Episode. 34

710 72 0
                                    


Senin, jam 5:15 subuh, di kediaman keluarga Gistavo Richi Albarach.

Seperti biasa, Reva sudah bersiap dengan seragam sekolahnya. Karena kali ini ia ingin memakai mobilnya, maka ia tak lagi memasang celana panjang untuk yang biasa ia gunakan saat naik motor. Ia pun memakan lebih dulu roti untuknya sarapan. Dey yang biasa ada di dapur bersama mbak Ayas hanya diam saja sambil memberikan gelas berisi susu untuknya.

"Nak!" Panggil Dey begitu Reva sudah meminum habis susunya.

"Iya, Ma?" jawab Reva dengan suara bass-nya. Mungkin karena masih kepagian makanya khodamnya masih ngikut. Dey agak sedikit kaget tapi ia tidak mempermasalahkannya. Ia tahu anaknya memang seperti itu.

"Mama perhatikan kamu tiap kali senin, perginya selalu lebih pagi dari kaka kaka kamu. Sebenarnya kamu kemana, Nak?" tanya Dey dengan ikut duduk di bangku samping Reva.

"Eng...." Reva bingung harus jawab gimana. Ia takut mamanya akan melarangnya jika ia mengatakan hal yang sebenarnya.

"Reva." Panggil Dey lagi dengan lembut.

"Iya, Ma?" sahut Reva dengan menatap wajah mamanya.

"Mama sama papa nggak pernah sekalipun ngajarin kamu untuk bohong, kan? Segala apapun yang kamu rasain, atau kita semua rasain. Pasti akan ngasih tau satu sama lain. Kalau kamu ada sesuatu yang kamu lakuin. Atau kamu ada masalah. Ceritakan, Nak. Mama nggak mau kamu susah sendirian. Atau tiba-tiba kamu nangis sendirian. Kamu paham, kan, maksud mama?" ujar Dey dengan lembut sambil sedari tadi tangannya mengusap pelan tangan Reva.

Reva mengangguk tanpa suara. Belum lagi ia menjawab, Gito lebih dulu muncul dengan peci yang masih tertanggal di kepalanya. Sepertinya ia barusaja habis selesai sholat.

"Reva." panggil Gito dengan suara yang besar tapi lembut.

"Pa." sahut Reva. Gito pun ikut duduk ke samping kanannya Reva.

Reva tambah panik. Tapi dia masih belum tahu gimana cara ngomongnya sama orangtuanya.

"Kamu tau kan papa sama mama percaya banget sama anak-anaknya?" Gito bicara dan Reva mengangguk membenarkan.

"Jangan pernah kamu rusak sekalipun, bahkan sedikipun kepercayaan kami pada kalian, ya. Mungkin kamu pikir kita terlalu over protective pada anak-anak. Ya, memang benar. Tapi itu hanya saat kalian masih kecil. Dan sekarang pun sebenarnya masih. Cuma. Papa sama mama tahu. Kalau kalian yang sekarang pasti sudah paham betul. Mana sesuatu yang benar-benar baik dan mana sesuatu yang benar benar buruk. Makanya, papa sama mama agak bebasin kalian pergi keluar dan jauh-jauh. Tapi, selagi itu masih dalam batas wajar dan selalu kabarin orangtua. Dan satu lagi. Papa sama mama nggak pernah menolerin dengan yang namanya kebohongan. Sekecil apapun itu. Kenapa? Karena sekali saja manusia itu berbohong dan dapat kemakluman atau toleransi dari oranglain. Suatu waktu ia akan kembali melakukannya. Bahkan ada yang sampai kecanduan. Naudzubillah min zalik. Jangan sampai hal itu terjadi pada keluarga kita." Gito menjeda wejangannya seraya minum kopi hangat yang dibuatkan istrinya.

"Reva! Kamu mau kemana sudah rapi begitu? Sekolah aja belum pada buka." seru Azizi dari atas tangga. Ia masih pakai mukena. Sepertinya dia abis selesai sholat juga.

Gito lantas menepuk pelan pundak Reva. Zee yang diatas malah menempel ke teralis tangga untuk mendengarkan.

"Azizi, kamu bahaya nempel begitu, Nak. Sini, turun dulu." panggil Dey dengan lembut. Azizi menyengir dan ia pun menurut untuk turun ke bawah.

"Sebenarnya... Reva nggak langsung pergi ke sekolah, Pa." Aku Reva akhirnya. Ia menunduk sambil memainkan gelang di tangannya.

"Kemana Sayang?" tanya Dey dengan meraih tangan Reva.

"Ke kampung Sinja." Jawabnya dengan kembali mendongak. Sepertinya ia sudah siap mengatakan yang sebenarnya.

"Hah?! Kampung Sinja!? Emang ada nama kampung begitu?" Azizi yang nyahut sambil nyemilin kentang goreng. Dia masih pakai mukena tapi duduknya tetap kayak abang-abang warkop. Kakinya dinaikin satu ke bangku. Otomatis rok mukenanya dikeatasin sampai pinggang. Dey yang melihat itu hanya tertawa kecil sambil geleng-geleng kepala. Tak apa. Setidaknya anaknya sudah selesai sholat. Ya, walaupun caranya berbeda dengan dirinya dan Gracia.

"Ada. Dekat sini. Di pinggiran Sungai Aren." jawab Reva.

"Ooh, papa tau. Yang ada pemukiman yang ---mohon maaf, kumuh itu, kan? Tapi bukannya sudah ditertibin ya sama pemko beberapa waktu lalu." ucap Gito.

"Terus ada apa sama kampung itu, Nak?" tanya Dey.

"Sebenarnya, aku nggak sendirian, sih. Ada beberapa teman aku juga yang lakuin hal ini. Jadi, kita semua tuh bikin pondok kecil gitu nggak jauh dari bantaran sungainya. Di sana ada buku - buku bekas, tapi ada juga yang baru buat anak-anak di sana bacain. Terus, tiap ada kesempatan, entah itu pagi atau malam. Teman-teman aku ada yang ngajarin mereka buat belajar kayak sekolahan gitu. Nah, karena aku masih pelajar dan nggak bisa ikutan ngajarin karena waktunya juga gak ada. Jadi aku yang beliin mereka perlengkapan belajar atau nggak baju samaan gitu biar mereka kayak berasa pakai seragam sekolah gitu. Kadang aku juga beliin mereka camilan biar mereka semangat belajarnya. Nah, jadi tiap kali aku pergi pagi banget, nih. Ya, karena aku mau nyempatin aja ketemu sama mereka. Tapi kadang weekend aku juga nyempetin, sih, buat datangin mereka. Cuma jarang aja, sih. Gitu, Pa." Cerita Reva panjang lebar.

"Masya Allah. Mulia sekali anak bungsu papa yang satu ini." ucap Gito sambil merangkul kepala Reva dan mencium dahinya.

"Ih, aku juga bisa pun kek gitu." kata Azizi dengan meraih gelas minumnya.

"Papa sama Mama marah, nggak?" tanya Reva.

"Yakali Papa sama Mama marahin hal kek begitu, Rev." Azizi lebih dulu menjawab.

"Nah, itu udah dijawab sama kakanya." kata Gito.

"Jadi, Reva udah boleh pergi sekarang, Pa? Ma?" tanya Reva sekali lagi guna memastikan.

Dey dan Gito hanya mengangguk menjawabnya.

"Makasih Ma! Makasih Pa!" Reva memeluk bergantian kedua orangtuanya.

"Tapi ingat. Jangan lakukan semuanya secara berlebihan. Bantu mereka sewajarnya aja. Dan jangan sampai hal itu juga mengganggu sekolah kamu. Paham?" kata Gito lagi.

"SIAP PAHAM!" seru Reva dengan tersenyum.

Gito pun mengacak-ngacak rambut Reva sekali lagi. Dan Reva pun berangkat lebih dulu. Sedang Azizi kembali ke atas untuk bersiap dandan dan mengenakan seragam.

•••








Ditulis, 15 Juli 2022

AFTER RAIN [48] | {Completed} (DelShel, ZeeSha, Greshan & CH2) Où les histoires vivent. Découvrez maintenant