67: On The Way To The Shore...

1.6K 73 2
                                    

Takumi dan para pengendali elemen berjalan menyusuri pinggiran jalanan Pyrrestia yang sepi. Sekarang tengah malam. Obor-obor menerangi langkah mereka, tetapi itupun belum cukup. Langit malam yang kelam seolah menghimpit mereka erat-erat.

Setelah Takumi mengembalikan kuda terbang tersebut pada Hide, dan setelah Hide memberikan mereka dua botol air, dua kotak makanan, dan tujuh sabuk penahan senjata pemberian Maurice, mereka melanjutkan perjalanan yang seolah tidak pernah berakhir. Di kanan-kiri jalanan, terdapat gugusan rumah-rumah penduduk dan toko-toko, semuanya terkunci dengan tirai tertutup. Di sela-sela rumah-rumah mewah tersebut, rumah-rumah yang lebih kecil menjamur—tempat rakyat yang lebih miskin dan lemah tinggal. Genma menelan ludah menatap siluet-siluet falcon di balik jendela rumah-rumah tersebut. Andaikan ada sesuatu yang bisa ia lakukan pada mereka....

“Meriamnya,” bisiknya tiba-tiba. Detik-detik terakhir Aloysius bertahan di dunia terekam jelas dalam ingatannya. Ia ingat pria itu melontarkan meriamnya ke.... ke satu titik di kejauhan, entah di mana.

“Suara ledakan itu?” celetuk Higina. “Itu suara meriam?” Gadis itu bertukar pandang dengan Tabitha dan Metsuki, yang hanya membalasnya dengan ekspresi ‘maksudmu?’.

“Ya,” Genma mengetatkan rahangnya. “Űbeltat. Itu meriam yang sama yang menumbangkan pohon di Etheres. Ledakan kali ini mengarah ke titik yang lebih jauh dari Etheres... kira-kira.”

“Gaelea,” Sakura berpikir-pikir, matanya menerawang pada pelangi abadi yang samar-samar terlihat di langit sebelah barat. “Tapi itu jauh sekali. Jenis bola meriam mana yang bisa terlempar sejauh itu?”

Mereka terdiam sejenak. Suara jangkrik memenuhi jalanan yang sunyi. Selain barisan rumah-rumah dan obor-obor, jalanan ini juga disemarakkan oleh semak-semak hijau berbunga di pinggir jalan. Bunga-bunga tersebut terlihat suram dan layu dalam kegelapan malam.

“Kalian lupa, ya,” tawa Takumi memecah kesunyian mereka. “Tempat ini, ‘kan, berbeda dengan Fukui. Segala hal yang tidak masuk akal bisa terjadi di sini.”

Genma tersenyum sinis. Langkah mereka pelan dan hati-hati karena Rira masih bergantung pada lengan Takumi dan Genma, belum sadarkan diri. Perjalanan mereka bertambah lama karenanya. Pemuda itu tertunduk, napasnya turun-naik dengan lemah—meskipun denyut nadinya sudah normal dan kulitnya tidak terlalu pucat lagi—tetapi masih pucat.

“Jadi Anda sudah mulai terbiasa, hmm, Yang Mulia?” sindir Genma.

Takumi membalas sindirannya dengan anggukan samar. “Yap. Maksudku... aku pernah memahami dunia ini, dulu. Apa susahnya mencoba memahaminya lagi?”

Tanpa sepengetahuan pemuda itu, hati para pengendali elemen—kecuali Rira—menghangat. Takumi mulai terdengar dan bersikap seperti teman yang mereka kenal sebelumnya. Sederhana, agak keras kepala, dan sedikit arogan—penuh penghormatan terhadap orang lain dan memercayai para pengendali sebagai temannya, bukan... yah, bukan pengendali elemen. Itupun sudah cukup.

“Tempat apa lagi setelah ini?” celetuk Tabitha, diikuti meongan pelan Metsuki. “Kita sedang berjalan ke arah... barat laut. Setelah ini, laut. Kalau kita memutari pinggiran Pyrrestia sampai ke ujung barat daya, kita akan kembali ke Vidar dan menghadapi jurang,” gadis itu mengernyitkan kening, berusaha mengingat-ingat peta dunia elemen yang dipelajarinya berpuluh-puluh tahun lalu. Ia lebih hafal peta itu dibanding teman-temannya yang lain karena Nozomu. “Pyrrestia terletak lebih tinggi dari Gaelea... tapi—“

“Efthralier, Tabitha, ... bukan Portamortalis,” Ayumi menggeleng pelan. “Ingat?”

Tabitha mengangkat bahu.

Terdapat keheningan yang aneh selama beberapa detik setelahnya. Ya, setelah ini mereka akan ke pantai perbatasan, kemudian ke Lunaver.... Itu berarti mereka harus menyelam. Kemungkinan Metsuki tidak bisa ikut bersama mereka, dan pantai itu masih jauh sekali dari tempat mereka berada—terutama ketika mereka berjalan dalam kecepatan selambat ini, memapah tubuh Rira yang belum siuman. Tidak ada yang ingin terbang atau berlari lebih cepat, memisahkan diri satu sama lain. Terlalu berbahaya. Jadi, mungkin pantai itu bisa dicapai setelah beberapa jam berjalan kaki.

ElementbenderWhere stories live. Discover now