61: Sugar-coated Lies

1.8K 73 5
                                    

“Mau berdansa denganku, Nona Manis?”

Ayumi tersenyum canggung dan menggeleng pelan, kepalanya ditundukkan sekilas. Pria yang mengajaknya berdansa—seorang pria setengah baya berkumis tebal—menggeleng kecewa. Dia pria kelima yang mengajaknya berdansa malam ini, dan pria kelima yang ditolaknya. Gadis itu ngeri membayangkan pinggangnya dipeluk pria tak dikenal yang berusia jauh lebih tua. Lagipula, bisakah ia berdansa sementara mereka bertujuh sedang berada dalam... semacam misi rahasia?

“Oh,” hanya itu yang dikatakan si pria  berkumis. “Anda sudah bersuami. Sayang sekali.” Sambil berbicara, pria itu melirik ke arah Takumi yang berdiri tidak jauh dari tempat mereka berdiri, sedang mengendus isi segelas wine. Ayumi menyadari arah tatapan si pria berkumis dan menunduk. “Kalian pasti pasangan muda yang... berbahagia.”

Ayumi hanya tersenyum kecil, meskipun pipinya memanas. Ia menunduk lagi. Si pria berkumis berlalu, mencari gadis muda lain yang bisa diajaknya berdansa, dan tidak menoleh ke arah Ayumi lagi. Ayumi bergegas meninggalkan lantai dansa dan menghampiri sekumpulan kecil temannya di pinggir ruangan, di dekat jendela bertirai. Tabitha sedang mengurusi benang yang terburai dari lengan gaunnya dan Rira sibuk menahan kucingnya agar tidak melompat ke lantai dansa, Higina memijit pelipisnya yang pusing dan Sakura sedang mengobrol dengan Hide. Takumi ada di tengah mereka, memegang segelas wine. Pemuda itu menempelkan pinggiran gelas ke bibirnya, ragu-ragu sejenak, kemudian menjauhkan gelas itu dari wajahnya.

“A-aku mau pergi sekarang,” kata Ayumi pelan. Sangkar besinya berdecit pelan ketika ia berjalan.

Tabitha mengangkat wajahnya. Bukan karena suara gadis itu, melainkan karena benang menyebalkan yang menggantung-gantung di ujung lengan gaunnya berhasil dilepas. “Aku juga.”

“Aku juga. Sangat, sangat mau,” timpal Higina. “Tapi kita harus tunggu Genma dulu. Atau setidaknya aba-aba darinya.”

Ayumi mengerutkan kening. “Aba-aba?” gumamnya. “Dia tidak bilang—“

“Katanya, setelah dia berhasil menemukan orang itu atau situasi berubah di luar rencana, apinya akan berubah warna,” jelas Takumi. Kepalanya menoleh ke arah belasan tempat lilin yang berbaris di sepanjang ruangan. Salah satu tempat lilin berdiri hanya dua meter dari tempat mereka berkumpul. Api hitam kemerahan bergemercik di atas setiap lilinnya.

Oh, tidak. Tidak, pikir Ayumi. Di tengah keramaian dan kemegahan pesta, apa mereka harus mengacungkan senjata dan... bertarung lagi? Namun, ada debar-debar lain di hatinya yang mengalahkan rasa takutnya. Ia bersemangat. Malam ini akan sangat, sangat menyenangkan—bahkan walaupun setetes darah harus menetes di bilah busur biolanya.

***

Aloysius berusaha beramah-tamah pada pria asing ini, hal yang sering dilakukannya pada semua orang. Ia bersikap seramah yang ia bisa—mengobrol ringan, menawarinya minum—meskipun ternyata pria ini tidak menyukai wine. Katanya, namanya Gerard. Setidaknya pria ini lebih menyenangkan daripada Komandan Cuthberht yang hanya suka merokok dan meludah di sembarang tempat.

Ketika Gerard tertawa, api yang menyala di tempat lilin bergoyang-goyang. Padahal jendela-jendela dan pintu tertutup rapat, dan tidak ada angin yang berarti di luar manor. Aloysius berpura-pura tidak memerhatikan keanehan tersebut dan menyisip sedikit wine-nya. Aroma wine memenuhi langit-langit mulutnya, membuatnya terlena sesaat. Mata tajam Gerard memerhatikannya sedari tadi.

“Kau mabuk.”

“Ya,” gumam Aloysius, sambil menggelengkan kepala dan tersenyum. “Jangan sekaget itu. Ini biasa; nanti juga pulih.”

Ada keheningan yang canggung selama bermenit-menit kemudian. Musik berganti. Para pria melepaskan pasangan dansa masing-masing, mengeluarkan sebilah pedang tipis palsu dari sarung pedang yang dipasang di ikat pinggang, dan mulai bertarung—pura-pura bertarung—dengan pria lainnya. Gerakan lembut tarian berubah menjadi gerakan lincah para petarung. Aloysius menaruh gelasnya dan memutuskan untuk berhenti minum-minum hari ini. Dari sudut matanya, dilihatnya Gerard tersenyum tipis.

ElementbenderWhere stories live. Discover now