Episode. 73

348 35 6
                                    

"Ma!" panggil Gistavo pada saat membuka pintu rumah dan mendapati Dey yang baru saja menerima telpon dari rumah sakit yang menangani jenazah Jevanos dan Ryunaka. Sesaat yang lalu ia juga baru lihat mengenai berita tentang penangkapan Haruto serta penemuan ladang ganja yang berasal dari orangtua teman anaknya.

Dey menoleh dengan mata berkaca-kaca.
"Pa... Ryu, Pa..." Dan sudah. Ia pun tak lagi bisa menahan air matanya hingga Gistavo dengan sigap menahan tubuhnya yang merosot ke lantai. Ia memeluk Dey hingga tangisannya teredam di pundaknya.

"Maafkan papa, Ma." bisiknya lirih sambil mengusap pelan pundak Dey. Dey tak menyahut dan hanya terus menangis.

________________________

"Ka Ci Gee, jangan sedih gitu dong. Aku kan jadi pengen ikutan nangis juga ngelihatnya." ucap Callie pada Gracia yang tengah duduk di sofa kafe dengan posisi meringkuk dan sedang diusapi punggungnya sama Shani. Tapi sejurus kemudian justru Callie yang nangis berderai air mata.

Harusnya sekarang Shani telah berada di restoran tempat papanya pinta kemarin untuk ia menemuinya. Tapi entah dalam suasana hati yang kenapa, Shani justru lebih memilih menemani Gracia dibandingkan harus bertemu dengan sang ayah yang amat sangat jarang ia temui itu. Shani punya alasan sendiri kenapa ia lebih memilih begitu.

"Kenapa malah jadi kamu yang nangis, sih?" tanya Gracia dengan muka lagi nahan air mata.

"Abisnya aku nggak bisa kalau lihat orang lain sedih, Ci." jawab Callie disela isak tangisnya.

"Lagian kamu kenapa jadi tiba-tiba mellow gini, sih, Gee? Perasaan tadi masih baik-baik aja pas perjalanan kemari." ucap Shani yang dari tadi cuma diam memerhatikan.

Sementara Ella tengah kasihin tisu buat sapuin air mata Callie yang nyampur sama lunturnya eyeliner-nya. Dia nggak sambil sapuin kok, cuma nyodorin tisunya doang. Yang ngelap tetap yang si nangis.

Gracia tak menyahut seraya hanya memajukan bibirnya sambil terus nahan muka biar nggak ikutan nangis seperti Callie.

Belum lagi Shani kembali bertanya mengenai tentang apa penyebabnya, ucapan Anin yang datang dari area belakang kafe berhasil mengejutkan ketiganya. Bahkan Callie yang tadinya lagi terisak sambil srot-srotin hidung pun jadi mendadak berhenti seketika.

"Kaka lagi bercanda, kan?" tanya Ella yang sebenarnya sudah percaya bahwa perkataan Anin barusan adalah sebuah pernyataan.

"Maaf, Gree. Tapi beritanya sudah viral dimana-mana." ucap Anin mengatakan alasannya.

Ella dan Callie saling pandang. Keduanya baru tahu kalau orangtua Gracia adalah seorang pengusaha sukses dalam bisnis tambang batubara. Tapi yang lebih mencengangkannya lagi adalah, bahwa adik dari pengusaha tersebut adalah seorang dalang dibalik pembunuhan sadis yang telah direncanakan.

Sebenarnya Gracia nangis sedih bukan karena Haruto berhasil ditangkap. Tapi lebih kepada kenapa selama ini orangtuanya berbohong mengenai hal itu.

"Mungkin papa kamu punya alasan kuat kenapa harus merahasiakan semua ini sama kamu, Gee. Dan pasti bukan cuma kamu doang yang baru tahu hal ini. Adik-adik kamu juga aku yakin mereka baru pada tahu. Kamu. Sebagai kakak tertua, harus lebih bisa kendaliin diri. Aku sebagai orang luar aja shock, apalagi kalian. Untuk sekarang, mending kamu tenangin diri dulu di sini. Karena kalau di rumah, aku tebak pasti sekarang di rumah kamu lagi pada bahas hal yang sama. Terutama kedua orangtua kamu." kata Shani bermaksud menenangkan.

"Iya, Gree. Kamu di sini aja dulu. Tenang aja, untuk kamu, makanan dan minuman yang ada di sini semuanya gratis!" kata Anin menambahkan.

"Buat kita juga, kan, Ka?" tanya Callie yang kini sudah tak lagi menangis.

Anin tadinya mau nyolot, tapi ditahan sama Shani biar mengiyakan saja.

Dalam diam Callie pun bersorak sampai Ella menggetok kepalanya pakai sendok agar tuh anak sadar lagi sama sikon.

"Tapi aku jadi kepikiran sekarang sama satu keluarga yang tewas tenggelam di kapal itu. Mereka ada yang selamat atau tewas semuanya nggak, ya, Ci." ujar Gracia dengan nada sendu.

"Kalau itu sih belum ada kabarnya. Sekarang polisi lagi fokus ngusut motive sama penemuan ladang ganja di kebun jagung." jawab Anin.

"Kita doain aja ya semoga keluarga itu masih baik-baik aja sekarang. Dan kalaupun udah nggak, semoga mereka ditempatkan di tempat yang layak di sisi-Nya." kata Shani dengan mengusap pelan tangan Gracia.

"Aamiin."

____________________

Di bukit tempat di mana para atlet paralayang tengah beterbangan, terdapat dua orang gadis yang tengah duduk di salah satu bangku di dekat tebing. Tempat itu aman karena ada pagar pembatasnya.

Marsha sudah melihat berita itu. Ia shock sampai tak bisa berkata apa-apa lagi. Azizi pun sama. Ia bahkan berkali-kali lipat kagetnya, karena yang pertama, orang yang mengakibatkan papa Marsha meninggal adalah adik papanya sendiri. Kedua, ia baru tahu kalau papanya bukan anak tunggal. Ketiga, ia baru nyadar sudah pernah bertemu secara langsung dengan Haruto saat ketika ia belum tahu semuanya. Dan yang terakhir, kasus mamanya Marsha.

Secara bersamaan keduanya mengembuskan napas berat sambil menatap nanar pada pohonan hijau yang ada di sekitar.

"Maaf, ya, Sha." ucap Azizi memecah kesunyian.

"Jangan meminta maaf pada suatu hal yang sama sekali bukan kesalahan Kaka." sahutnya dengan masih melihat ke depan.

Azizi hanya mengangguk saja.

"Sekarang... setelah Ka Zee tahu siapa orangtua aku. Apa Ka Zee masih mau temenan sama aku?" tanya Marsha yang kali ini berpindah menghadap Zee. Matanya sembab karena sepanjang perjalanan kemari hanya terus menangis.

Azizi menggeleng seraya lantas bicara, "Justru kamu, Sha. Setelah tahu ternyata yang bikin papa kamu meninggal adalah adik papa aku. Apa kamu masih mau temenan sama aku?" kata Azizi membalikkan pertanyaan.

"Aku nggak tau, Ka." sahut Marsha dengan kembali hadap depan.

"Nggak tau kenapa, Sha?" - Zee.

"Jujur, sebenarnya aku mau marah. Kesal. Kecewa. Tapi aku sadar, semua itu nggak akan ada gunanya. Apalagi aku tau, kaka juga sebenarnya sama baru tahunya kayak aku. Jadi--- jadi...  aku nggak tahu, Ka. Aku bingung sekarang." ucap Marsha dengan terbata dan kembali menangis sambil menutupi wajahnya dengan tangan.

Azizi mendekatkan tubuhnya. Ia lantas memeluk Marsha dan mendekapkan wajah Marsha ke bahunya.

"Nangis aja, Sha. Menangislah kalau cuma itu yang bisa ngungkapin perasaan yang lagi kamu rasain sekarang. Aku nggak akan kemana-mana. Aku bakal tetap ada di sini temenin kamu sampai kamu tenang." kata Azizi terdengar sangat tulus.

Dan sudah, air mata itu pun kembali tumpah. Kali ini lebih banyak dari yang sebelumnya.

•••

Tamat.













Ditulis, 26 Agustus 2022
Re-edited 11 September 2022

AFTER RAIN [48] | {Completed} (DelShel, ZeeSha, Greshan & CH2) Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin