5.2: The Illusionbender: Childhood Friend Founded

3.3K 167 3
                                    

Ayumi menunduk sesaat, mengambil nampan yang terjatuh di lantai, kemudian melihat ke arah laki-laki itu lagi. Ia tidak bisa berkata apa-apa. Sementara laki-laki di hadapannya juga menatap Ayumi dengan tatapan heran sekaligus terkejut.

Tidak ada kilatan mengenali.

"Maaf...?" laki-laki tersebut bertanya dengan canggung. "Kau menyebutku apa?"

Ayumi masih tidak percaya. Laki-laki ini sangat mirip Takumi. Ya, dia pangeran yang kita cari! Namun pikirannya campur aduk. Di satu sisi, laki-laki ini tidak mungkin Pangeran Takumi. Sang pangeran yang asli pasti akan langsung mengenalnya.

Atau jangan-jangan Takumi sedang mengelak?

"Yang Mulia Takumi," bisik Ayumi pelan, sambil melirik sekeliling. Laki-laki itu mengernyitkan dahi. "Ini Ayumi. Ayumi Shizukane. Ingat?"

Laki-laki tersebut mengenakan tudung yang menutupi seluruh rambutnya, tetapi ia jelas-jelas memiliki mata yang sangat dikenalnya. Sepasang mata yang hanya dimiliki seorang Takumi Kuro. Ditambah lagi bintik-bintik emas di bawah matanya.

"Maaf, kau salah orang. Namaku Ame," komentar laki-laki itu sambil melirik segelas mochalatte yang masih utuh di atas meja. "Aku bukan... Takumi." Caranya mengatakan 'Takumi' lebih mirip pertanyaan dibanding pernyataan.

"Aku mohon, Yang Mulia," Ayumi menaruh nampannya di atas meja, memegang ujung rok seragam maid-nya dan membungkuk hormat. Sekarang, semua orang benar-benar memerhatikan mereka berdua. Kemudian, masih dengan suara pelan, ia menambahkan. "Aku dan para pengendali elemen lainnya ada di bumi. Mereka mencari Anda, Yang Mulia."

"Mungkin aku harus membayar sekarang," gumam laki-laki itu, jelas sekali mulai merasa tidak nyaman. Ditinggalkannya segelas Mochalatte yang-belum-disentuh dan dihampirinya meja kasir. "Sayang sekali aku sudah terlanjur memesan. Terima kasih."

"Tunggu!" teriak Ayumi. Ia berlari mengejar Takumi yang sudah meninggalkan bangunan kafe—meskipun pelayan-pelayan lain menatapnya dengan tatapan seolah berteriak 'hei-jangan-bolos-kerja-di-hari-pertama!'. Namun, ia tidak peduli.

Ayumi melihat ke sekeliling. Ia melihat Takumi berjalan ke sebelah kanan jalan, kemudian mengikutinya. Lagi-lagi orang-orang di pinggir jalan menatapnya dengan heran—bahkan mulai berbisik-bisik; apa yang dilakukan seorang gadis berseragam maid yang sedang mengejar laki-laki muda?

Pangeran Takumi! Aku mohon!" teriak Ayumi putus asa, terjerembab di atas lantai trotoar yang panas. Ia kelelahan. Ia bukanlah pelari atau penerbang cepat seperti Sakura. Selama ini, gadis itu lebih terbiasa berenang dengan sayap sebagai kayuhannya; dan untuk berlari, ia tidak terlalu handal.

"Apa?" suara seseorang mengagetkannya. Ternyata Takumi sudah berhenti dan berlutut di sebelahnya. Laki-laki itu—atau siapapun dia—terlihat lebih tenang dari waktu di kafe. "Pangeran? Aku hanya mahasiswa, tidak punya orang tua," Takumi tertawa pelan. "Leluconmu tadi lucu sekali. Kau... siapa tadi—Ayumi?"

Ayumi menghela napas pelan. Ia menunduk menatap lantai trotoar di bawahnya. Orang ini bukan Takumi. Tidak mungkin—ciri-cirinya jelas Taku—

Dilepaskannya tudung yang menutup rambut laki-laki itu dengan satu gerakan ringkas. Takumi terhenyak. Ayumi terkesiap.

"Takumi-sama!" seru Ayumi tertahan, memeluk tubuh Takumi erat-erat, dan mulai menangis. Antara ketakutan dan bahagia.

***

Higina mendorong pintu kaca florist dengan ringan dan beranjak keluar, setelah mengambil kembali jaket kuning yang sebelumnya ia pakai. Hari ini florist tidak terlalu ramai sehingga ia bisa pulang cepat. Sebenarnya, florist sekaligus toko roti tersebut tidak memakan banyak waktu karyawannya—sang pemilik lebih suka menerapkan sistem pergantian penjagaan setiap beberapa jam. Jadi, Higina tidak perlu susah-susah lembur.

ElementbenderWhere stories live. Discover now