Episode. 72

359 35 4
                                    

Jam 5 sore di kafe Andarach.

"Berarti udah resmi damai, nih, kita?" tanya Reva memastikan sekali lagi.

"Iye." sahut Ashel sambil minum.

"Gitu, dong. Tapi, sumpah, gue masih penasaran banget sama---"

"Lo mending nggak usah tau alasannya kenapa daripada ujung-ujungnya kita slek lagi. Kali ini gue nggak akan jamin kita bakal bisa damai apa nggak." potong Ashel dengan tatapannya yang lebih mengintimidasi.

"Oke oke oke. Yaudah iya. Gue nggak akan bahas itu lagi." kata Reva dengan menyuap makanannya.

"Wedededeh! Berduaan aja nih, bro!" seru Eve yang tiba-tiba muncul lalu melakukan high-five pada keduanya. Meski mereka jarang bertemu, tapi dilihat dari caranya menyapa sudah layaknya teman dekat.

"Sini, Eve! Gabung aja sama kita." ajak Ashel dengan menyilakan Eve duduk di sebelahnya.

"Dilihat-lihat kalian makin akrab aja, nih, sekarang ." kata Eve sambil duduk.

"Ya kan kita teman sekelas, Eve. Sebangku juga malah. Wajar lah." sahut Reva.

"Iyadeh, yang sekelas. Eh, btw, udah lihat berita yang lagi viral belum?" tanya Eve dengan antusias.

"Berita apaan emang?" tanya Ashel dengan memasukkan shashimi ke mulutnya.

"Tau nih, lagian tumben banget lo ngikutin berita. Biasanya juga gosip artis." - Reva.

"Ck, ini! Katanya pelaku yang rencanain pembunuhan berencana sama kapal pesiar yang karam pada malam tahun baru sepuluh tahun lalu tuh udah ketangkep sekarang!" Eve menyahut antusias dengan memperlihatkan video penangkapan Haruto yang barusaja rilis.

Mendengar hal itu Ashel hampir saja keselek. Matanya jadi merah beraih karena menahannya. Lagi, mual itu tiba-tiba menyerangnya. Ashel lantas bergegas ke toilet menyisakan tanda tanya besar pada kedua temannya.

Reva tak menyusul karena ia pikir anaknya mungkin tiba-tiba kebelet boker seraya lantas kembali menyaksikan isi berita tersebut.

"Kasus tragedi tenggelamnya kapal pesiar pada malam tahun baru sejak sepuluh tahun lalu kini akhirnya terkuak. Dalang dibalik pembunuhan berencana itu terungkap yang mana pelaku utama perencanaan adalah seorang adik dari pengusaha tambang batubara terbesar se-Asia. Berikut adalah motive dari si pelaku beserta barang bukti yang kini sudah diamankan oleh kepolisian."

"Del?" panggil Eve pada Reva yang tiba-tiba tertegun dengan tatapan tak percaya. Bagaimana tidak, ia baru saja tahu kalau selama ini ayahnya ternyata bukan anak tunggal. Pula, kenapa ia taunya harus bersamaan dengan hal menakjubkan yang dilakukan oleh saudara papanya. Lebih parahnya... orang itu adalah ayah dari sahabatnya sendiri. Orang yang pernah ia jumpai beberapa yang lalu.

"Gua mau pulang!" ucap Reva dan Ashel secara bersamaan. Tepat saat Reva berdiri mau ambil ranselnya yang diletakkan di sofa, Ashel kembali dengan wajahnya yang pucat pasi.

"Ashel, lo nggak apa-apa?" tanya Eve. Sementara Reva hanya melihat sekilas. Pikirannya sedang berkecamuk hingga tak sempat lagi untuk memperhatikan Ashel. Ia lantas pergi duluan keluar begitu saja.

Ashel juga tak mempedulikan sikap Reva. Ia hanya ingin segera pulang sekarang.

"Gue nggak apa-apa. Gue duluan, bye." kata Ashel lalu menyusul Reva yang sudah menaiki motornya.

"Ada apa sama mereka berdua?" gumam Eve dengan menatap mobil dan motor keduanya yang berjalan meninggalkan kafe.

____________________

Flora baru saja melihat forum berita mengenai penangkapan ayah kandungnya yang terjadi di sebuah ladang jagung ketika ia tiba di depan rumahnya yang tampak kosong. Sepertinya ibunya masih berada di toko bunga lagi yang padahal tanpa harus ia turun tangan pun, Nathan sudah dapat dipercaya untuk merawat dan menjaga tokonya. Terbukti dengan lamanya anak itu bekerja untuknya dengan kejujuran serta sikap amanah yang ia terapkan.

Flora tidak tahu apakah ia harus merasa lega, senang, atau sedih dengan berita tersebut.

Namun tetap saja, perasaan sesak lebih mendominasi. Apalagi mengingat bahwa ternyata ayah kandungnya adalah seorang pembunuh. Sebuah keputusan benar ibunya memilih menikah lagi setelah kerpergian pria itu waktu itu.

"Flora!?" panggil Jevan yang ternyata sedang ada di rumah. Ia tengah mengenakan celemek dan topi koki.

"Papa!? Kok, jam segini udah ada di rumah?" tanya Flora keheranan.

"Hari ini kan hari ulang tahun pernikahan papa sama mama sayang. Masa papa kerja mulu." sahutnya dengan tersenyum.

"Tapi mama masih di---"

"Assalamualaikum, mama pulang!" ucap Ryunaka begitu masuk rumah dan mencium aroma wangi masakan dari suaminya.

"Oh, iya! Aku baru ingat sekarang tanggal 17 September, ya!" sentak Flora mengingat hari pernikahan kedua orangtuanya yang ke-5 tahun.

"Ya sudah. Kalian berdua sekarang mending mandi dulu. Biar papa yang siapin makanan." ucap Jevanos pada keduanya.

"Oke, Pa!" " Siap, Pa!"

Tadinya perasaan Flora sempat dibuat sesak sampai akhirnya keberadaan kedua orangtuanya di rumah membuatnya kembali merasakan kehangatan itu lagi. Ia yakin bahwa kedua orangtuanya pasti sudah melihat dengan berita yang sedang viral itu. Tapi demi menjaga perasaan satu sama lain, mereka lebih memilih fokus pada perayaan yang ada sekarang.

Selepas mengenakan kaos rumahannya. Flora pun bergegas keluar kamarnya menuju dapur. Semuanya masih terbayang indah di kepalanya tentang wajah ibunya yang tersenyum bahagia menatap ayahnya. Pun sebaliknya, wajah sang ayah sambung yang kerap memberikan perhatian lebih pada keduanya. Sampai kurang dari limadetik saja, semua bayang-bayang indah dalam kepalanya itupun pecah berhamburan dalam sekejab.

DOMB!!

Baru setengah anak tangga Flora menapakinya, suara dentuman itu berhasil melenyapkan segala harapan bahagia yang sempat tertata dibenaknya. Tentang keluarga bahagia yang selalu harmonis. Tentang kehangatan yang selalu diberikan ibu dan ayah sambungnya. Dan tentang segala keindahan yang sempat terangkai di kepalanya.

Tapi kini...

Semuanya.... Lenyap dalam satu kali ledakan yang paripurna.

Ayah dan ibunya tertimbun dalam reruntuhan bangunan yang ada di dapur. Sebab efek dari ledakan hanya terjadi pada area dapur.

Tak lama kemudian. Suara sirene ambulan dan polisi pun berdatangan dengan bunyinya yang memekakkan telinga. Sementara Flora masih berdiri mematung di atas tangga dengan tangannya yang memegang erat pada tepian teralis.

Wajahnya sempat tergores oleh serpihan semen dan kaca yang terpental ke arahnya.

Rasanya sakit

Perih

Pedih

Sesak

Dan hancur dalam waktu yang bersamaan.

•••











Ditulis, 25 Agustus 2022

AFTER RAIN [48] | {Completed} (DelShel, ZeeSha, Greshan & CH2) Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt