"Kamu tau kenapa kamu masih dikasih kesempatan hidup setelah sebelumnya hampir pergi?" Tanya Kayla.

Raka mengangkat pandangannya menatap Kayla. "Karena masih banyak hal yang harus aku perbaiki. Tuhan mau aku jadi orang yang lebih baik dulu sebelum akhirnya benar-benar balik ke Dia, kan?"

"Bisa bijak juga ternyata ya kamu" Kayla sedikit terkekeh. Melihat wajah Raka yang begitu memelas dan serius membuatnya sulit menahan tawa.

Untuk pertama kalinya setelah bertahun-tahun Raka berhasil membuat senyum indah terukir di wajah Kayla. Mata lelaki itu memanas merasa sangat terharu dan bahagia bisa menjadi alasan Kayla tertawa.

"Jaga senyumnya, Kay"

Kalimat lirih yang terdengar pelan itu terlontar begitu saja dari mulut Raka membuat Kayla tertegun menatap sang mantan suami dengan alis menyatu. "Kamu bicara sesuatu?"

"E-enggak, aku gak bicara apapun. Kamu salah denger mungkin" Elak Raka.

Tidak ingin terlalu pusing memikirkan hal itu Kayla hanya mengangguk. "Aku ke kamar dulu bangunin anak-anak. Udah malem kami harus balik"

"Kenapa gak bermalam disini aja? Kasian mereka pasti tidurnya keganggu kalau kamu bangunin"

"Gak enak sama tetangga, kita udah bukan lagi sepasang suami istri"

"Sejak kapan Kayla yang aku kenal terlalu mikirin penilaian orang?" Raka tertawa pelan. Sepertinya Kayla melupakan sesuatu, pikirnya.

"Kamu lupa dulu waktu aku suruh kamu lanjut kuliah biar gak dipandang rendah, tapi kamu nolak? Dan kamu bilang hidup gak harus selalu tentang penilaian orang selagi kita gak melakukan hal yang jahat, kotor, ataupun merugikan orang lain"

"Dan kamu masih inget hal itu?" Tanya Kayla tidak percaya.

"Why not? Itu juga ilmu buat aku" Raka beranjak berdiri meraih beberapa gelas kosong di atas nampan. "Kamu bisa tidur di kamar bareng anak-anak. Biar gelas ini aku aja yang cuci"

"Enggak, kamu belum bener-bener pulih"

"Ngelakuin aktivitas juga dibutuhkan dalam proses pemulihan. Kalau tidur terus badan aku makin lemes, Kay"

"Beneran?" Tanya Kayla ragu. Pasalnya selama menjalani rumah tangga dulu jarang sekali Raka berhasil mengerjakan pekerjaan rumah. Jika tidak piring yang pecah, maka makanan hasil masakannya yang gosong.

"Bukan suami idaman ya? Aku tau isi pikiran kamu" Kekeh Raka membuat mata Kayla sedikit membulat lebar terkejut. "Setidaknya selama kamu pergi aku latihan dan berusaha untuk mandiri. Jadi hal kayak gini udah biasa aku lakuin"

Raka hendak melangkah pergi, namun sebelum berhasil melangkah ada sesuatu yang mengganjal penglihatannya. Ia berbalik badan menatap Kayla dengan raut cemas.

"Kay, kamu sakit?" Tanya Raka khawatir mendekati Kayla.

Yang ditanya hanya menggeleng pelan. "Enggak, siapa yang sakit?"

"Itu wajah kamu pucet" Disaat seperti ini bahkan Kayla masih sempat menyembunyikan rasa sakitnya. "Istirahat sana. Buruan" Titah Raka tegas tidak ingin dibantah.

"Iya" Balas Kayla singkat mengangguk patuh lalu melangkah ke kamar.

Sejujurnya dia memang merasakan denyutan di kepalanya yang ia tahan sejak tadi. Mungkin akibat kelelahan dan kurang tidur selama menjaga Raka di rumah sakit. Atau mungkin juga karena ada sesuatu yang sejak tadi tidak berhenti menghilang dari kepalanya. Kayla benar-benar pusing saat ini.

Setibanya di kamar wanita itu duduk di pinggir ranjang mengelus puncak kepala Eza dan Eca bergantian yang terlihat menggeliat pelan merasakan elusannya. Setiap kali Kayla hendak mengeluh lelah pada kehidupan dan takdir nya anak-anak nya selalu menghapus rasa lelah itu dan membuat semangat Kayla kembali lagi untuk menjalani hidup.

BROTHER BUT MARRIAGE "BBM" [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang