13: The Wedding Organizers

3K 151 4
                                    

"Hari baru, harapan baru," gumam Tabitha saat memakai sepatu, keesokan harinya.

Hari ini, gadis itu akan menemani Nona Matsuzaki memilih gaun pernikahan. Ia sudah membayangkan warnanya: putih dengan sentuhan kuning lembut. Temanya pesta kebun, 'kan? Dengan bunga-bunga lili kuning? Higina harus menghadiri pesta ini.

"Bagaimana dengan kita?" tanya Genma cemberut. "Laki-laki? Memilah-milah baju perempuan? Lebih baik tidak."

Tabitha mengangkat alis. "Kalian hanya belum terbiasa," jawabnya santai. Yang ia tidak tahu adalah seberapa butanya Genma akan hal-hal berbau fashion perempuan. Three-piece? Ruffles? Bell skirt? Pashmina? Yang benar saja. Pink? Magenta? Fuchsia? Apalagi.

"Kita bisa ke restoran yang kemarin," bisik Rira. "Sementara aku mengurus daftar barang-barang."

Genma tersenyum lebar. "Aye aye, Captain."

***

Ame mengerutkan kening. Jules benar-benar melaksanakan "janjinya", sebuah paket berbungkus kertas kado norak dan berselotip diletakkan begitu saja di depan rumahnya. Diletakkan begitu saja! pikir Ame ngeri. Untunglah Aya tidak melihatnya masuk kembali ke kamar dengan sebuah bungkusan sebesar tongkat golf. Dia sudah berangkat kerja sekarang. Atau ke Miraculous Wedding, tempat pengurus pernikahan kakaknya.

Ia tidak yakin akan membuka paketnya. Bukankah ini melanggar peraturan?

Kau juga pasti mau melihat katana itu, 'kan? perkataan Jules semalam—kalau bukan perkataan hatinya sendiri—terngiang-ngiang di telinganya. Sejujurnya, Ame benar-benar penasaran. Senjata sungguhan, katanya.... Ia penasaran apa bilahnya masih tajam.

Dengan hati-hati, dirobeknya kertas kado bermotif anjing dan pita warna-warni dari kotak "hadiah" tersebut dan membuka tutup kotak sedikit demi sedikit. Dilihat dari kotaknya, tempat ini sebelumnya digunakan untuk  menaruh alat pancing. Dia tidak pernah tahu kalau Jules suka memancing. Bukan urusannya.

Di dalam kotak tersebut, terlihat sebuah... Jules benar-benar tidak bercanda—sebuah katana! Bilahnya masih terlihat sangat tajam, tangkainya lumayan antik dan masih sangat berkilau. Bukan imitasi atau apapun. Ame terkesiap. Dia bukan hanya bisa memotong tomat atau pepaya dengan pedang setajam itu, dia bisa memotong... sebuah kepala.

Astaga. Kebanyakan nonton film horor musim panas.

Puas melihat-lihat senjata samurai tersebut, Ame akan mengembalikannya ke kotak sebelum teringat sesuatu: kata Jules, ada dua barang koleksi yang dicuri. Mana satunya lagi?

Ame menundukkan kepala dan melihat pedang satunya lagi. Sebuah pisau antik. Ujungnya berlekuk, terlihat sangat berbahaya. Pisau teraneh yang pernah ia lihat. Gagangnya dirambati sejenis mawar mungil, menjalar hingga ke badan pisau. Mawar-mawar itu terlihat.. hidup. Dan ukiran-ukirannya...

"Sayang sekali sayap indahmu harus..."

Tidak. Tidak. Perasaan familiar aneh itu muncul lagi. Dengan terburu-buru, dimasukkanya kembali pisau tersebut ke dalam kotak dan menutupnya rapat-rapat, kemudian mencari-cari tempat penyimpanan yang aman—yang sangat aman, seharusnya. Ada satu peti berdebu di dekat tempat tidur Ame yang lama dilupakan, tempat menaruh tas-tas rusak milik kakaknya. Aya mengeluhkan betapa beratnya tutup peti tersebut setelah pertama kali dibuka, setelah itu tidak pernah dibukanya lagi. Secara singkat; tempat bagus untuk menyimpan satu katana dan satu pisau curian.

Sebuah pemahaman baru merayap ke dalam otaknya.

"Jam berap—TELAAAAT!"

***

ElementbenderTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang