Ting

Suara pesan masuk pada ponsel di sakunya membuat Kayla bergerak melihat isi pesan.

Sudah jalan sebulan lebih, dimana janji kamu yang mengatakan akan melunasi uang kontrakan bulan lalu?

Melihat pesan masuk dari si pemilik kontrakan membuat Kayla memijat pangkal hidungnya saat rasa sakit di kepalanya semakin berdenyut hebat. Hal ini yang sejak tadi membuatnya gelisah tidak tenang.

Tadi saya ke rumah untuk menagih, tapi kamu tidak ada. Kalau sampai besok kamu masih belum melunasi nya lebih baik angkat kaki dan pergi. Masih banyak orang yang mau menempati kontrakan itu dan membayarnya tepat waktu.

Cukup sampai disana mata Kayla memanas. Dia benar-benar lelah berpura-pura tegar dan kuat. Saat ini titik terendahnya tengah ia rasakan. Air matanya tanpa sadar sudah berlomba mengalir di pipi. Disaat seperti ini Kayla pasti selalu teringat dengan Mamahnya.

"Kayla boleh ngeluh capek gak sih, Mah? Kayla gak sekuat Mamah yang bisa hidup mandiri dan membesarkan Kayla sendiri" Isaknya pelan.

"Mamah selalu ngajarin Kayla banyak hal. Dari mulai cara masak, menghormati suami, bersabar saat mendapat ujian hidup. Tapi Mamah lupa ngajarin Kayla caranya hidup tanpa Mamah"

Isak tangis itu terdengar semakin pilu dan lirih memelan. Kayla bergerak berbaring bergabung bersama si kembar di atas ranjang dengan tangisnya yang mulai mereda. Ia memejamkan mata tanpa tau jika seseorang dibalik pintu sejak tadi tidak sengaja mendengar ucapannya yang menyayat hati.

Setetes air mata ikut tumpah saat tau jika kehidupan menyakitkan Kayla belum sepenuhnya berakhir. Wanita itu masih butuh perlindungan dan dukungan penuh orang-orang disekitarnya.



°°°°°


"Mamah berangkat duluan ya, Ka. Hari ini kamu jangan terlambat ke kantor buat pengenalan diri sebagai CEO baru di perusahaan" Peringat Vania berjalan terburu-buru keluar rumah. "Jangan lupa juga bangunin Kayla dan anak-anak buat sarapan" Sambungnya berteriak.

Raka yang sejak tadi sibuk memasang dasi hanya bisa menghela nafas jengah. Mamahnya sudah mengatakan hal itu berkali-kali sejak mereka sarapan bersama di ruang makan.

"PAPAH! HIDUNG MAMAH BELDALAH!!"

Teriakan itu mengejutkan Raka hingga lelaki itu menghentikan kegiatannya. Raka segera berlari ke kemar Kayla dan si kembar untuk memeriksa.

Setelah pintu terbuka mata Raka membulat lebar melihat Eca dan Eza sama-sama menangis memeluk Kayla yang terbaring pucat di atas ranjang.

"J-jangan nangis sayang... Bunda baik-baik aja" Lirih Kayla mengelus pipi anak-anaknya lembut.

"Bunda bohong!" Seru Eca. "Kalau Bunda baik kenapa hidung Bunda beldalah?"

Raka meraih tisu di atas nakas lalu mendekat ke ranjang berniat membersihkan darah yang mengalir di hidung Kayla. Eza dan Eca yang mengerti ikut menyingkir duduk di sisi lain Kayla agar Raka mendapat ruang untuk menangani Bunda mereka.

"Kenapa bisa sampai kayak gini? Kamu pasti kecapean" Ucap Raka dengan nada terselip rasa khawatir di sana.

"Aku cuma lagi gak enak badan, Ka. Gak–"

"Jangan bohong, Kay!" Marah Raka. "Kalau lagi gak baik-baik aja apa susahnya jujur? Kita pernah hidup bersama selama bertahun-tahun. Semua yang terjadi sama kamu termasuk kebiasaan kamu aku bisa tau"

BROTHER BUT MARRIAGE "BBM" [SUDAH TERBIT]Where stories live. Discover now