Episode. 85

330 35 2
                                    

"Ka Chika Ka Chika Ka Chika! Ka Chika, kenapa? Kok, mukanya kusut banget gitu? Coba deh sini cerita sama aku." seru Christy pada Chika yang padahal jarak duduknya nggak jauh-jauh amat.

"Nggak, aku nggak kenapa-kenapa. Emang aku kenapa?" sahut Chika yang langsung membuat Christy bengong dalam beberapa saat.

"Oh, jangan-jangan kenapa kenapa-kenapa, Ka. Makanya Ka Chika ikutan kelihatan kenapa-kenapa ---aduh pusing, aku ngomong apaan, sih, Ka, daritadi. Nggak jelas, deh." cerocos Christy.

"Ya mana aku tau. Kamu yang ngomong." - Chika.

"Ka Chika, apa kabar?" - Christy.

"Chik, katanya hari ini kita disuruh bawa masker N100." ujar Indah memotong Chika yang tadinya mau buka mulut nyahutin Christy.

"Hah? Buat apaan masker N100?" - Chika.

"Ih, kalian pasti bakalan disuruh praktek dengan sesuatu yang beraroma menyengat, deh." - Christy.

"Hari ini, setelah berapa kali minggu ketunda, akhirnya kegiatan club aster kembali diadakan. Tadi aku ketemu Oniel diluar dia suruh bawa masker nanti katanya." jawab Indah.

"Bentar, tapi kan sekarang bukan hari libur. Kok, hari ini?" - Chika.

"Nggak tau. Mungkin mumpung karena prof. Jake lagi ada di Indo kali." - Indah.

"Gitu, ya." sahut Chika dengan manggut-manggut. Mendadak isi pikiranya dipenuhi bayang-bayang kalau mereka bakalan disuruh praktek dengan menggunakan objek manusia misalnya. Makanya disuruh pakai masker karena mungkin manusianya adalah mayat. Seketika tubuh Chika pun merinding karenanya.

"Ih, kamu lagi bayangin apa, Chik? Sampai merinding begitu." tegur Azizi yang baru masuk kelas.

Kedatangan Azizi sukses membuat Indah dan Chika langsung memandangnya dengan tatapan penuh. Kemudian, tatapan keduanya pun langsung teralih pada Fiony yang juga baru masuk kelas.

__________________________________

Hampir dua minggu lalu, atau lebih tepatnya ketika Shani diajak main ke puncak bersama anak-anak tim spy meteor, robotcam lebah yang diterbangkan Chika tak sengaja mendengar obrolan antara Fiony dan Shani. Meski suaranya agak kurang jelas, tapi sedikit banyaknya masih bisa ditangkap. Dalam pembicaraan mereka, Chika dan Indah mendengar kalimat bernada kelepasan dari Fiony. Bunyi kalimat itu seperti ini.

"Ah, sayang sekali. Coba aja 3 bersaudara itu semudah ini dijebak pas----" setelah itu Fiony bicara hal lain.

Dan pada akhirnya pengintaian mereka hari itu tidak berbuah apa-apa selain mendengar dan merekam kalimat janggal tersebut dari Fiony. Sayang sekali, mereka tidak dapat mendengar obrolan antara James, Oniel, dan Kathrina. Sebab kualitas audio tiba-tiba berubah buruk, alias berdenging pada saat itu.

___________________

Karena hari ini Reva harus mengikuti kegiatan club aster pada jam 8 malam. Otomatis waktu untuk mengajak Flora ke bukit jadi dibatalkan. Sebenarnya bisa saja kalau Flora tetap kepengen ke bukit. Tapi ia mendadak malas juga dan ingin baca buku aja di kamar, katanya. Jadilah sekarang yang pergi ke laboratorium J hanya Reva dan Azizi. Sedang Gracia tetap pergi ke bukit bersama ibunya.

Dinamakan laboratorium J karena yang punya adalah profesor Jake.

"Kamu masih ingat nggak sama foto sarung tangan waktu itu?" kata Azizi ketika mereka sedang berada di bus sekolah menuju gedung LJ (laboratorium J). Ia duduk berdua dengan adiknya. Karena Marsha lagi pengen duduk sama Indah.

"Ingat. Kenapa?" - Reva.

"Kamu punya pikiran nggak dengan kenapa sarung tangan berlogo LJ bisa ada di situ? Dan... " Azizi berbisik tepat di telinga Reva. "kenapa pas banget adanya pada saat kampung itu seperti sengaja ditinggalkan?" ujarnya dengan menutup mulut dengan tangan dan menatap Reva dengan tatapan penuh arti.

"Nggak nggak nggak! Nggak mungkin, Ka." Reva menolak pemikiran tentang suatu hal yang buruk.

"Tapi kalau misal itu beneran gimana, Rev?" - Azizi.

"Aku telpon FBI sekarang juga, Ka." jawaban Reva langsung membuat Azizi shock. Ia tak menyangka adiknya itu akan langsung berpikiran ke sana alih-alih melaporkan hal tersebut pada polisi seperti orang-orang biasanya lakukan.

Obrolan mereka masih tetap berlanjut sampai akhirnya bus berhenti di depan bangunan lab.

______________
______________________

Chika melotot ketika prof. Jake yang berdiri di depan mereka membuka tirai yang menutupi ranjang dengan seseorang yang berbaring di atasnya.

"Kalian tidak boleh takut, karena ini bukan manusia sungguhan. Manusia ini terbuat dari bahan sintetis. Seluruh bagian tubuh dan organ yang ada di dalamnya adalah palsu." kata Jake dengan mencubit-cubit lengan manusia sintetis itu.

Enam dari sembilan anak yang menyaksikan hal itu tampak mengembuskan napas lega meski masih terlihat jelas akan bagaimana muka tegang mereka yang masih tersisa.

"Tapi..." Jake berpindah pada salah satu kotak berbentuk persegi panjang. "sebelum itu, mari silahkan untuk mengenakan masker kalianvmasing-masing." lanjut prof. Jake dengan mengenakan masker gas miliknya. Suaranya akan tetap terdengar jelas karena ia sudah mengaitkan mic ke dalam bagian masker tersebut.

Setelah memastikan semuanya sudah mengenakan pelindung mulut dan hidung, Jake pun mulai membuka kotak itu.

Peti mati.

Kotak itu adalah sebuah peti mati yang terbuat dari kayu jati dengan berbagai ukiran di penutupnya.

Di dalamnya terbaring sesosok mayat manusia utuh dengan pakaian yang lengkap. Prof. Jake pun meletakkan jasad itu ke sebuah ranjang dibantu oleh beberapa profesor lainnya.

"Sekarang, saya akan menunjukkan pada kalian semua dengan bagaimana teknologi sistem jaringan pada tubuh manusia diciptakan." kata prof. Jake seraya mengambil beberapa alat berukuran kecil dari wadah yang dipegang oleh anak buahnya. "Omong-omong, jasad ini asli dan sudah saya beli secara legal. Jadi, kalian tak perlu merasa heran kalau melihat bentuknya berbeda dengan yang sintetis. Karena yang sintetis adalah bagian untuk kalian nanti praktek." lanjut prof. Jake dengan sudah memegang sebilah pisau.

Marsha, Indah, dan Reva refleks menutup mata dengan bagaimana entengnya Prof. Jake membelah bagian kaki, tangan dan yang lainnya dalam sekali gores. Sementara yang lainnya tampak begitu tenang menyaksikan proses pemasukan alat - alat kecil itu ke dalam tubuh si mayat walau jantung sudah pasti berpacu layaknya genderang perang.

Setelah semua alat dimasukkan, seseorang masuk dengan mendorong seperangkat alat yang mirip komputer tapi berukuran lumayan besar. Ada beberapa kabel dan selang pada alat itu sehingga harus dikaitkan pada bagian tubuh objek.

Dengan gerakan begitu piawai, Jake menancapkan bagian-bagian kabel tanpa merasa salah tusuk.

Begitu semua alat selesai dimasukkan dan terhubung ke jaringan yang ada di komputer, barulah sekarang giliran mereka yang mempraktekkannya pada manusia sintetis.

"Ih, geli banget kayak beneran." ucap Marsha yang enggan untuk menyentuh bagian paru-paru yang tampak mengembang dan mengempis layaknya seperti masih hidup. Zee baru saja membelah dadanya.

"Ih, berani banget, sih, Ka." - Reva.

"Ingat, kita harus buang rasa empati kita ketika mengerjakan semua ini." kata Olla mengingat ucapan Prof. Jake tempo hari.

"Betul itu." Fiony menimpali.

Mereka tidak tahu saja, bahwa tidak semua bagian tubuh manusia sintetis itu palsu. Ada beberapa bagian diambil dari yang asli.

"Oniel, singkirkan mereka yang tidak menjadi bagian dari objek kita secepatnya." ucap prof. Jake dengan menggunakan bahasa Rusia saat yang lain masih sibuk.

"Baik, Tuan." sahut Oniel dengan menatap penuh pada Azizi dan Reva yang tampak saling membantu.

Baik Zee maupun Reva tak ada yang sadar bahwa mereka kini telah berada dalam zona bahaya.

•••












Ditulis, 7 September 2022

AFTER RAIN [48] | {Completed} (DelShel, ZeeSha, Greshan & CH2) Where stories live. Discover now