31: Retaliate!

2.4K 102 0
                                    

Sakura terkesiap. Refleks, gadis itu melompat ke belakang, menghindari ayunan bola berpaku milik sang elf berjanggut. Bola itu berayun tepat di depan matanya, nyaris mengenai hidungnya. Ayunan tipis itu cukup untuk  menggeser puncak hidungnya sedikit ke kiri.

Pria tua itu menggeleng-gelengkan kepalanya sambil mendecakkan lidah. Sepasang matanya yang kecil dan runcing menatap Sakura dalam-dalam, seolah ia bisa melubangi otak gadis itu hanya dengan menatapnya. Kemudian, pria itu menghela napas. Kedua bahunya menegang, dan ia langsung berteriak.

“Persetan dengan Űbeltat, iblis-iblis kanibal!”

Callisto menjambak semua senjata yang tergantung di ikat pinggangnya dan melemparkan masing-masing satu jenis senjata kepada teman-temannya. Pelayan itu mengeluarkan benda lain dari dalam rompi seragamnya—sebuah ketapel besar. Takumi dan keenam pengendali elemen mundur ke belakang, masing-masing mulai memegang senjata mereka. Sakura meraba ujung cambuk yang ia lingkarkan ke seputar pinggang.

Sang elf berjanggut melompat, mengayunkan bola berpakunya ke arah Sakura. Sakura menghindar. Ia mengangkat cambuknya tinggi-tinggi dan balas menyentakkannya ke wajah pria tersebut. Sang elf berjanggut tidak sempat bergerak. Wajah keriputnya terbelah dua oleh luka vertikal yang memanjang dari dahi hingga dagu, tetapi ia tidak berhenti bergerak—justru semakin lincah. Tangan kirinya menarik bahu Sakura dengan paksa, sementara lutut kanannya dihantamkan ke perut sang gadis angin, melumpuhkan gadis itu. Sakura terbelalak, tubuhnya terhuyung ke belakang; merasakan lambungnya berdenyut-denyut dan sesuatu yang amis mengalir di tenggorokannya.

Callisto baru akan mengambil alih Sakura yang sedang memuntahkan darah dari mulutnya, ketika Genma tiba-tiba mencengkeram kerah pakaiannya—meskipun tubuh sang pelayan jauh lebih tinggi darinya—dan meninju rahang pemuda itu kuat-kuat.

“Lawan aku kalau berani, otak sapi.”

“Otak sapi?” pelayan itu mendecih. “Dasar anak-anak.”

“Anak?” Genma tertawa keras. Dengan kerah kaus Callisto masih berada dalam cengkeramannya, ditinjunya bawah dagu sang pelayan sekali lagi—kali ini lebih keras. Suara remukan tulang rahang yang berasal dari dalam mulut Callisto membuatnya puas. “Lain kali jangan panggil kami anak-anak, Bung. Kami hidup, bergerak, bersenjata. Bukannya diam di tempat seperti pemimpin kalian yang... otak sapi.”

“Kurang ajar!” Tersulut oleh pancingan Genma, dikeluarkannya sebilah pedang panjang yang tersisa di ikat pinggangnya dan bersiap menyerang. Terkejut oleh gerakan Callisto yang tiba-tiba, Genma melepaskan cengkeramannya. Pergulatan singkat itu dengan cepat berubah menjadi adu senjata—pedang ramping Genma berusaha menelikung pedang Callisto yang terhunus ke arah jantungnya, pedang Callisto semakin mendesak lawannya ke arah yang berlawanan. Genma kalah tenaga. Senjatanya terpelanting ke belakang, dekat semak-semak.

Pelayan itu menyeringai. Sang pemuda api balas menyeringai, sembari mengeluarkan pedang satunya—yang lebih pendek.

“Hanya itu, heh?” si pelayan menatap pedang pendek itu dengan remeh.

“Bukan.”

Memanfaatkan tubuh Callisto yang jauh melampaui Genma, pemuda itu buru-buru merunduk sebelum sang pelayan sempat menggerakkan senjatanya. Sebuah ide sinting melintas di pikirannya. Ia berjongkok di depan sepasang kaki jenjang Callisto; kepala hanya sedikit di bawah pangkal pahanya, pedang pendek berada dalam genggaman tangannya.

“Mau apa ka—“

Callisto tercengang. Secepat kilat, Genma mengulurkan senjatanya sejajar selangkangan pria itu, dan... menusuk. Berkali-kali menusuk sesuatu di selangkangan sang pelayan seolah benda itu adalah boneka voodoo. Jeritan Callisto pecah, berkali-kali meneriakkan “berhenti!” yang tidak dihiraukan Genma. Darah mulai membasahi celananya. Rasa sakit menghantar sampai ke kepalanya hingga ia tanpa sengaja menjatuhkan pedangnya sendiri—tangannya gemetaran.

ElementbenderTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang