Episode. 81

315 34 5
                                    

Beberapa waktu telah berlalu semenjak Ashel tahu dengan segala skenario yang diciptakan oleh Haruto terhadap keluarganya. Selama itu, Ashel tidak benar-benar terlihat baik-baik saja sebenarnya.

Ia terguncang. Amat sangat.

Namun, ia begitu pandai dalam memainkan ekspresi wajah, sehingga ia tampak terlihat begitu tegar dan baik-baik saja. Katakanlah ia cewek tangguh pertama sebelum Flora.

Tapi tidak ketika ia sedang sendirian di rooftop kafe seperti saat ini. Topeng yang ia gunakan dengan sangat erat akhirnya terlepas juga.

Ashel sedang menangis sejadi-jadinya sampai membuat salah satu waiter yang tadinya hendak mengampiri untuk menambahkan minuman Ashel mendadak berhenti di ujung tangga. Mengerti akan situasinya, waiter itu pun berbalik dan meninggalkan Ashel sendiri lagi.

"Papaaa... Mamaaaaaa.... Ashel rindu kaliaaaann... Abang jugaa... Kalau kalian masih hidup, please samperin Ashel sekarang. Ashel udah nggak kuat tanpa kaliaann...." ucapnya dengan berderai air mata.

Bukan maksud tidak menerima kenyataan bahwa keluarganya telah mati tenggelam akibat tragedi waktu itu. Namun mengingat dengan tidak adanya jasad yang ditemukan di laut, bahkan barang-barang pribadi milik ketiganya meski sekecil apapun, membuat Ashel terkadang masih berharap tiga orang yang sangat ia rindukan itu masih hidup dan tinggal pada suatu tempat.

Tapi terkadang disaat yang sama pula, harapan itu kembali melebur menjadi sekedar angan-angan belaka ketika Ashel menyadari dengan segala kemungkinan yang terjadi di lautan. Seperti dimakan binatang laut misalnya.

Merasa capek karena terus-terusan menangisi sesuatu yang tak akan pernah kembali pulang, Ashel pun akhirnya memilih untuk beranjak dari duduknya. Meraih ransel dan turun ke bawah.

"Ashel, udah mau pulang, Dek?" tanya Anin yang baru datang dan tengah memasang celemek ke tubuhnya.

Ashel tak menyahut seraya melewatinya begitu saja.

Anin mengernyit karena tidak biasanya lihat Ashel sebegitu kusutnya. Biasanya anak itu tampak begitu periang dengan pembawaan cerianya. Namun kali ini ia tampak kacau sekali.

Apa dia baru saja nangisin keluarganya, ya? Hmmh... Akhirnya topeng kamu lepas juga, kan, Dek.

Tak lama kemudian Reva datang bersama Flora, Olla, dan Muthe.

"Wedeh, pengusaha sukses kita ini luar biasa merakyat, ygy." seru Olla dengan mengampiri meja counter untuk memesan minuman kesukaannya.

"Haruslah. Demi masa depan yang lebih cerah." sahut Anin dengan tersenyum.

"Ka Anin udah nggak perlu kerja lagi pun udah cerah duluan masa depannya." Flora berkomentar.

"Ah, kamu bisa aja, Mplor." kata Anin dengan terkekeh.

"Ka, Anin tolong buatin aku Affogato dong satu, ya." pinta Muthe setelah beberapa saat sempat bersolek dulu baru mesan.

"Aku juga, Ka. Samaain sama Muthe." Flora menambahkan.

"Oke! Adel? Seperti biasa?" - Anin.

"Emmm!" sahut Reva sambil matanya merhatiin ke pajangan kue yang baru ditaroh.

"Aku es jeruk aja, deh, Ka." Olla menimpali.

Anin mengacungkan jempolnya seraya beranjak untuk membuatkan.

Selagi asik lihat-lihat kue serta melirik kesana kemari, mata Reva tak sengaja mendapati adanya kalung berbandul kupu-kupu yang tergeletak di lantai tak jauh dari tangga. Ia lantas mengampiri dan memungutnya.

"Ka Anin! Ini kalung siapa?" tanya Reva dengan menunjukkan kalung tersebut.

"Ih, mirip punyanya Ashel, dah!" sambar Muthe saat ikutan lihat.

"Kayaknya itu emang beneran punya Ashel, deh. Soalnya tadi dia baru abis dari sini. Nggak lama dari kalian datang anaknya pulang." sahut Anin dengan menyuguhkan minuman pesanan mereka.

"Sama siapa dia, Ka?" tanya Reva penasaran.

"Sendiri aja. Anaknya lagi sedih kayaknya. Mungkin lagi keingat sama orangtuanya makanya sampai nggak nyadar kalungnya jatuh." - Anin.

"Menurut gue, Ashel sama Flora sebelas duabelas banget anaknya. Pandai banget mainin ekspresi wajah kalau lagi sedih. Bisa banget buat kelihatan baik-baik aja. Padahal pas lagi sendirian pasti nangis. Iya, nggak, Flo?" ucap Olla yang emang biasanya mulutnya suka sarkas.

"Emang." sahut Flora membenarkan seraya mulai menyedot minumannya.

Reva meraih ponselnya disaku. Ia tergerak untuk mengirim chat pada Ashel.

To: si mbak kupu-kupu

Woy!
Lo gapapa kan?

Lama ia tunggu tapi tak ada balasan.

"Tadi pas dia pulang mukanya kusut banget. Kayak orang lagi defresi." ucap Anin lagi begitu selesai membuatkan minuman pesanan orang lain.

"Aku juga defresi, Ka." sahut Flora dengan tenang.

Muthe menepuk-nepuk pelan pundaknya tanpa suara.

"Ada kita, Flo. Lo nggak akan sendirian kata gue mah. Sharing aja ke kita. Masalah lo masalah kita juga." - Olla.

"Everything its gonna be okay." ucap Reva dengan sambil memegang tangan Flora kemudian mengusapnya pelan.

___________

Satu jam berlalu dan jam sudah menunjukkan pukul 6 sore. Empat sekawan itu pun membubarkan diri untuk pulang ke rumah masing-masing setelah kenyang makan dan banyak ngobrol.

Sesampainya di rumah, Reva kelupaan buat beli pembalut karena besok sudah masuk jadwal tamu bulanannya datang. Sesaat meletakkan ransel dan melepaskan rok seragamnya dan menggantinya dengan celana pendek, ia pergi lagi dengan menaiki motor sportnya.

Setelah selesai mendapatkan pembalut yang ia inginkan, Reva pun pulang. Matahari pada saat itu sudah mulai berwarna jingga.

Reva baru saja berhenti ke pinggir jalan untuk memberi makan dua ekor kucing yang tampak sedang mengais-ngais tong sampah di depan sebuah warung ketika matanya tak sengaja melihat mobil Ashel terparkir di halaman sebuah bangunan kosong. Bangunan itu dulu pernah mau dibuat jadi mal, tapi batal pas masih dalam masa pembangunan. Makanya gedungnya masih setengah jadi.

Merasa penasaran, Reva pun beranjak ke sana dan memarkirkan motornya tepat disamping mobil Ashel. Ia tahu itu mobil Ashel karena platnya costum dengan inisial ASN (Adzana Shaliha Narendra) dibelakang nomornya.

Reva turun dari motornya dan memperhatikan sekitar mencari keberadaan Ashel. Karena bangunan itu belum ada dinding, jadi bisa kelihatan dari luar kalau lantai dasarnya kosong. Merasa tak menemukan keberadaan Ashel, Reva pun punya firasat kalau Ashel pasti lagi di atas. Entah kenapa ia juga merasakan perasaan yang aneh sesaat memikirkan Ashel lagi di atas gedung tanpa pembatas.

Gedung itu tidak terlalu tinggi, hanya sekitar 12 lantai. Dan Reva sudah menaiki undakan tangganya sampai di lantai 9. Napasnya tersengal. Tapi ia masih belum menemukan keberadaan Ashel.

Dengan napas yang sudah seperti Senin - Kamis serta matahari yang mulai semakin berubah warna menjadi kuning keemasan. Akhirnya Reva sampai juga di lantai paling atas. Tadinya ia mau istirahat dulu sambil ambil napas, tapi justru dibuat tercekat sampai nyaris membuat jantungnya berhenti.

Di sudut sana. Ditepian lain atap gedung. Ashel tengah berdiri di pinggirnya dengan tangan terbentang.

"ASHEEELLL!!!"

•••








Ditulis, 4 September 2022

AFTER RAIN [48] | {Completed} (DelShel, ZeeSha, Greshan & CH2) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang