Long Time No See, Taiga (Kagami x Readers)

55 6 3
                                    

Heyyo! Kenken back walau lama banget back nya Yo!/plakk

Kali ini bawa si bakagami tapi kali ini sepenuhnya pakai Reader POV jadi Kagami nya gak muncul terlalu banyak.

Yosh! Enjoy it~

=~=~=~=~

Gelap. Dingin.

Hanya cahaya redup dari lampu penerangan jalan yang menemaniku. Di sini, di tempat yang tidak kukenal.

Aku lihat ada sebuah minimarket disana. Aku memutuskan untuk pergi ke sana daripada berdiam diri sendirian dibawah lampu penerangan jalan ini.

Belum sampai di minimarket itu, seorang ibu-ibu menyapaku. Ia mengajakku bicara banyak hal seakan kami sudah pernah bertemu sebelumnya.

Jujur saja, aku tidak mengerti apa yang dibicarakannya. Dia berkata kalau aku adalah murid pindahan yang paling pintar dari sekolah dasar xx. Sepertinya ibu ini salah orang. Aku kan sudah sekolah menengah, bukan lagi anak sekolah dasar.

Tapi perkataan ibu itu tidak lagi kudengarkan saat aku melihat siluet seseorang yang sangat ku kenal. Siluet anak laki-laki dengan rambut berwarna merah kehitaman.

Setelah mengatakan permisi pada ibu itu, aku segera menyusulnya. Kupanggil namanya berulang kali, berharap dia dengar dan berhenti.

"Taiga! Taiga!"

Sial. Dia terlalu cepat!
Aku menghentikan langkahku saat aku berbelok ke arah dia menghilang dan kudapati dia tengah berdiri di bawah lampu penerangan jalan yang lebih terang dari sebelumnya.

Dengan nafas yang masih terengah aku berjalan perlahan dan menghampirinya. Perasaan senang menyelusup ke dalam dadaku. Sudah berapa tahun aku tidak bertemu dengannya? Setelah kelulusan sekolah dasar hari itu, aku tidak pernah bertemu dengannya lagi.

Ah mungkin ini hanya mimpi. Sebab Taiga yang kulihat masih tetap sama seperti dulu. Masih kecil, imut dan menyebalkan. Aku bahkan terlihat seperti kakaknya jika berdiri bersampingan seperti ini. Tapi aku tidak peduli.

Aku meraih puncak kepalanya lalu mengusapnya pelan. "Lama tidak bertemu ya, Taiga."

Ia menoleh lalu menatapku. Sesaat ia terkejut namun ia segera memasang senyumannya dan mengangguk. "Iya."

Ah... Suara ini... Suara paling menyebalkan yang sangat kurindukan... Aku sangat senang bisa mendengarnya kembali.

"Berapa tahun ya kita tidak bertemu? Tapi sepertinya tidak ada yang berubah darimu. Kau tetap pendek dan menyebalkan seperti dulu hahaha."

Ini adalah ejekan pertamaku setelah sekian lama tidak bertemu dengannya.
Jahat ya... Tapi bukan Aku dan Taiga namanya jika tidak saling mengejek.

"Dan kau tambah tinggi. Sekarang malah seperti tante-tante."

"Sembarangan kalau ngomong! Aku bisa mengangkatmu dan melemparmu kemana saja karena aku lebih tinggi darimu ya!" Aku mencubit pipinya dan dia meringis.

Ya ampun, sekarang dia malah mirip seperti adik laki-lakiku.

Aku melepas cubitan lalu menghela nafas sebelum memulai pembicaraan yang agak serius.

"Sekarang kau bagaimana? Apa kau baik-baik saja?"

"Ya, aku baik."

"Bagaimana keadaan adikmu?"

"Dia juga baik dan sangat akrab dengan ibu baruku."

Aku tersentak sedikit. Yah, aku sudah tahu informasi itu sejak lama. Saat kami menginjak kelas empat sekolah dasar, aku dapat kabar duka darinya. Ibunya tiba-tiba meninggal dunia padahal dua Minggu sebelumnya ibuku masih bersenda gurau dengan ibunya.

Tiga hari setelah kepergian ibunya dan Taiga kembali masuk sekolah, Taiga malah diejek oleh teman sekelas kami karena sekarang Taiga tidak punya ibu seperti yang lain.

Saat aku melihat bulir bening itu jatuh dari kelopak matanya, dadaku sesak entah kenapa, lalu aku memarahi semua anak yang mengejeknya. Mulai hari itu, aku mulai menyemangatinya dan mencoba mengejeknya kembali agar keakraban kami yang sempat renggang bisa kembali lurus.

Kabar soal ayahnya yang menikah lagi pun sudah diketahui seluruh penjuru sekolah kami pada saat itu. Ia terlihat senang walau kesedihan masih jelas terlihat di wajahnya. Tapi aku senang, sedikit demi sedikit ia mulai mengikhlaskan kepergian ibunya.

"Lalu hal apa yang membuatmu kembali? Bukannya kau bilang setelah kelulusan kau akan tinggal di Amerika?"

Ya, dia memang pernah bilang padaku beberapa bulan sebelum hari kelulusan, kalau dia akan pindah ke Amerika dan menetap disana. Keberadaannya yang sekarang berada di depan mataku membuat pikiranku sukses bertanya-tanya.

"Aku hanya sedang mampir saja."

"Lalu apa kau akan kembali ke sini? Kalau begitu, aku bisa bertemu denganmu lagi dong?"

Wajah ceria dan harapanku seketika musnah saat dia menjawab pertanyaanku.

"Maaf, aku tidak akan bisa bertemu denganmu lagi."

Wajah ceria yang sempat ku pasang beberapa menit yang lalu tergantikan olah wajah yang aku bahkan tidak tahu bagaimana mendeskripsikannya. Yang kurasakan adalah rasa sesak yang perlahan menyelusup ke dadaku.

"Apa maksudmu?"

Ia tidak menjawab. Ia malah mengambil posisi berdiri di belakangku lalu menyenderkan kepalanya ke punggung ku. Kudengar isakan kecil darinya. Dia nangis?

"Maaf, aku tidak akan bisa bertemu denganmu lagi. Maaf."

Semakin kencang tangisnya, semakin bisa kurasakan bulir-bulir hangat itu meresap ke baju ku. Dadaku sakit sekali rasanya melihatnya menangis seperti ini.

Aku tahu Taiga itu cengeng, tapi dia tidak seperti ini, menangis hanya karena hal sepele.

"Kenapa kau menangis, bodoh? Memangnya aku mengerti kalau kau hanya menangis?"

Liquid bening yang berusaha ku tahan sejak tadi sudah tidak ku pedulikan. Baka Taiga. Ingin rasanya aku memarahinya karena ia sudah membuatku ikut menangis, tapi aku tidak bisa.

Kesunyian itu dipecahkan oleh suara tangis kami. Hingga Taiga menghentikan tangisnya lebih dulu kemudian ia berdiri di hadapanku lalu berjinjit dan menghapus air mataku.

Aku langsung tersadar dan menyeka semua air mataku dengan cepat. "Maaf, aku harus pulang." Ucapku. Entah pulang kemana yang ku maksud. Toh aku sendiri tidak tahu aku sedang berada dimana sekarang.

Tapi sebenarnya aku hanya ingin pergi darinya. Melihat wajahnya serta perkataannya yang masih terngiang di telingaku bahwa dia tidak bisa bertemu denganku lagi, membuat dadaku semakin sesak rasanya.

"Kalau begitu, biar aku antar kau pulang."

Aku tersentak, "tidak perlu. Aku bisa pulang sendiri."

"Tidak apa. Aku akan mengantarmu."

Kenapa dia memaksa sekali?

Aku menghela nafas lelah. Dia memang tidak pernah berubah. Selalu menyebalkan. Dan aku tidak bisa menolaknya. Sebab aku sendiri tidak tahu harus pergi kemana.

Cahaya matahari yang semakin lama semakin meninggi sangat menyilaukan mataku. Aku menghentikan langkah karena semakin cahaya itu memasuki retinaku rasanya semakin sakit. Tapi kulihat Taiga tetap jalan. Cahaya itu seolah menghisap Taiga hingga ia menghilang dan aku pun terbangun dari tidurku.

Seperti dugaanku. Tadi hanyalah sebuah mimpi. Mimpi yang terlalu nyata. Rasa sesak di dada ini masih ada. Bahkan... Aku tidak sadar kalau aku benar-benar menangis dalam tidurku.

Tapi seperti mimpi yang hanya bunga tidur. Aku berharap perkataan Taiga tadi juga hanyalah kebohongan. Kebohongan bahwa kami tidak akan pernah bisa bertemu kembali.

"Aku merindukanmu, Baka Taiga."

=~=~=~=~

Fyi, ini sebenarnya adalah pengalaman Ken sendiri yang tiba-tiba memimpikan teman semasa SD, padahal gak mikirin orang itu sama sekali wkwkwk.

Karena menarik jadi Ken masukin ke sini aja deh.

Btw Angst nya gak berasa ya? Hampir lupa cara bikin Angst aku tuh /cry
Saking banyaknya yang dilakukan sampai kadang lupa hal apa yang sering dilakukan dulu hiks.

Maa, tapi Kenken berterimakasih sekali lagi sebab Reader-tachi masih mau setia nungguin buku ini up (≧▽≦)

Jaa, See you in next part!

KenKen✨

黒子のバスケ One Shot!! [END]Where stories live. Discover now