23.2: Exhausted

2.6K 130 0
                                    

Setelah Ayumi memungut biola putih tersebut dan setelah para pengendali memastikan keadaan aman, mereka baru melanjutkan perjalanan. Sebenarnya Wonder Lea terlalu gelap untuk dilewati tanpa cahaya yang memadai. Itu, dan baik para pengendali maupun Takumi sudah lelah. Langkah mereka bertambah lambat dari  menit ke menit.

Itu dua jam yang lalu. Sekarang, mereka berada di sebuah perkampungan sunyi.

"Kita bahkan tidak tahu arah," gerutu Sakura, menghela napas. "Kita memang melihat keadaan desa, tapi... tetap saja tidak tahu ke mana. Ugh," gadis itu jatuh bersimpuh, membuat sayap-sayap di kakinya tertekuk. Ia mengerang. "Ochiru-sama, maafkan aku."

Higina berlutut di sebelahnya. Sakura benar—mereka telah berjalan selama berjam-jam tanpa tujuan. "Ke markas besar, oke?" Ia teringat sebuah bangunan bawah tanah di mana para pengendali kehidupan sebelumnya dan tetua-tetua lain biasa mengadakan pertemuan. "Di sana ada orang-orang terpercaya selain Marabel. Andai ada Atsuka-nee juga," suaranya memelan. "Kita butuh bantuan mereka."

Para pengendali elemen dan Takumi benar-benar berhenti sekarang. Mereka lelah berjalan kaki, jenuh akan pemandangan langit ungu tua yang hanya dihiasi pelangi abadi. Udara dingin menggigit kulit mereka meskipun dilapisi jubah hijau yang berat, apak, dan konyol. Penampilan mereka lebih mirip segerombolan pengemis daripada seorang pangeran dan para pengendali.

Tabitha menyandarkan punggung di dinding salah satu bangunan kosong di dekatnya, diikuti teman-temannya yang lain. Ujung gaun putihnya mengintip dari balik jubah saat ia menduduki tanah kering. Gadis itu bisa merasakan sayapnya yang tertekan dengan sangat tidak nyaman, sehingga ia meringis. "Kita butuh penjelasan, Higina. Itu saja."

"Heh, kalian masih harus membuktikan bahwa dunia ini nyata."

Para pengendali mengerjap. Sang pangeran baru saja berbicara.

Takumi sendiri bisa merasakan peluh dingin mengalir dari pelipis sampai ke lehernya. Oh, betapa bebalnya ia. Pemuda itu masih mempertanyakan kewarasannya—apa semua ini hanya mimpi buruk di tengah malam? Lagipula, mereka terasa nyata. Ah. Helen berhasil menyempitkan pikiran sang Ame Matsuzaki, rupanya.

"P-percayalah, Yang Mulia. Kami tidak punya apa-apa lagi selain Anda," suara gemetar Ayumi mengisi telinga. Gadis itu sangat kedinginan, dibalik balutan jubah tebal sekalipun. Bahkan sayap berselaput yang dimilikinya ikut menggigil. "Raja dan Ratu menghilang, p-pengendali elemen sebelumnya lenyap dan—d-dan tempat ini berubah. Ini—ini tidak direncanakan sejak awal."

Mereka bertujuh terduduk di teras rumah kosong dengan mata yang sama kosongnya. Tidak ada seorang fayre pun untuk diajak bicara. Pada jam selarut ini, semua warga entah berkamuflase menjadi pohon atau kembali ke sarang mereka, di bawah tanah.

"Tidur," gumam Genma dengan mata setengah terpejam. Dan teman-temannya setuju.

Mereka pun tertidur. Tanpa memedulikan rasa lapar.

***

Takumi terbiasa bangun jam setengah tujuh untuk sarapan dan bersiap-siap sebelum berangkat ke kampus, dan sekarang pun ia bangun jam setengah tujuh.

Bagaimana ia tahu sekarang jam setengah tujuh atau setengah sembilan tanpa jam? Konyolnya ia. Genma punya jam saku, tetapi sudah rusak.

Takumi membungkus tubuhnya dengan jubah sehangat mungkin, berharap hal itu bisa menghalau angin yang seolah datang dari berbagai arah. Malam sudah berganti, udara di pagi hari tidak banyak berbeda dari sebelumnya—kering dan dingin. Ia mencoba terlelap kembali. Susah. Ia pun menoleh ke arah para pengendali. Yang pertama dilihatnya adalah Ayumi.

Gadis itu bahkan cantik dengan mata terpejam.

Para pengendali lain kebanyakan masih tertidur pulas; kelelahan sehabis berjalan dan berlari seharian. Salah seorang dari mereka sudah terbangun—satu-satunya pemuda berjubah hijau yang memandang langit seolah-olah dia tidak akan melihat langit lagi sesudahnya. Ia tahu orang itu pasti laki-laki karena posturnya lebih jangkung dari perempuan lain. Takumi mengangkat alis. Genma atau Rira?

ElementbenderTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang