58: Cloudy Morning

1.8K 78 0
                                    

Pagi yang mendung. Langit biru diwarnai semburat putih, ungu, dan oranye, selapis awan tipis kelabu memayungi Pyrrestia. Pagi itu penuh warna, meskipun terasa suram. Para falcon mulai menjalankan aktivitas mereka masing-masing. Pyrrestia mulai hidup, meskipun jenis hidup yang aneh dan tidak semestinya—karena obor-obor yang dipasang di sepanjang jalan berwarna hitam, bukan putih seperti biasa.

Api adalah jiwa kedua para falcon. Saat api itu berubah, suasana hati para falcon juga berubah.

Di pagi yang mendung itu, keenam pengendali elemen dan Takumi bangun agak dini. Hide mengajak mereka sarapan. Mereka makan tanpa berkata sepatah pun, mulut mereka gembung oleh daging asap, roti, dan mentega. Metsuki melahap dua potong ikan yang ditaruh di piring di atas lantai. Pagi ini membosankan. Tidak ada petualangan, tidak ada bunuh-bunuh monster, tidak ada apa-apa. Takumi sadar bahwa hidupnya di Fukui juga semembosankan ini, dan apabila dibandingkan dengan pengalaman beberapa harinya di dunia elemen, Fukui terasa kelabu dan tidak bermakna.

Terutama kalau kau hidup di rumah seluas ini, sendirian, menjalani aktivitas yang sama dari hari ke hari. Pantas saja Hide melarang kami keluar rumah—dia kesepian, pikirnya.

Selama beberapa menit yang terasa seperti selamanya, meja makan berkursi delapan itu hanya diramaikan oleh denting garpu dan sendok beradu dengan piring porselen. Hide duduk di kepala meja, Takumi di seberangnya, sementara keenam pengendali elemen berada di kanan-kiri mereka. Takumi memerhatikan cara makan Hide yang penuh tata krama, berusaha mengikutinya. Tangannya terasa canggung ketika memegang pisau makan untuk memotong roti. Ia melirik keenam pengendali elemen. Mereka makan dengan tata krama yang persis sama. Takumi membanting pisaunya ke piring dan menghela napas.

Dentingannya mengagetkan semua yang hadir di ruang makan, termasuk para pelayan yang mondar-mandir  di sekitar mereka.

“Aku mau pergi,” kata Takumi pelan. Ia bangkit dari kursi, mendorongnya asal-asalan ke dalam meja, dan berjalan meninggalkan ruangan itu sebelum ada yang sempat menahannya. Di belakangnya, para pengendali elemen bertukar pandang satu sama lain, kebingungan.

***

 “Jam berapa sekarang?”

“Sekitar setengah tujuh, mungkin.”

Para pedagang sibuk bergosip satu sama lain, ketika kios mereka masih sepi dan udara masih sejuk. Pasar terasa lengang di pagi hari. Pembeli biasanya berdatangan ketika hari beranjak siang, kecuali segelintir orang yang ingin mendapatkan daging tersegar dan rempah-rempah terbaik—yang hanya bisa didapat di pagi hari.

“Tahu, tidak? Katanya akan ada pesta di manor. Malam ini!”

“... Pesta lagi? Heh. Apa istimewanya?”

“Bukan hanya pesta biasa, kata orang-orang. Űbeltat mengundang semua orang kaya di Pyrretraff. Bah. Sementara pedagang rendahan seperti kita....”

“Sialan. Beruntung sekali mereka. Kita hanya dimintai pajak dan pajak. Bukan pesta biasa, katamu?”

“Kurang lebih begitu. Yah, pesta ini diadakan di manor, sama seperti pesta-pesta sebelumnya... dan lagi-lagi tanpa alasan jelas—kau tahu, ‘kan, Űbeltat seperti apa—terutama setelah dua pelacur itu gagal ditemukan, jadi mungkin dia hanya ingin mengobati hatinya yang terluka,” istri pedagang itu terkikik.

“Ceritakan yang jelas. Jangan ngelantur!”

“Yah, pesta ini bukan pesta biasa karena... tahu, ‘kan, lebih mewah atau semacamnya. Pesta topeng! Bayangkan—orang-orang kaya itu pasti akan memakai gaun-gaun tolol mereka yang bertaburan permata dan ditempeli terlalu banyak renda. Dan, tahu, ‘kan, topeng-topeng kulit mahal yang dihiasi bulu merak? Oh, ya! Para pria akan memakai jas terbaik mereka dan... dan... mereka pasti keren-keren! Bayangkan saja. Andaikan kita bisa ke sana, tapi... ugh. Kita harus terjebak di sini, tidak bertambah kaya meskipun berjualan setiap hari.”

ElementbenderWhere stories live. Discover now