Episode. 48

556 41 0
                                    

"Eh, kalian jadi pake outfit tema ghost hunter?" tanya Olla pada Reva dan Ashel yang lagi sibuk sama kegiatannya masing-masing.

"Jadilah. Emang lo outfit-nya kek gimana?" sahut dan tanya Reva.

"Malaikat maut." jawab Olla dengan mantap yang langsung buat Ashel tadinya sibuk bikin lettering jadi nengok.

"Cocok, sih, La." Celetuk Muthe sambil membenarkan pita di rambutnya.

"Ya kan, ntar yang pertama gue jemput lo, Te." sahut Olla sambil mutar bola mata. Reva dan Ashel cuma terkekeh mendengarnya.

"Muthe keknya pasti pake outfit kerajaan. Ya, nggak, The?" tanya Ashel.

"Yes, girl. Gue harus jadi princess yang membuat ratusan pasang mata bakalan cuma ngelihat ke arah gue doang." ujar Muthe dengan gaya centilnya yang pede.

"Berak lo tengah lapangan. Pasti jadi perhatian banyak orang." ucap Reva ngasal.

Plak!

"Mulut lo mines banget, ya." tegur Ashel sambil menggeplak mulut Reva.

"Dari pada lo, yang mines ahklaknya." sahut Reva tak mau kalah.

"Dih, gue masih mending ya daripada lo." - Ashel.

"Mending apaan orang lo aja pernah gigit orang." - Reva.

"Dih, mana ada gue begitu. Lo tuh kusek-kusek rambut udah kayak orang gila baru." - Ashel.

"Haduh, nggak ikut-ikutan deh gue." ucap Olla sambil mainin hapenya terus beranjak buat duduk ke bangkunya sendiri.

"Lo yang gila ya, Cel. Gila kok ngajak-ngajak." - Reva.

"Lo yang gila!"

"Lo!"

"Lo! "

Dan sudah, terjadilah pergumulan tarik menarik rambut, bekap-membekap muka sampai bangku kegeser menciptakan ruang untuk mereka gulat. Kathrina yang baru masuk langsung tercengang dengan apa yang lagi dilakuin sama dua bocah itu.

"Ih, ini nggak ada yang mau misahin apa?" tanya Kathrina sambil terus liatin Reva dan Ashel yang saling tarik-tarikkan. Mereka begitu tapi sambil ketawa. Teman-temannya jadi bingung antara mau laporin guru atau nolongin dulu. Tapi yang ada mereka justru nontonin doang.

"Udahlah, biarin aja. Umur segitu emang lagi barbar-barbarnya." ucap Flora yang datang sesaat yang lalu setelah Kathrina. Ditangannya terdapat pisang goreng yang habis digigit.

_________________

"Haruto bajingan! Pergi kemana dia!?" rutuk Gito sambil mengusap wajahnya dengan frustrasi.

Kemarin, setelah ia mengirimkan uang pada adiknya itu, ia pikir semuanya akan kembali normal seperti sebelumnya. Tapi nyatanya tidak. Haruto kembali berulah. 5 jam setelah Gito mengirim uang, orang suruhan Gito yang bertugas untuk mengawasinya di Selandia Baru, memberi tahu bahwa Haru baru saja membunuh tetangganya.

Haruto memang memiliki kebiasaan yang sangat tempramental. Ia sangat mudah sekali marah dan sulit untuk mengontrol emosinya. Ia tak bisa diatur. Meski begitu, Haruto begitu pandai dalam menyembunyikan jejak atas perbuatannya. Ia seolah lihai melakukannya walau itu bukan hal yang sering ia kerjakan.

Tapi tetap saja, akibat dari perbuatannya itu, membuat Gistavo harus lagi-lagi dibuat pusing dengan perbuatannya. Bagaimana tidak, uang yang baru dikirimnya itu, pasti akan digunakan Haruto untuk membeli bahan-bahan yang dapat menghilangkan jejaknya. Hebatnya, ia meraciknya sendiri.

Gito lalu mencoba untuk menelpon Suga, ---orang yang ditugaskan mengawasi Haruto.

"Suga, tolong kau cari Haruto sampai dapat. Jangan sampai ia datang kembali kemari. Pastikan ia tetap berada di Selandia. Jangan sampai ia kabur kemari." ucapnya dan langsung mematikan telpon.

"Ryu. Jangan sampai mereka dipertemukan kembali. Sudah cukup kehancuran yang ia ciptakan dimasa lalu. Please, jangan berulah lagi, Dik." gumam Gito merasa frustrasi.

___________

*Percakapan diucapkan dengan kalimat berbahasa Rusia yang sudah diterjemahkan

Di dalam sebuah gedung yang kelihatan seperti tidak berpenghuni, terdapat sebuah ruangan mewah yang lumayan luas dengan fasilitas lengkap di dalamnya. Ruangan itu berada di lantai paling bawah ---basemen. Tak akan ada satu orang pun yang menyadari tempat tersebut kecuali tiga anak remaja yang menjadi penghuni di dalamnya.

Mereka adalah Earthgrazers, Fireballs, dan Bolides (nama samaran). Ketiganya adalah anggota dari Team Spy Meteor yang dibuat oleh Profesor Jake, ---bukan nama yang sebenarnya. Mereka ditugaskan untuk mengintai keluarga Albarach.

"Bolides, kuperintah kau untuk dapat menghasut anak itu kesini." ucap Earthgrazers sambil menunjuk meja kaca yang sudah diletakkan selembar kertas berisi denah suatu wilayah. Mereka memang selalu saling memanggil nama samaran saat tidak lagi berada di tempat yang orang-orang biasanya mengenal mereka dengan nama lainnya.

"Baik!" jawab Bolides.

"Dan kau, Fireballs. Pastikan kau membuat semuanya terlihat normal. Serta jangan lupa untuk turut mengajaknya" perintah Earthgrazers lagi.

"Siap!"

"Sekarang, mari kita kembali ke posisi semula. Pastikan semua aktivitas terekam." kata Earthgrazers sekali lagi.

"Siap!" sahut keduanya.

Mereka kemudian keluar satu per satu melalui lorong menuju 3 cabang yang berbeda. 1 mengarah ke tebing kali yang jarang ada orang. 1 lainnya di dalam toilet pengisian tanki minyak. Dan 1 lagi berada di bangunan itu sendiri. Tentunya itu jalanan yang digunakan oleh pemimpin mereka, yaitu Earthgrazers.

_______________

*Percakapan diucapkan dengan kalimat berbahas Inggris yang telah diterjemahkan

"Kau sudah berada di sini selama lebih dari 8 jam, Celine. Apa kau tidak lelah setelah seharian  penuh kuliah kemudian lanjut dengan latihan tembak?" tegur Jihop pada Celine yang tengah membidik botol kaca dari jarak 100 meter menggunakan senjata Sniper C21 Sako TRG M10. Senapan yang biasa digunakan oleh para sniper terbaik dari Kanada.

Dash!
Suara dari pelatuk yang ia tarik.

Prang!
Botol kaca itu pecah. Tapi hanya pada bagian kepalanya saja.

Jihop bertepuk tangan menyaksikan hal itu. Ia bangga pada temannya itu. Celine begitu cepat belajar.

"Aku tidak akan pernah lelah selagi hal itu menyangkut keluargaku." sahut Celine dengan kembali mengisi selonsongan pelurunya. Karena tadi adalah sisa peluru terakhir setelah sebelumnya ia sudah menembakkan beberapa botol kaca.

"Kau tenang saja, saya akan selalu berada di pihakmu. Saya akan membantumu kawan." ujarnya dengan menepuk pelan pundak Celine sebentar lalu ikut mengambil senjata untuk menembak.

"Kau tahu, Je?" ucap Celine dengan membidik. Jihop tak menyahut tapi Celine tahu ia mendengarkan. "Ayah dan ibuku pergi tanpa sempat kulihat jasadnya terakhir kali. Dan itu selalu membuatku merasa frustrasi setiap kali merindukannya." lanjutnya dengan melepaskan satu peluru.

Dash!

•••









Ditulis, 28 Juli 2022

AFTER RAIN [48] | {Completed} (DelShel, ZeeSha, Greshan & CH2) Where stories live. Discover now