Episode. 65

392 44 4
                                    

Pagi ini, keluarga Jevanos mengalami keributan yang diakibatkan oleh kemunculan Haruto yang lagi-lagi membuat ulah. Kedatangannya kali ini adalah memastikan Flora untuk pergi ke sekolah barunya. Keputusan sepihaknya memang sangat gila. Ryu pun sampai tak habis pikir. Makanya, ia biarkan saja suaminya itu menghajar Haruto sampai jera. Sedang Flora pun disuruhnya untuk segera pergi dari sana. Biar masalah orangtua, mereka saja yang bereskan.

Dan di sinilah Flora sekarang. Duduk diam diantara tumpukan kayu bekas pembongkaran gudang lama.

"Matiin rokok lo sekarang atau gue siram lo pakai air telaga!" tegur Reva yang sudah berdiri tak jauh dari tempatnya berada.

Flora memilih mematikan rokoknya dengan menekannya ke tanah.

"Sejak kapan lo merokok, Flo?" tanya Reva dengan ikut duduk di atas tumpukan kayu. Sejengkal lebih tinggi dari posisinya Flora. Ia kali ini naik motor, jadi bawahan roknya diganti pakai celana panjang.

"Sejak dia datang lagi ke kehidupan gue." sahut Flora dengan tatapan yang menyiratkan kekecewaan, marah, dan benci jadi satu.

Reva yang paham siapa yang dimaksud itupun lantas memegang pundak Flora dan mengusapnya secara perlahan.

"Mungkin gue nggak akan pernah tau gimana rasanya jadi lo, Flo. Meski gue berusaha keras buat bayangin ada diposisi lo pun tetap nggak akan bisa sepenuhnya. Tapi, lo harus ingat. Ada gue Flo. Gue bakalan selalu ada buat lo kapanpun lo butuhin gue. Gue emang nggak bisa bikin masalah lo jadi kelar. Tapi gue bisa jadi rumah kedua buat tempat lo pulang. Mau sehancur apapun hati lo sekarang, lo masih punya gue Flo. Apalagi orangtua lo sekarang sangat sayang sama lo.

"Om Haru emang gagal jadi ayah yang baik buat lo. Tapi papa Jevan sudah berhasil jadi ayah sambung yang baik buat lo. Buat tante Ryu juga. Jangan sedih lagi, ya. Gue yakin, suatu saat, masalah ini pasti selesai, kok. Gue yakin, om Haru nggak akan lagi ganggu hidup lo.

"Sorry, gue nggak akan bilang kek mau sejahat apapun bapak lo dia tetap orangtua kandung lo, bulshit!! Dia juga manusia. Sama kayak kita. Dan gue rasa, manusia yang nggak bisa memanusiakan manusia, apalagi itu istri dan anak kandungnya, dia nggak pantas disebut manusia. Apalagi seorang ayah!!" ucap Reva panjang lebar.

Flora yang memang basic-nya tak banyak bicara itu pun tersentuh mendengarkan ungkapan dari sahabat yang baru beberapa bulan dikenalnya itu. Untunglah ia tidak salah dalam memilih teman. Reva memang sahabat sekaligus rumah terbaik untuknya pulang.

"Kalau mau nangis, nangis aja, Flo." tegur Reva pada mata Flora yang sudah berkaca-kaca.

"Jangan. Nanti mata gue bengkak. Malu gue ntar ditanyain sama pak Elios yang bawel." katanya dengan tersenyum.

Reva tertawa sebentar tapi kemudian ia termenung memikirkan sesuatu.

"Lo juga gua tafsir kayak punya beban pikiran gitu? Gue jadi penasaran, bebannya anak sultan batubara apaan, sih?" tanya Flora dengan mengulum senyum.

"Ck. Apaan, sih. Nggak gitu, weh. Itu semua cuma titipan doang." kilah Reva.

"Titipan lo kebanyakan, Rev. Coba apaan kasih tau gue lo kenapa? Gue harus tau rumah gue kenapa." desak Flora lagi.

Reva memanyunkan bibirnya sambil bicara, "Ashel kayaknya marah, deh, sama gue." ucapnya.

"Gara-gara apa?" - Flora.

"Nggak tau." - Reva.

"Masa nggak tau? Lo nyebelin parah kali makanya anaknya pundung. Lo kan kalau ngomong suka frontal banget." - Flora.

"Ih, mana ada gue begitu." - Reva.

"Pernah, yang waktu ka Oniel masih awal-awal suka main ke kelas kita lo ngomongnya frontal banget." ingat Flora.

"Ngomong apa gue emang?" - Reva.

"Ka Oniel, lo nggak naik kelas ya main ke sini mulu?" Flora menirukan cara ngomongnya Reva waktu itu.

"Emang iya, Flo?" - Reva.

"Iya, weh." - Flora.

"Kayaknya nggak, deh, Flo. Olla nggak, sih, kayak gitu. Dia kan congornya suka sarkas." Reva mengelak.

"Ih, itu mah beda. Olla ngomongnya 'lo nggak punya teman, ya, Ka, sampai mainnya ke kelas sini mulu?' Gitu. Awal-awal dia masih pakai Ka. Tapi lama-lama songong tuh anak." jelas Flora.

"Wih, hebat ya lo, Flo. Bisa ingat sedetail itu. Gue aja ngga ingat sama sekali, sumpah." - Reva.

"Nah, itu. Bisa aja masalah lo sama Ashel ada hal yang nggak lo ingat dan udah lo lakuin sampai bikin anaknya kesal. Coba, deh, lo ingat - ingat lagi." ucap Flora.

Reva terdiam sebentar mengingat-ngingat. Tapi tak lama kemudian terdengar suara bel masuk dari kejauhan.

"Kalau mau cepet, tanyain aja langsung sama orangnya." ujar Flora lagi dengan berdiri.

"Kalau dia nggak mau ngomong gimana?" tanya Reva dengan berjalan mengikuti Flora yang nuju arah tangga.

"Ya, lo usaha sampai dia ngomonglah." - Flora.

Reva pun manggut-manggut dan berjalan lebih cepat menuju kelas mereka.

_________________

Setibanya di kelas, Reva tidak mendapati adanya Ashel yang duduk di bangku sebelahnya. Justru yang duduk adalah bokem.

"Ashel-nya mana?" tanya Reva.

Kathrina tidak menyahut seraya nunjuk Ashel yang duduk di sebelah Marsha yang lagi benamin kepalanya di lipatan tangan di atas meja.

"Kalian kalau berantem minimal jangan repotin orang, dong." ucap Kathrina seraya buka aplikasi game di ponselnya.

Seperti biasa, Elios memang selalu sedikit terlambat buat masuk kelas.

"Gue nggak ngerasa lagi berantem sama Ashel, kok. Perasaan kemarin kita baik - baik aja. Kenapa dia jadi tiba-tiba jauhin gue gini?" monolog Reva yang juga didengar sama Kathrina.

"Ya, lo bikin anak orang kesel kali." Kathrina menimpali.

Reva tak menyahut, seraya menatap lurus pada Ashel yang sedang fokus bikin lettering di kertas origami. Sesekali dia terlihat seperti ngajakin Marsha buat ngomong. Tapi sama Marsha kayaknya kurang ditanggepin gitu. Alhasil, Ashel kembali diam dan terus fokus sama kegiatannya.

Tak lama kemudian, Elios pun masuk, Ashel sempat menoleh ke arah jam 8 dan mendapati tatapan Reva yang terus menatap ke arahnya seperti meminta penjelasan. Tapi sama Ashel diabaikan.

Salah gue apa, sih, Shel, sampai bikin lo sebegitu marahnya?

•••










Ditulis, 14 Agustus 2022

AFTER RAIN [48] | {Completed} (DelShel, ZeeSha, Greshan & CH2) Where stories live. Discover now