Chapter 6

288 9 0
                                    

Dua orang tengah duduk ditaman yang bisa dibilang jauh dari keramaiaan.Mereka sedari tadi tak membuka sepatah katapun.Namun tristan tau parisya sedang menangis.
Meski ia mencoba meredam suaranya dan juga rambutnya yang menutupi wajahnya.Namun bahunya tetap saja bergetar.

Tristan mengulurkan sapu tangannya.

"Pakailah!.Meski aku tak bisa melihat wajahmu,tapi pasti kau terlihat jelek saat menangis."

Entah angin apa yang membuat tristan berkata seperti itu.Yang pasti ia tak tahu harus bagaimana.Dan dirinya tidak memikirkan bagaimana gadis itu akan menangkap ucapannya.Akhirnya ia mengutuk dirinya sendiri karena mengatakan sesuatu yang pastinya tak pas untuk dikatakan disituasi seperti ini.Namun gadis itu menerima sapu tangannya.
Tentunya itu membuat tristan lega dan sedikit senang.

"Apa.Apa kau terluka?"

Argh..Bodoh.bodoh.Pertanyaan apa yang kau tanyakan idiot.Tentu saja dia terluka,apa kau tidak menggunakan matamu hah?,tidak.
apa kau tidak menggunakan otakmu untuk berpikir hah...dasar bodoh

Tristan terus merutuki pertanyaan konyolnya sendiri.Untung saja dia hanya mengumpat dalam hatinya sambil memukul pelan kepalanya sendiri.

"Tak perlu dijawab",tambah tristan yang sudah terlanjur malu.

Argh sial.maafkan aku.Aku biasanya tak bersikap seperti ini,ucap tristan lagi.Dirinya tidak pernah semalu ini dalam berbicara dengan seseorang.

Apa ini,kenapa aku malah terkesan mencari pembenaran.Argh..ibu tolong aku,batin tristan lagi.Dia sudah sangat malu hingga menutup wajahnya sendiri seakan itu bisa menyembunyikan kekonyolan dirinya.Bahkan dia sempat berpikir ingin menghilang saja.

"Terimakasih."

Eh,dia mengatakan sesuatu,batin tristan sambil menurunkan telapak tanganya yang menutupi wajahnya.
Dia cukup tercengang dibuatnya.

Tapi,suaranya manis juga,batin tristan.Entah kenapa tristan tersenyum mendengar ucapan parisya.Itu berarti ia sudah tidak menangis lagi.Tapi pandanganya terhenti dilutut parisya yang masih mengeluarkan darah.

"Tunggu sebentar,aku akan segera kembali.",pinta tristan sambil tiba-tiba pergi dengan cepat entah kemana.

Beberapa menit kemudian tristan kembali sambil membawa plastik berisi obat.Ia menuangkan obat merah pada kapas dan bersiap membersihkan luka parisya.Namun parisya menggerakan lututnya menjauhi tristan.Dia terlihat memberi jarak padanya.

"Kenapa?apa kau keberatan?",tanya tristan yang sedang berjongkok.

"Ti-tidak.Hanya.hanya saja...",ucap parisya ragu namun membuat tristan tersenyum tipis.Dengan sangat hati-hati ia membersihkan luka parisya kemudian menutupnya dengan plester.Tak jarang ia sambil meniup pelan untuk mengurangi rasa sakit.Sedangkan parisya hanya menatapnya dari balik rambut panjangnya.Tristan beralih duduk dikursi lagi.

Berikan tanganmu!,pinta tristan dengan ramah.Parisya dengan ragu-ragu mengulurkan tanganya.
Terlihat luka ditelapak tangannya.
Tristan menerimanya dan melakukan pengobatan dengan cara yang sama.

Selesai untunglah tidak ada yang serius.Melihat ada luka lain,
sepertinya baru-baru ini kau juga terluka,ucap tristan sedikit penasaran.Melihat reaksi parisya yang diam saja membuat tristan tersadar.

Maafkan aku,aku terlalu ikut campur. Kau tidak harus menjawabnya,ucap tristan sedikit tidak enak.

"Tidak masalah.Terimakasih",ucap parisya

Tristan tersenyum karena kalimat parisya lebih panjang daripada yang tadi.Tapi matanya tertuju pada sapu tangannya yang terdapat noda darah.

"Tunggu dulu!"

MY LITTLE SECRET Where stories live. Discover now