47• Sebuah Pertolongan

3.8K 142 1
                                    

***

"Siapa lagi sih orang itu? Kok bisa punya foto gue."

Ivory benar-benar tak habis pikir. Lepas dari kandang harimau masuk ke kandang buaya ibaratnya ia sekarang ini.

Sewaktu berjalan, ia tak memperhatikan ke depan dengan benar hingga membuat insiden tabrak menabrak dengan seseorang. Sebenarnya Ivory tak masalah, kan tragedi tak ada yang tahu. Meminta maaf dan menjelaskan sedikit kenapa ia bisa menabrak maka masalah akan menjadi selesai.

Hanya saja permasalahannya dan cara penyelesaiannya jauh dari ekspektasi di dalam kepala. Orang yang ia tabrak bukanlah orang biasa, banyak pengawal yang menjaganya.

Lalu yang paling dikejutkan ada fotonya pada wanita itu.

Membuat suasana semakin runyam, berdiri salah tak berdiri juga malah akan semakin membuat kecurigaan.

Tapi pergi secepatnya merupakan jalur tercepat agar bisa bernapas lega. Dengan sedikit taktik, Ivory berhasil meloloskan diri dari bahaya.

Dan disinilah dia sekarang, duduk di salah satu kursi peristirahatan. Masih ramai orang berlalu lalang, membuat Ivory merasa sedikit aman. Ivory ingin melihat waktu, tapi tak ada jam dan ponselnya tertinggal. Mengecek saku celananya, ada beberapa lembar uang kembalian waktu membayar taksi dari bandara ke rumah sakit.

Apakah Ivory bisa menemukan jalan keluar?

***

"Papa dari mana?" tanya Kastara tiba-tiba saja sudah mendapati papanya-Gama berada di sisi ranjang mamanya-Wina.

Gama tak langsung menjawab, memperhatikan secara mendetail keseluruhan penampilan Kastara.

"Kamu bolos dari kegiatan sekolah ya?" Gama malah bertanya balik.

Kastara mengangguk singkat, tanpa ada niatan untuk menjelaskan alasan.

"Jawab Kasta, Pa." tuntut Kastara masih penasaran alasan papanya pergi ber jam-jam meninggalkan mamanya.

"Hanya urusan kantor," jawab Gama.

Mengalihkan pandangan agar tak bersinggungan mata dengan Kastara yang masih belum puas dengan jawabannya.

"Beneran?"

Kan. Kastara itu jika curiga, pasti selalu tepat sasaran.

"Iya."

Kastara mengangkat kedua alisnya naik, tidak mungkin itu alasannya. "Kasta gak percaya."

"Ya terserah kamu." Gama membalas pendek.

Kastara mendengus. Dasar orang tua tidak peka. Berjalan mendekati sofa lalu mengistirahatkan tubuhnya di sofa empuk tersebut.

Kastara berbaring dengan lengan kanannya sebagai penutup wajah.

"Maafin Papa, Kas."

Gama membatin sendu memandang Sang putra.

Kastara seolah beristirahat tapi tidak dengan isi kepalanya, otaknya memikirkan banyak hal.

Kastara dan segala kecamuknya.

Seolah masalah yang satu belum selesai, muncul lagi masalah baru. Ia rasanya ingin berteriak, ingin berkeluh kesah pada seseorang, ingin merasakan merengek karena sudah lelah dengan semuanya.

"Bagaimana keadaan Ivory?"

Kastara sontak menurunkan lengan yang membantu meredam cahaya. Menatap sekilas pada Gama, lalu kembali meluruskan pandangan ke arah langit-langit kamar.

Tak mendapatkan jawaban dari Kastara. Gama berjalan mendekat. "Kalian berantem?"

Kastara menghela napas pelan. Bahkan Ivory saja enggan mengabarinya.

"Nggak tau," jawab Kastara pendek.

Gama mengerutkan dahi melihat reaksi yang diberikan Kastara.

"Dia sekarang di Australia, kan?"

Kastara berdeham sembari kembali memejamkan mata yang sebenarnya tak mengantuk.

"Belum ada kabar?"

Gumaman kecil menjadi jawaban yang keluar dari mulut Kastara.

Gama mendengus sebal. Jadi dirinya yang tercueki dan terkena kekesalan Kastara.

***


Ivory kehilangan arah. Dia tak tahu kemana tujuannya harus pergi.

Beruntung di sekitarnya masih ramai, jadi Ivory tak perlu terlalu khawatir akan tertangkap.

Kaki Ivory terus melangkah entah akan kemana. Mungkin saja akan menemukan sesuatu.

Ia memekik keras kala tak sengaja bersenggolan bahu dengan seorang perempuan.

"Oh my god! I'm really sorry, it's my fault."

Ivory mendesis pelan. Bahu sebelah kanannya terasa nyeri.

"Lo, sih. Ngapain lari-lari, jadi nabrak orang kan."

Ivory mendengarkan seksama percakapan ketiga orang di dekatnya.

Perempuan yang menabrak Ivory lantas berdiri. "Gue lari juga karena lo berdua, gak usah nyalahin deh."

Si perempuan duduk kembali di hadapan Ivory, mencoba berkomunikasi menggunakan bahasa orang dalam.

"Usulin ke rumah sakit," cetus laki-laki yang berdiri memperhatikan.

Mendengar kata rumah sakit langsung terlintas di benak Ivory tentang papanya.

"Gue gak papa," ujar Ivory membuat ketiga orang tersebut memberikan raut terkejutnya.

"Orang Indonesia?" Perempuan tadi yang bertanya.

Ivory mengangguk. "Tapi, gue boleh minta tolong?"

Anggap saja mereka membalasnya dengan kebaikan karena telah mencederai bahunya. Ingat kan, jika Ivory paling anti dengan balas budi.

"Oke, oke. Kita bantuin, tapi bahu lo kelihatannya sakit."

Ivory menggelengkan kepala. Berdiri dengan sebelah tangan memegangi bahu.

"Gue gak papa, tolong anterin ke rumah sakit ini."

Untung saja alamat rumah sakit tempat papanya sedang dirawat sempat ia catat.

"Bisa, kan?" Ivory menanyakan kejelasan melihat ketiga orang itu hanya saling melempar pandangan.

"Bisa, ayo gue bantu." Tawarkan si perempuan sebuah pertolongan memapah.

"Makasih."

Keempatnya berjalan dengan dipimpin kedua laki-laki yang Ivory tak ketahui namanya.

***

KASTARAWhere stories live. Discover now