DEEP [TUJUH PULUH TIGA]

Comincia dall'inizio
                                    

Abel memutuskan untuk rebahan di kursi taman belakang. Ia melirik jam tangan yang melingkar manis. Jam setengah 4 sore. Abel tahu bahwa Dekka tidak ada di rumah. Satpam rumah Dekka juga mengatakan bahwa mungkin saja Dekka baru pulang dari kantornya jam 4 sore.

Sedangkan di lain tempat, Dekka sedang sibuk menandatangani berkas-berkas penting di atas mejanya. Semenjak kemarin berkas-berkas itu mengantri untuk di tandatangani. Ia dengan cermat membaca berkas-berkas di depannya sebelum di tandatangani. Akan tetapi tiba-tiba suara telpon mengintrupsi pekerjaannya.

Dekka segera mengangkat telfon tersebut. Siapa tahu itu telfon dsri koleganya atau kabar penting lainnya.
"Hallo Mas Dekka?"  suara dari seberang sana

"Halo Pak? Gimana?"

"Ini Mas, di rumah ada yang nunggu Mas Dekka pulang."

"Siapa pak?"

"Mbak Abel Mas. Sudah sejak tadi."

Deg!

Jantung Dekka nyaris mencolos dari tempatnya. Nama itu. Apa tidak salah dengar?

"Mas? Mas Dekka?"

"Saya gak salah denger kan Pak?"

"Endak Mas. Iya ada mbak Abel."

"Ya sudah Pak saya sebentar lagi pulang,"

Dekka meletakkan handphonenya dengan tangan gemetar. Kakinya lemas seperti jelly. Dekka tidak tahu ingin berkata apa lagi. Gadis kecilnya kembali. Gadis kecilnya ada di rumahnya. Lagi.

Permainan semesta apa lagi ini? Mengapa Tuhan mengirimkan gadis kecilnya lagi setelah mati-matian dia melupakan semua? Setelah segalanya telah jelas? Atau apakah memang ada yang belum diselesaikan?

Kepala Dekka mendadak berdenyut. Segala tanda tanya menghujami otaknya dengan sadis. Ia langsung menyambar kunci mobilnya dan bergegas pulang. Dekka tidak ingin gafis itu menunggu dirinya terlalu lama.

Sekitar dua puluh menit kemudian, Dekka sampai di rumahnya. Ia masih berdiri di depan pintu. Ditariknya napasnya dalam-dalam dan dihembuskannya pelan-pelan. Hatinya harus siap untuk segalanya. Untuk segala yang akan dibicarakan atau diungkapkan Abel. Untuk segala akhir yang memang benar-benar berakhir nantinya. Dekka harus siap. Yah. Harus.

Ia melangkah memasuki rumahnya. Dekka pikir ia akan menemukan Abel di ruang tamu, nyatanya tidak. Dekka menaiki tangga menuju kamarnya. Karena biasanya Abel tidur di sana, dulu sewaktu Abel selalu menunggu Dekka pulang dari sekolah atau nongkrong. Akan tetapi hasilnya nihil. Dia sama sekali tidak menemukan Abel di sana.

Tiba-tiba Dekka ingat satu hal. Tempat favorit Abel. Taman belakang. Dekka setengah berlari menuruni tangga dan menuju ke taman belakang. Langkahnya berubah menjadi pelan kala Dekka melihat seseorang tengah tertidur manis di sebuah kursi panjang dengan mawar merah digenggamannya.

Dekka mendekati kursi panjang itu. Dengan langkah pelan ia setengah berkongkok di samping kursi panjang.
Tes.

Cairan bening tanpa sadar menetes begitu saja membasahi pipi Dekka. Sudut-sudut bibirnya mulai terangkat pelan. Perasaan haru mulai menjalar pelan ke hatinya, ke seluruh sistem imunnya.

Abel. Ia melihat malaikat kecilnya lagi. Dekka melihat Abel lagi bahkan dari jarak sedekat ini. Setelah bertahun-tahun perasaan ini akhirnya kembali lagi memenuhi hati Dekka.

Dekka membelai pipi Abel pelan. Gerakan tersebut membuat Abel menggeliat dan perlahan membuka matanya.

Deg!

-DEEP-Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora