46: First Spark of Hatred

2.1K 76 1
                                    

“Anda perempuan tercantik yang pernah kulihat, Milady,” bisik Űbeltat lembut, menundukkan kepalanya sedikit. Falcon muda tersebut tersipu-sipu. “Benar-benar cantik, maksudku... wajahmu, tubuhmu, apa yang ada di dalamnya.”

Perempuan itu menegakkan wajahnya dan berusaha terdengar setenang mungkin saat berbicara, meskipun hatinya berbunga-bunga. “Terima kasih, tapi... ah. Anda bangsawan, sementara aku hanya... rakyat biasa.”

Ini Pyrretraff, jantung Pyrrestia. Tidak ada satupun warga yang curiga terhadap pemerintahan Űbeltat yang terkesan membuang-buang uang. Membuat pesta ini, membuat pesta itu. Semua rakyat yang memiliki pakaian mewah dan wajah lumayan diperbolehkan menghadiri pesta—hanya itu syarat yang dikenakan sang pemimpin baru. Manor yang sebelumnya diduduki sang pengendali api kini diambil alih oleh Űbeltat. Pria itu mengecatnya ulang dengan emas dan kemewahan yang berlebihan, mengadakan pesta hura-hura di dalamnya, dan duduk di singgasana barunya yang nyaman. Para falcon bahkan tidak mempermasalahkannya sedikitpun. Pikiran mereka telah diracuni sesuatu—hal sama yang terjadi dengan para elf.

Perempuan itu salah satunya. Gadis itu bukan wanita tercantik yang pernah ia lihat, sebenarnya—tetapi tetap cantik, dan ucapan tadi hanya bualan sambil lalu. Űbeltat dengan singkat meninggalkan kios pecah-belah tersebut dan meneruskan perjalanannya. Hiruk-pikuk Pyrretraff membuatnya tersenyum masam. Berpuluh-puluh falcon berhenti dan menepi di pinggir jalan, anak-anak yang bertubuh mungil mengepakkan sayapnya agar bisa melihat sang pemimpin baru dengan jelas. Para pengawal Űbeltat memberi jalan untuk tuannya di tengah kepadatan desa.

Penduduk Pyrretraff menyambutnya dengan suka cita, confetti sewarna merah darah ditebarkan, sorak-sorai dielu-elukan. Űbeltat menyingkirkan sepotong confetti dari bahu kanannya dan kembali tersenyum palsu. Senyumnya yang asli jauh lebih menakutkan.

***

Mereka tiba di bagian utara Etheres ketika langit sudah berubah oranye kemerahan, dengan semburat ungu yang samar. Takumi menatap sekilas pohon-pohon rimbun yang berjejer di kanan-kiri jalan utama sebelum Sakura berbelok ke kanan, menelusuri jalan yang lebih sempit dan berkelok-kelok.

Tempat ini, seperti kata Sakura, benar-benar semacam perumahan. Ukurannya kira-kira lebih besar dari perumahan biasa, jenis pohonnya kebanyakan seragam, dengan bentuk rumah pohon yang tidak jauh berbeda. Jalan utamanya sangat lurus, mengarah ke depan, tanpa belokan atau putaran sedikit pun, sampai-sampai Takumi bisa melihat semacam gerbang mungil di ujung jalan, tepat di hadapannya. Jalan itu bercabang-cabang dan masing-masing cabang mengarah ke suatu tempat. Satu-satunya hal yang membedakannya dengan desa para elf di luar pusat Etheres adalah keadaan jalannya. Di sana, jalannya kebanyakan hanya berupa tanah atau jalur setapak mungil ditumbuhi ilalang. Tempat ini memiliki jalan lebar yang lebih licin dari tanah di sekitarnya, lebih terawat, dan dipagari batu-batu besar. Bunga hollyhock raksasa tumbuh di sisi-sisi jalan, menambah kesan semarak. Warnanya yang cerah membuat Takumi sedikit tenang. Semuanya sudah selesai, ‘kan? Soal synthesis-synthesis itu.

Takumi menelan ludah mendengar jawaban hati kecilnya sendiri. Belum. Kita lihat saja nanti.

Diselipkannya pisau itu ke dalam ikat pinggangnya yang terbuat dari kulit pohon, tiba-tiba sadar bahwa pisau itu sudah dipegangnya sedari tadi. Diam-diam, ia mengagumi ikat pinggangnya yang, menurut Amabilis, dirancang untuk menahan segala jenis sejata. Sayangnya Maurice tidak memiliki sarung pisau atau semacamnya. Takumi mengedikkan bahu.

Tiba-tiba, kerumunan itu berhenti. Sakura berbalik ke hadapan teman-temannya.

“Vai Lown adalah rumah duka,” katanya. “Kalau kita datang bertujuh, kita bisa dianggap lancang—terutama karena kita hanya tujuh anak muda yang berseliweran ke sana-ke mari,” sambungnya dengan tajam. Matanya melirik ke arah Genma. “Ayo.”

ElementbenderDär berättelser lever. Upptäck nu