11: The Windbender: Founded

3K 155 2
                                    

Dari buku-buku yang ia baca, detektif bisa menyelidiki berbagai macam kasus, melaporkannya ke publik.

Ame sangat ingin bertemu satu detektif saja. Bukan seorang psikiater. Kalau detektif bisa menyelidiki kasus-kasus pembunuhan, maka mereka pasti bisa menyelidiki kasus percobaan pembunuhan.

Setibanya di rumah, Ame langsung membanting diri di sofa dan melepas sepatunya. Dipaksanya mengerjakan setumpuk tugas yang diberikan Hamano-sensei. Hari ini benar-benar buruk. Memusingkan, dan buruk. Setidaknya mengerjakan tugas tidak sepusing mengingat masa lalu.

Seorang... lagi? Siapa dia... Higina?

Higina Kaijou. Ame langsung mengingat kata "pengendali elemen" begitu mendengar namanya. Terikat, familiar, mirip dengan yang ada di mimpi itu.... Mengapa terkadang ia percaya mimpi-mimpinya berarti sesuatu, tetapi terkadang ia yakin bahwa mimpi-mimpi itu bukan apa-apa? Helen tidak pernah menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti itu.

Dua orang yang mengaku mengenal dirinya sebagai 'Pangeran Takumi' belum cukup untuk membuktikan bahwa ia benar-benar seorang pangeran. 

Dan kalaupun iya, buat apa? Hidupnya pasti tidak  akan banyak berubah semenjak itu. Ame tetap tinggal bersama Aya—dan sebentar lagi, sendiri—lulus kuliah, mencari kerja, kemudian... lupakan menikah. Tidak ada perempuan yang menarik perhatiannya di Fukui. Sedikit pun.

... Kecuali Ayumi.

"DARN!" teriak Ame keras-keras—beberapa burung kabur beterbangan dari atap rumah—menyadari pikirannya barusan. Sepertinya Helen juga tidak menerima pasien berupa mahasiswa yang sedang jatuh cinta.

Ting tong.

"Jangan. Jangan sekarang," gerutu cowok itu kepada diri sendiri. Ame punya banyak alasan untuk menolak tamu. 'Aya-nee sedang di kantornya', atau 'aku sedang sibuk'. Kalau Aya yang pulang, dia tidak perlu menekan bel pintu.

Ah... tunggu. Kecuali kalau sang tamu tersebut adalah detektif yang dipikirkannya beberapa saat lalu, ia harus membuka pintu.

Dengan setengah hati, Ame beranjak dari sofa dan berjalan ke ruang depan. Ingatan tiba-tiba muncul dari kepalanya; bahwa Aya berjanji akan membelikannya pizza pada jam ketika Ame sudah pulang.

***

"Pizza delivery!" teriak Sakura penuh harap. Pizza ini adalah yang terakhir yang harus diantarnya. Tidak banyak pesanan hari ini.

Terdengar gumaman-gumaman kecil ketika bayangan sang pemilik rumah muncul di jendela di samping pintu, kelihatannya menaruh sesuatu kembali ke tempatnya. Sakura ingat bahwa pesanan terakhir ini milik seorang wanita berblazer abu-abu. Untuk siapa pizza ini? Anaknya? Wanita itu masih muda, sementara bayangan di jendela lebih menunjukkan seorang remaja. Mungkin adiknya.

"Pizza delivery," kata Sakura lagi, kemudian mundur selangkah ketika mendengar suara langkah kaki.

Seorang laki-laki berkaus hitam-putih muncul dari balik pintu. Lebih dewasa dari yang ia kira, laki-laki itu mengenakan semacam tudung dengan hiasan telinga kucing di atasnya. Eksentrik, pikir Sakura. Apalagi pakaian-pakaian aneh yang dikenakan manusia yang belum diketahuinya?

"Maaf karena lama," kata si pemuda sambil menarik tudungnya lebih erat ke telinga. Wajahnya mengarah ke bawah, kelihatan malu akan sesuatu.

Tapi apa? pikir Sakura. Paling tidak orang ini meminta maaf hanya karena membuat Sakura menunggu beberapa menit. Gadis itu pernah berdiri di depan rumah seorang pelanggan selama setengah jam dan hanya mendapat ungkapan terima kasih sinis ketika pintu dibuka.

ElementbenderWhere stories live. Discover now