80: Wanted Alive

804 60 10
                                    

Muiridel. Teritori para duyung. Dengan area hampir seluas Pyrrestia tetapi dengan jumlah penduduk yang hanya mencapai setengahnya, tempat ini menjadi teritori terluas kedua dalam Evaliot. Sekaligus menjadi yang tertua—selain Istana Efthralier, tentunya—di mana bangunan-bangunan dari zaman pengendali elemen pertama masih berdiri kokoh tanpa ada siapapun yang berani mengusiknya. Benteng sisa peperangan, bunker di dalam palung laut, bahkan markas pengendali air. Duyung Muiridel memang makhluk yang amat menghormati sejarah.

Setidaknya, dulu.

Lois tersenyum puas sambil memandangi pusat kota dari jendela kamarnya yang lebar. Bangunan-bangunan menjulang dan kelap-kelip conchella menambah semarak suasana teritori yang sebelumnya amat disucikan ini. Para duyung berlalu-lalang; melintasi jalanan sambil mengobrol satu sama lain, atau sibuk dengan urusannya sendiri. Perumahan penduduk bercampur-baur dengan pusat hiburan dan gedung instansi pemerintahan, tersebar rapat di sekitar pusat Muiridel. Pagi yang normal di teritori bawah laut ini.

Tempat ini masih sama, bukan? Lois heran dengan selera teman-temannya yang hobi mengubah-ubah teritori jatah mereka sampai tidak bisa dikenali lagi. Gaelea dengan patung-patungnya, Etheres dengan cairan polimernya, Lunaver dengan ilusinya. Muiridel sudah terlihat menarik bagi wanita ini; tidak perlu banyak perubahan, meskipun masih terkesan kuno. Jadi ia hanya perlu merombak sedikit. Hanya sedikit.

Menarik napas dalam-dalam, sang pengendali pengganti tersebut berenang meninggalkan jendela; ujung ekor duyungnya menyapu lantai saat ia bergerak. Wanita ini masih muda. Rambut panjangnya sewarna susu yang dicampur setetes madu; bibrnya pucat merekah dengan rona merah jambu. Sisik-sisiknya emas mengilap, dipoles setiap hari. Ia adalah pengendali tercantik yang pernah dibuat sang Raja. Setidaknya, Lois sendiri beranggapan begitu.

Berkebalikan dengan sang wanita yang digantungi perhiasan dari ujung kepala sampai ujung ekor, kamar ini bernuansa membosankan. Perabotannya terbuat dari batu koral mati yang dilapisi beludru putih. Dindingnya, bahkan lantainya pun berwarna putih tanpa cela. Ini kamar sang pengendali air yang lama. Selera fashion yang aneh. Ia akan menggantinya kapan-kapan.

Di jemari sang pengendali perusak sekarang, ada secarik surat kerajaan terselip rapi.

Hanya kalian berdua yang tersisa. Jangan sia-siakan aku.

Bekerjasamalah.

Lois mengangguk tanpa sadar. Diliriknya surat tersebut sekali lagi; benaknya segera penuh dengan ide-ide mengasyikkan yang akan segera dicobanya hari ini. Sang wanita tersenyum.

Sayembara. Sayembara....

***

"Satu..., dua..., tiga!"

"Aduh!" Tabitha, yang selama ini tersangkut di antara pintu batu sempit tersebut, akhirnya berhasil keluar setelah susah payah ditarik teman-temannya. Tubuhnya sendiri nyaris terpelanting ke lantai. "Pelan-pelan!"

"Kalau terlalu pelan nanti malah sayapmu yang tersangkut, tahu." Higina mengangkat bahu, menawarkan tangannya pada si pengendali air. Tabitha menerima bantuan itu sambil cemberut dan bangkit berdiri. "Aah, sudahlah. Kita ini di mana, Ayumi?"

Yang ditanya hanya mengangkat bahu sejenak. Tangannya memberikan gestur 'tunggu sebentar'.

Ayumi mendorong sebuah meja reyot dari sudut ruangan untuk mencapai pintu horizontal di langit-langit; kemudian memanjat ke atasnya, keluar dari ruangan tersebut. Keenam temannya mengikuti. Tabitha menjadi yang paling terakhir naik karena tangannya yang masih nyeri akibat ditarik-tarik barusan. Didorongnya tubuhnya ke atas dengan susah payah, bertelekan pada kusen pintu yang karatan.

ElementbenderDove le storie prendono vita. Scoprilo ora