19. The Rule Has Changed

2.9K 140 3
                                    

Marabel mengajak mereka ke kediaman bawah tanah tempatnya bersembunyi. Ia memasang jubahnya lagi; menyembunyikan Metsuki dengan kain merah ketika sebarisan orang-orang berjubah cokelat berderap melewati mereka. Keenam pengendali mengikuti dari belakang.

Marabel belum menyadari kehadiran Takumi. Wanita tua itu memberikan rute menuju sarang kecilnya di labirin bawah tanah Gaelea yang penuh jebakan, duri-duri, dan sulur tanaman. Sebuah obor kecil dipasang di setiap meter lorong bawah tanah. Takumi mengikuti diam-diam, atas instruksi Higina; sambil menghafalkan sendiri arah menuju kediaman Marabel. Kiri, kanan, kanan, kiri, kiri, kanan, kanan, kanan, kiri... Rasanya seperti menelusuri gua zaman prasejarah.

"Sejak kapan Gaelea Imavea berubah menjadi labirin, Marabel?" tanya Higina sopan. "Maksudku... jalur bawah tanah?"

Gadis itu menyadari bahwa sebelumnya, jalur transportasi bawah tanah tidak dibuat serumit ini. Fayre biasa mengangkut hasil bumi ke permukaan lewat bawah tanah; kemudian ada sebagian fayre yang tidur dan memasak di sini. Mereka tidur dengan berkamuflase menjadi jamur. Fayre yang tidur di permukaan tanah berkamuflase menjadi pohon. Jalur bawah tanah—tempat perekonomian Gaelea mengalir—memang dibuat senyaman mungkin. Sekarang Higina harus melipat sayap gagaknya mati-matian hanya untuk muat ke dalam lorong.

"Sejak peraturan berubah," jawab Marabel pelan. "Raja lebih mementingkan jalur daratan. Dunia bawah tanah diabaikan. Sekarang kebutuhan kami ke sini hanya untuk tidur. Dan bersembunyi... bagi yang membangkang."

"Bukan Raja yang kukenal," komentar Genma sinis.

Marabel menghentikan langkahnya tiba-tiba. Metsuki di gendongannya terjatuh, yang dengan tangkas ditangkap oleh Rira.

"I-itu karena dia bukan Raja yang kalian kenal," katanya terbata-bata. Keringat dingin mengalir di pelipisnya. "Di—ah J-jangan bicara di sini. Aku takut..."

Genma dan Higina bertukar pandang.

Takumi sibuk berpikir selama ia menepis akar pohon dan menyibak tirai sulur-sulur tanaman di sepanjang lorong tersebut. Raja. Ayah? Ada semacam kabar buruk dalam ucapan wanita tua itu. Dunia elemen ternyata tidak sememukau kedengarannya; ia kira tempat ini akan sekeren Wonderland. Paling tidak, untuk saat ini, masih banyak yang belum ia mengerti.

"Raja dan Ratu m-menghilang, Higina," kata Marabel lirih. Keenam pengendali elemen tercekat. "Setelah kalian meninggalkan dunia ini... Aku tidak melihat Raja dan R-R-Ratu lagi. M-mungkin karena Pangeran menghilang..."

Takumi menahan napas. Yang dia maksud itu....

"Sebenarnya kami men—" sela Sakura, melirik sang pangeran yang mengikuti tanpa suara di belakangnya. Namun Marabel terburu-buru bicara lagi.

"A-atau sudah meninggal? Mustahil bisa ditemukan, iya, 'kan? Setidaknya kalian kembali, Nak. Ada desas-desus r-rencana penghancuran Portamortalis... kalau kalian terlambat."

Higina dan kelima temannya menatap satu sama lain. Ini aneh sekali. Dunia elemen berubah 180 derajat hanya dalam waktu beberapa bulan. Apabila Raja dan Ratu meninggal, bagaimana mereka bisa memulangkan sang pangeran?

"Tapi pemerintahan tetap berjalan, iya, 'kan, Marabel?" tanya Rira sambil menepuk kepala Metsuki pelan. Kucing itu mengeong lemah, kemudian mencakar-cakar lengan tuannya.

Marabel menunduk sedih. Kasihan juga dia, pikir Takumi. Dia kelihatan bingung dan ketakutan pada saat yang bersamaan. Takumi tahu bagaimana rasanya. Seperti dirinya yang selalu kedatangan mimpi-mimpi aneh.

***

Tempat persembunyian wanita tua itu adalah sebuah ruang bawah tanah tanpa perabotan, kecuali satu meja rendah dan beberapa bantal mungil, lengkap dengan perlengkapan minum teh. Air menetes pelan dari langit-langit; membasahi lantai—atap ruangan itu bocor. Mereka pasti berada di bawah genangan air atau semacamnya. Jelas sekali tempat ini tidak pernah dibersihkan.

ElementbenderWhere stories live. Discover now