Cold but Sweet [Special White Day]

49 9 5
                                    

Yo! Happy White Day!! Walau telat sehari/plakk.

Langsung aja~

Let's Start!!

=~=~=~=~

Gadis bersurai {Hair Colour} itu berjalan riang kesana-kemari, membuat pemuda bersurai hijau itu menghembuskan nafas untuk yang kesekian kalinya.

"Jangan lari nodayo. Kau bisa jatuh dan kau juga bukan anak kecil nanodayo." Entah sudah berapa kali ia mengatakan hal itu hari ini.

Kalau saja ini bukan kemauanーlebih tepatnya paksaanーdari kekasihnya,  Midorima tidak mau ikut bersusah payah menembus kerumunan pejalan kaki ini.

"Shin! Ke sini sebentar!"

Midorima terpaksa mengikuti langkah kecil kekasihnya itu dan ternyata membawanya ke depan sebuah toko sayur dan buah-buahan.

"Mau beli apa nodayo?"

{Your Name} berbalik lalu menaruh labu oranye besar tepat di depan wajahnya. "Halo. Aku Midorima Shintaro nodayo~ Yoroshiku~" ledek {Your Name} sambil menirukan suara dan logat khas Midorima.

Perempatan merah imajiner muncul di pipi Midorima, "Yamero."

{Your Name} terkekeh. Ia kemudian menurunkan labu oranye itu dan menatapnya sambil tersenyum, "Labu ini sangat mirip denganmu, Shin."

Disisi lain, Midorima tersinggung berat. Sudah banyak julukan yang orang lain berikan untuknya. Salah satunya adalah labu oranye. Tapi Midorima tidak pernah sangka bahwa julukan itu akan diucapkan langsung oleh kekasihnya sendiri.

"Apanya yang mirip nodaー"

"Oh! Ada yang kurang!"

Midorima menelan kembali ucapannya saat {Your Name} tiba-tiba menghampirinya lalu melepas kacamatanya setelah sebelumnya berjinjit dengan susah payah.

{Your Name} kemudian mengangkat labu oranye nya tinggi-tinggi sambil berkata, "Sekarang dia mirip Shintaro beneran!!"

"Kubilang hentikan nodayo!" Bentak Midorima. Ah, dia sudah pusing menghadapi tingkah kekanakan kekasihnya ini.

Kalau dipikir juga, kenapa Midorima mau menjadi kekasihnya ya? Secara {Your Name} benar-benar jauh dari tipe nya.

"Maaf..."

{Your Name} mengembalikan kacamata Midorima ke tempatnya semula lalu berjalan kembali ke rak dimana ia menemukan labu oranye itu.

Midorima kembali menghela nafas. Ia membetulkan kacamatanya yang sedikit miring lalu menyusul {Your Name}. Midorima bisa melihat jelas dari sudut kacamatanya bahwa {Your Name} tengah mengerucutkan bibirnya sambil menatap sendu labu-labu oranye yang tertata rapi di hadapannya.

"Kalau kau mau, beli saja nanodayo." Ujar Midorima. Ia pura-pura sibuk melihat-lihat sayuran lain supaya {Your Name} tidak melihat wajahnya yang merona ini.

"Yuk. Pulang." Ucap {Your Name} yang tiba-tiba muncul di samping Midorima.

Manik hijau yang tersembunyi dibalik kacamatanya itu nampak membulat, terkejut akan kehadiran sang kekasih yang tiba-tiba itu. Sekarang matanya beralih pada kantung plastik putih di tangan kanan {Your Name}. Tangan mungilnya nampak bersusah payah menggenggam plastik putih yang kelihatan berat itu.

"Biar aku saja yang bawa nodayo."

Midorima pun mengambil alih plastik itu dan menentengnya bersama dengan barang belanjaan lainnya. Tangan lainnya yang kosong Midorima gunakan untuk menggenggam tangan {Your Name}. Menggenggamnya erat supaya ia bisa tetap memastikan bahwa kekasih tercintanya itu baik-baik saja.

×××

Midorima membatalkan niatnya untuk beranjak dari pagar rumah {Your Name} saat kekasihnya itu memanggilnya. Midorima terpaksa menoleh kembali dan dikejutkan dengan sodoran plastik putih tepat di hadapannya.

"Ini... Apa nodayo?" Tanya Midorima bingung.

"Jangan banyak tanya. Ambil saja." {Your Name} menaruh paksa plastik putih itu ke genggaman Midorima. Ia kemudian tersenyum sebelum perlahan berjalan mundur memasuki rumahnya.

"Bikin yang manis dan bagus ya! Aku sangat berharap padamu!" Ujarnya sebelum akhirnya ia benar-benar masuk ke rumah dan meninggalkan Midorima yang masih terdiam di depan pagar.

"Manis dan bagus? Apa maksudnya nodayo?"

Midorima tidak mau mengambil pusing. Ia segera beranjak pulang ke rumahnya. Yang ia pikirkan sekarang adalah mengejar waktu belajar yang sempat ia tunda.

Midorima merenggangkan tubuhnya yang kaku karena terus duduk lebih dari dua jam. Ia melirik ke arah jam dinding yang tergantung di atas pintu kamarnya itu. Pukul sembilan. Ia mulai memanggil kedua orang tuanya. Namun sama sekali tidak ada jawaban. Ia menghela nafas. Lagi-lagi orang tua nya sibuk mengurus rumah sakit tanpa melihat jam.

黒子のバスケ One Shot!! [END]Where stories live. Discover now