A Dream (Aomine x Readers)

54 8 5
                                    

*Warn! Mungkin terdapat beberapa typo*

Enjoy~

=~=~=~=~

Hari itu aku bermimpi, aku berada di sebuah rumah yang minimalis dan sederhana. Aksesoris di dalamnya sangat tradisional dan klasik tapi tersirat penuh makna. Suasana bahagia dan menyakitkan disaat yang bersamaan menyeruak dari dada. Sesak tapi entah kenapa rasanya aku merindukan rasa sesak ini.

Saat aku berjalan memasuki ruang tengah, banyak foto-foto keluarga terpajang di dinding. Wajah dalam foto tak ada satupun yang bisa kulihat. Semuanya buram seakan aku memang tidak diperbolehkan untuk melihatnya. Hingga saat aku memasuki ruang keluarga, aku sadar akan atensi sebuah foto berbingkai yang berdiri di atas nakas depan TV.

Tanganku terulur untuk mengambil foto dalam bingkai itu. Wajah sepasang pengantin yang dibalut dress putih itu sama sekali tidak buram sehingga aku bisa melihat dengan jelas wajah sepasang pengantin itu.

Mataku membulat. Tak salah lagi, itu adalah foto pernikahanku bersama dengan Aomine Daiki, orang yang paling kucintai namun dengan tega berkhianat dibelakang ku.

Aku berpikir, 'Bagaimana bisa foto ini ada disini? Padahal aku kan sudah menaruh semuanya di gudang bawah tanah'

Tiba-tiba aku mendengar suara dengkuran halus. Sangat halus sampai rasanya menjadi melodi paling indah yang pernah ku dengar. Perlahan aku menoleh dan mendapati dirinya. Orang yang selama ini berusaha ku lupakan namun nyatanya tidak bisa ku lupakan walau kini aku sudah menemukan penggantinya.

Ia sedang asyik terbaring di lantai. Kedua manik sebiru langit malam itu bersembunyi dibalik kelopak matanya. Ia mendengkur halus seiring oksigen keluar masuk organ pernapasan nya.

Ah... Sudah lama rasanya aku tidak melihat hal ini. Biasanya aku selalu mendapatinya masih terlelap disampingku saat aku bangun di pagi hari.

Ku taruh foto berbingkai itu kembali pada tempatnya, lalu perlahan aku berjalan menuju ke arahnya. Semakin dekat hingga aku bisa melihat wajah tidurnya yang sangat damai. Rasa bahagia, rindu namun sesak, bercampur menjadi satu sampai aku harus meremas ujung bajuku untuk menahan agar emosiku tidak terlalu berlebihan.

Degup di jantungku semakin keras. Aku sampai khawatir jika jantungku sewaktu-waktu bisa melompat keluar. Keringat menetes dari dahiku.

Aku bimbang.

Aku ingin sekali menyentuhnya, sekali saja karena aku benar-benar merindukannya sejak terakhir kali kami saling berpelukan 5 tahun lalu. Tapi di sisi lain aku tahu bahwa aku tidak boleh lagi menyentuh seseorang yang sudah bukan milikku. Lagipula aku sudah menjadi milik orang lain. Sebegitu egoisnya diriku ingin memilikinya lagi setelah apa yang dia lakukan padaku dan {Son's name}.

Tapi aku tidak peduli. Ini mimpi kan?
Jadi harusnya aku boleh melakukan apapun yang aku inginkan karena ini hanyalah imajinasiku. Imajinasiku yang terlalu merindukan dirinya.

Aku mencoba membuang semua rasa malu ku lalu aku langsung menghempaskan tubuhku ke atas tubuhnya, mendekapnya erat dari belakang.

Aku bisa merasakan ia terkejut lalu terbangun dan merubah posisinya menjadi duduk. Tapi aku tetap tidak mau beranjak. Aku tetap memeluk perutnya dengan erat. Setidaknya di mimpi ini walau sebentar, aku tidak ingin membiarkannya pergi lagi meninggalkanku seperti 5 tahun lalu.

Tiba-tiba aku merasakan usapan lembut di puncak kepalaku. Rasa hangat menyeruak dari dalam dadaku. Ah, sebegitu rindu nya aku padanya ya sampai usapan lembut di kepala saja sudah membuatku seakan melayang sampai ke surga.

"Kupikir siapa. Kau mengagetkanku loh. Kau baik-baik saja?"

Suara bariton yang sangat sangat ku rindukan kini dapat kudengar lagi dengan sangat dekat.

Ah, aku berharap mimpi ini tidak akan berakhir.

"Hei aku bertanya, kenapa diam saja?"

Tanpa kusadari, liquid hangat melesat keluar dari kelopak mataku. Aku semakin mengeratkan pelukanku pada perutnya. Ah... Rasanya sekarang aku menjadi wanita rendah karena seakan sedang memohon padanya agar tidak pergi lagi dari hadapanku.

"Aku tidak akan pernah bisa baik-baik saja sejak kau pergi dari hidupku, tahu. Hiks."

Tangisku semakin menjadi sampai aku tidak sadar kalau aku sudah terisak dalam pelukannya.

Ya, dia memelukku. Ah... Dekapan hangat yang sangat sangat ku rindukan. Aku bisa merasakan degup jantungnya dan wangi piyamanya. Memori waktu aku masih bersamanya terputar kembali.

Hingga ia melepaskan pelukan kemudian memegang kedua pipiku dan memaksaku untuk memandangnya. Aku bisa melihat wajah itu, wajah yang sangat sangat ku sukai. Mata sipit yang memandangku teduh serta lengkungan senyum tipisnya. Bolehkah aku mengusap pipi nya walau sebentar? Aku bahkan hampir lupa betapa halus pipinya itu.

黒子のバスケ One Shot!! [END]Where stories live. Discover now