel." ajak Zee dengan meraih tangan Marsha untuk segera jalan. Marsha tidak menolak dan balas menggenggam gandengan tangan Zee.

Yeee, akhirnya dapet moment juga sama Marsha. Batin Zee sambil senyum-senyum sendiri.

•••












Ditulis, 21 Juni 2022
Re-edited 6 September 2022

AFTER RAIN [48] | {Completed} (DelShel, ZeeSha, Greshan & CH2) Where stories live. Discover now