My Husband CEO (PROSES REVISI)

By zizianugrah

901K 26.7K 3.6K

FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA. DON'T COPY MY STORY ! 21+ ! Bijaklah dalam membaca! __________ Jose Ste... More

MHC - Cast
Prolog - First meet.
Part 1 - Cafe
Part 2 - Bertemu kembali
Part 3 - Kesal.
Part 4 - Victor pengganggu
Part 5 - Care
Part 6 - Penggoda
Part 7 - Penguntit
Part 8 - Terkilir
Part 9 - Khawatir
🌸 Pendalaman Tokoh 🌸
🌸 Pendalaman Tokoh 🌸
Part 10 - Bosan
Part 11 - Club
Part 12 - The same place
Part 13 - Dangerous
Part 14 - Murka
Part 15 - Dendam pada Beatrix
Part 16 - Reasons
Part 17 - Taman
Part 18 - Flashback
Part 19 - Ancaman
Part 20 - Kematian keluarga Beatrix
Part 21 - Cantik
Part 22 - Kampus
Part 23 - Mansion Brian
Announcement
Part 24 - Barbeque
Part 25 - Frozen
Part 26 - Emosi
Part 27 - Album masa lalu
Part 28- Mimpi buruk
Part 29 - Kiss
Part 30 - China
Part 31 - Dia adalah Tunanganku
Part 32 - Keraguan Kaylee
Part 33 - Memilih gadis masa lalu
Part 34 - Don't leave me
Part 35 - Dia siapa?
Part 36 - Laurianna
Part 37 - Emosi
Part 38 - Kebahagiaan
Part 39 - Shirtless
Part 40 - Kejujuran
Part 41 - Keberadaan El
Part 42 - Dalam Bahaya
Part 43 - Darah
Part 44 - Kembali
Part 46 - Panda putih
Part 47 - Perginya Elena
Part 48 - I love u, Alee
Part 49 - Teka-teki
Part 50 - Masa Lalu
Part 51 - Kembali
Part 52 - Wake up
Part 53 - Jealous
Part 54 - Terbongkar
Part 55 - Returning heart
Part 56 - Secret mission
Part 57 - It all began
Part 58 - The dead (1)
Part 59 - The dead (2)
Part 60 - Pengebumian
Part 61 - Kematian sesungguhnya.
Bonus picture
Part 62 - Around me
Part 63 - Halaman baru
Part 64 - Kemurkaan Chelsea
Part 65 - Will you marry me?
Part 66 - Before marriage
Part 67 - Maried
Part 68 - First night
Part 69 - I'm yours.
Part 70 - Swiss
Part 71 - Curiga
Part 72 - Fell and disappeared
Part 73 - Life or die?
Part 74 - Little surprise
Part 75 - Kronologis
Part 76 - He lies
Part 77 - Pregnant?
Part 78 - She know
Part 79 - Finally, she really knows!
Part 80 - Silam
Part 81 - Heartbreak
Part 82 - let's play with him!
Eps 83 - finished problem!

Part 45 - She is come back

12.2K 315 53
By zizianugrah

Happy reading!!!
Jangan lupa vote and comment ya guys!!!
____

Seorang gadis tengah duduk di atas ranjang tidurnya, di sebelah tangannya memegang sebuah foto seorang pria--gadis itu menangis, entah apa yang ia pikirkan ketika melihat foto itu.

"Aku mencintaimu, stev. Hikss... kau jahat!" gadis itu terus memandangi foto yang berada di jemarinya, air matanya sedari tadi tidak berhenti saat tayangan televisi menampilkan pria yang sama persis seperti di foto itu.

Gadis itu bangkit dari duduknya, melempar sebuah vas bunga pada televisi yang menyala itu hingga pecah dengan sempurna. "Aku membenci kalian!" gadis itu sudah nyaris kalut dengan emosinya, barang-barang yang berada di sekitarnya pun sudah berpindah dari tempatnya.

Suara yang begitu nyaring di dalan kamar gadis itu, mengundang seorang pria paruh baya untuk memasuki kamar itu dengan paksa. Pria paruh baya itu segera menghampiri putrinya, lalu mendudukkan tubuhnya di samping putrinya. "Ada apa denganmu nak? ceritakan pada papa." Ucap pria paruh baya itu begitu lembut.

"Aku lelah papa," gumam gadis itu. "Aku ingin bertemu dengannya, hiks. Aku tidak mau dia melupakan ku." Gadis itu menatap ayahnya dengan tatapan sendu, rambutnya sudah acak-acakan, tatapan matanya begitu sendu. Ia cantik--bahkan sangat cantik, hanya saja ada sebuah awan hitam yang menutupi kecantikan gadis itu.

Pria paruh baya itu menghela napasnya rendah, lalu sedetik kemudian memberikan senyuman kecil. "Tadi sebenarnya papa kemari ingin berbicara sesuatu denganmu, nak."

Gadis itu mengernyit. "Bicara? tentang apa papa?"

"Papa ingin memberitahumu, jika kau sudah bisa bertemu dengan dia. Papa tidak melarangmu lagi, karena kau sudah sembuh nak."

Gadis itu langsung menatap ayahnya dengan tatapan serius. "Papa, papa tidak bercanda kan?! seriously?"

"Papa tidak bercanda. Sekarang bersiap lah, kakakmu yang akan mengantarkan mu setelah ini."

Senyum pada bibir gadis itu sudah merekah sempurna. Inilah, ini yang ia tunggu selama bertahun-tahun. Akhirnya, ia bisa sembuh dan kembali lagi. "Papa, terimakasih! Aku sangat menyayangimu, aku sangat senang!" gadis itu langsung berhambur pada pelukan ayahnya, menumpahkan segala kebahagiaan nya yang selama ini ia tunggu-tunggu.

"Apapun, untuk putri kecil papa. Alright?"

"Yash papa! Sekarang aku mau bersiap. Aku takut, kakakku yang garang itu akan marah jika aku membuatnya lama menunggu."

"Kau benar, kakakmu itu sangat pemarah." Pria paruh baya itu tertawa lepas, membuat gadis itu juga ikut tertawa juga.

"Sudah-sudah aku mau bersiap dulu, papa. Aku akan meminta maid untuk membersihkan kekacauan ini," gadis itu menatap ayahnya dengan tatapan bersalah. "Maafkan aku papa."

"Tidak apa sayang. Sekarang bersiaplah, kami menunggumu dibawah." Pria paruh baya itu sudah membalikkan tubuhnya pergi dari kamar itu. Tapi setelah sampai di ambang pintu, langkahnya terhenti sejenak.

"Ada apa papa? kenapa papa berhenti?"

"Ah papa lupa! Apa yang akan kau katakan pada nya, setelah kau bertemu dengannya nanti, nak?"

Gadis itu terdiam sejenak, wajahnya mendadak murung. Sekilas pikirannya begitu kacau, terlebih jika mengingat tayangan pada televisi beberapa waktu yang lalu. "A... aku tidak tahu. Aku takut papa, aku takut dia marah denganku."

"Dia tidak akan marah, dia mencintai mu jauh dari apapun sayang. Katakan apa yang seharusnya kau katakan, jaga sebuah rahasia yang tidak seharusnya ia tahu. Kau paham ucapan papa?"

Ucapan ayahnya begitu memukul hatinya. Jadi ia harus berbohong? yasudahlah, jika itu demi kebaikannya akan ia lakukan. "Aku tahu. Ta... tapi bagaimana dengan gadis itu?"

Pria paruh baya itu tersenyum kecil pada putrinya. "Dia hanyalah penganggu di hubungan kalian. Papa yakin, dia akan lebih memilih bersamamu. Yakinkan hati dia kembali nak, bawa dia bersama denganmu lagi." Ucap pria itu meyakinkan.

Mendengar ucapan ayahnya, ada sedikit ketenangan di hatinya. Mencintai? perasaan itu sudah sama-sama tumbuh selama bertahun-tahun lamanya. "Aku akan melakukan itu, dia hanya milikku papa."

"Bagus. Memang itu yang harus kau lakukan, sayang." Pria paruh baya itu tersenyum licik. "Bersiaplah, tiga puluh menit lagi pesawat kita akan lepas landas."

Gadis itu mengangguk, meninggalkan ayahnya dengan secercah senyuman lebar.

Kebahagian akan datang kembali pada keluarga kami. Berbahagialah, nak.

***

Matahari sudah menampakkan sinarnya, tapi masih belum ada tanda-tanda Kay terbangun dari tidurnya.

Jose dan Brian masih setia menunggu Kay. Victor dan juga yang lainnya harus sudah kembali, karena banyak pekerjaan kantor yang harus mereka selesai terlebih dulu. Jangan lupakan Queena, gadis itu juga berada di tengah-tengah Jose dan Brian.

Max terlihat tengah memasuki rungan Kay, di dalam sana ada Jose, Brian dan juga Queena.

Max memeriksa keadaan Kay saat ini, ia hanya bisa menghela napasnya pasrah begitu selesai memeriksa Kay.

Jose langsung berdiri dari duduknya, diikuti Brian dan juga Queena.

"Bagaimana keadaannya Maxie?!"

"Belum ada perkembangan, detak jantungnya masih sangat lemah."

Brian mendesah kecewa. Buku-buku jemarinya sudah mengepal kuat. Ia bersumpah, akan membalaskan semuanya pada orang yang telah berani melakukan ini pada adiknya.

"Sembuhkan dia kumohon, Max! berapapun biayanya, asalkan dia sembuh." Ucap Brian memohon.

"Loyalitas ku pada keluarga Walter tidak bisa dibeli dengan uang, George. Tanpa kau meminta, aku akan berusaha menyembuhkan pasien ku sebisanya. Bantulah aku dengan doa-doa dari kalian." Ucap Max begitu tulus.

"Apapun. Untuk adikku, Maxie."

Max tersenyum singkat, begitu banyak orang yang menyayangi gadis itu. Ia berjanji, akan berusaha membawa gadis itu kembali pada mereka. Promise.

Max melenggang pergi dari ruangan itu, tapi tatapan matanya tiba-tiba terfokus pada Jose. Pria itu menatap langit-langit atap dengan tatapan sendu, kantung matanya menghitam pertanda kurang tidur semalaman, rambutnya acak-acakan, dan wajahnya sudah begitu lelah. "Pulanglah, bersihkan dirimu dulu. Aku akan menjaga gadis itu bersama Queena." Max tahu soal Queena, karena Brian yang memberitahu semuanya pada Max. Jika Queena yang akan menjaga Kay selama beberapa minggu kedepan.

Jose menatap Max. "Kau tidak berhak mengaturku. Aku hanya ingin disini!" ucap Jose dengan suara rendah, ada raut kesedihan di balik suaranya itu.

"Aku memiliki hak, karena aku dokter yang menangani Kay disini." Tukas Max membenarkan, "Pulanglah. Jika keadaan mu terus-menerus seperti ini, aku hanya takut kau jatuh sakit. Siapa yang akan menjaga Kay nanti? dia lebih membutuhkan kau dan kakaknya untuk menjaganya." Max sangat khawatir dengan keadaan Jose saat ini. Pria itu hanya terjaga selama beberapa menit semalaman, bahkan ia juga melewatkan sarapannya. Begitupun dengan Brian, seolah tidak memiliki semangat lagi--karena penyemangatnya selama ini tengah terbaring tidak berdaya di rumah sakit.

"Aku tidak bi--" ucapan Jose terpotong saat tiba-tiba Max lebih dulu mengeluarkan suaranya. "Bisa. Apa yang kau takutkan? disini ada aku dan juga Queena, di depan pintu juga ada Edward dan Allard. Aku berjanji, tidak akan ada seorangpun yang akan menyentuh gadismu."

Jose memijit pelipisnya yang sedikit pening. Apa yang dikatakan Max benar, tubuhnya saat ini benar-benar lemah. Jika terus menerus seperti ini, ia bisa sakit. Dengan berat hati akhirnya Jose lebih memilih mengiyakan ucapan Max. "Baiklah, aku akan pulang. Jaga Kay, untukku." Jose menatap Max dan Queena bergantian.

"Tentu." Max tersenyum tulus, Jose sudah bangkit dari duduknya dan meninggalkan ruangan itu. Hanya tersisa dirinya, Brian, dan Queena. "Pulanglah, Brian. Kau bisa kemari beberapa jam lagi, lakukan itu semua untuk adikmu."

Sama seperti Jose, Brian akhirnya lebih memilih mengiyakan ucapan Max. "Aku akan kembali beberapa jam lagi. Pastikan tidak ada satupun orang yang masuk, sekalipun itu perawat!" tekan Brian pada Max.

Max menatap Brian dengan tatapan bingung. Apa ada yang salah dengan perawat disini?

"Maksudmu? ayolah, George--perawat itu yang membantu ku--"

"Aku tahu kau bukan dokter yang bodoh, Maxie! Perawat itu tidak ada apa-apanya dengan kemampuanmu!" Brian menggeram kesal, seorang dokter sepandai Max tetapi sangat susah untuk mengerti ucapannya. Benar-benar...

"Bodoh! Aku hanya takut ada seseorang yang menyamar menjadi seorang perawat, lalu masuk kesini."

Max mengangguk kecil, menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Entahlah...

"Copy that, sir!" ucap Max seadanya. Otaknya sudah terlalu dipaksa untuk berpikir keras menghadapi seorang Walter dan juga George yang begitu keras.

Brian memutar bola matanya malas, enggan menanggapi ucapan Max. Brian bangkit dari duduknya, kakinya melangkah hendak meninggalkan ruangan itu. Tiba-tiba teriakan nyaring seorang gadis, membuat langkah Brian terhenti.

"Tunggu!" teriak Queena, senyumnya sudah menyengir lebar.

Brian memutar tubuhnya dengan terpaksa, menggeram kesal. Oh God! penampilan gadis itu, piyama berbunga-bunga, rambutnya terlihat berantakan, ada sedikit kotoran di sekitar bibirnya. Damn! Brian bisa-bisa dibuat gila jika harus melihat penampilan gadis itu setiap hari!

"Ada apa lagi, Queena?!" bentak Brian.

Queena hanya cemberut kesal. "Bawakan aku baju ganti, lengkap dengan atasan, bawahan, dan dalaman." Queena menutup mulutnya seketika saat tanpa sadar mengucapkan kata dalaman. "Upss! Maaf aku tidak sengaja. Kau bisa menguruh maid untuk menyiapkan pakaian ganti untukku." Queena tanpa rasa bersalah, gadis itu justru sudah menyengir lebar. Max? pria itu dibuat menganga dengan ucapan Queena.

Oh lord... Brian semakin gila. Bagaimana bisa, gadis yang baru mengenal dirinya sudah berani memerintah dirinya seenak jidatnya? terlebih menyuruhnya untuk membawakan dalaman seorang wanita. Shit!! Ini tidak benar, sungguh penghinaan untuknya.

"Kau pikir aku mau? jangan bermimpi!" geram Brian.

Queena memelototkan matanya pada Brian, bibirnya sudah bergerak ke kanan dan ke kiri. Seperti bocah yang sedang marah dan merajuk. "Ckk! Kau tidak lihat? bajuku sudah kucel, bau ku tidak harum lagi, tubuhku lengket. Ayolah... yayaya?"

Brian masih kekeuh dengan pendiriannya. Hell! Memangnya siapa gadis itu heh?!

"Kau memerintah ku?"

"Tidak, aku hanya meminta tolong pada bosku. Tidak salah kan?"

"Tapi aku tidak menerima permintaan tolong dari kacung sepertimu!" Brian memutar bola matanya malas.

Keras kepala adalah ciri khas Queena. Gadis itu tidak akan menyerah sebelum keinginannya terpenuhi. Queena maju satu langkah, memajukan ketiaknya pada hidung Brian--sedikit berjinjit, karena Brian lebih tinggi darinya. "Lihatlah, ketiakku bau kan?! kau mau satu ruangan pingsan karena bau keringat ku?" Queena tanpa rasa malu, gadis itu justru mengendus-endus ketiaknya sendiri.

"Shit! This bitch!" teriak Brian. "Jangan menjijikkan Queena! Pergilah, cari pakaian untukmu sendiri! Aku bukan kacungmu!"

Queena menjulurkan tangannya di hadapan Brian. "Mana uang nya?"

Brian benar-benar sudah frustasi jika harus berhadapan dengan Queena terus menerus.

"Ekhmm... katanya kami kau suruh untuk menjaga Kay? lalu untuk apa kau menyuruh Queena membeli pakaian di luar?" Max mengeluarkan suaranya, membuat Brian dan Queena menatap ke arahnya.

Brian sendiri sudah dibuat bungkam dengan ucapan Max barusan. Sial... semua sangat menyebalkan!

"Fine! Aku akan membawakan pakaian untukmu!" ucap Brian terpaksa.

Max dan Queena sudah tertawa lepas saat melihat seorang Brian sudah kalah telak di tempatnya.

"Terimakasih bos bar-bar! cepat pergilah, tubuhku sudah sangat lengket." Ucap Queena bak seorang bos.

"Shit! Damn you girl!"

***

Jose dan Brian sudah berada di rumah sakit kembali, bersama Victor dan juga Ken. Tidak hanya mereka, Clay dan Nath juga berada di ruangan Kay--bersama Queena tentunya.

Nath masih saja terus menangis jika melihat keadaan Kay seperti ini, sedari tadi ia juga tidak berhenti menyalahkan Clay.

"Bodoh! Seharusnya kau tidak meninggalkan dia, Maddison! Dia sahabat kita, seharusnya kau bisa menjaga nya!" bentak Nath pada Clay.

Jose dan yang lainnya tidak bergeming. Jujur saja, mereka semua masih kesal dengan Clay--kecuali Victor, maybe.

Clay semakin merasa bersalah di tempatnya. Yang bisa ia lakukan hanyalah menangis dan meminta maaf. "Maafkan aku, a... aku tidak tahu jika keadaannya seperti ini. Aku tidak bermaksud meninggalkan Kay, hikss."

"Aku kecewa denganmu Clay, hanya beberapa menit saja dia bersama mu dan... kalian," Nath menatap satu-persatu semua orang yang berada di ruangan itu. "KALIAN SANGAT CEROBOH, HANYA MENJAGA SATU ORANG SAJA TIDAK PECUS! Kau Brian, kakak macam apa kau menjaga adiknya saja tidak bisa? Bodoh! Dan kau Jose, jika kau tidak datang di kehidupan Kay--INI SEMUA TIDAK AKAN TERJADI!" semua yang berada di ruangan mendapatkan kemurkaan dari seorang Nathalie, termasuk Ken dan Victor sekalipun. "Kalian berdua, ku kira kau cukup pintar--tapi nyatanya otakmu sangat bodoh. KALIAN TAHU KAY DALAM BAHAYA KENAPA KALIAN DIAM SAJA HAH?! KALIAN PIKIR MEMBERITAHU SEMUANYA DISAAT KAY SUDAH DALAM BAHAYA ITU BENAR? Persetan! Aku tidak peduli siapa kalian disini, Kay lebih dari apapun di hidup ku. Aku.Membenci.Kalian!" Nath sudah tersulut emosi, ia benar-benar tidak terima dengan semua ini.

Ken dan Victor memang merasa bersalah dengan semua ini. Tapi ini semua bukanlah sepenuhnya kesalahannya, bukan tanpa alasan juga mereka melakukan semua itu. Jika Ken dan Victor terang-terangan memberitahu mereka, semua itu bukanlah pilihan yang tepat--karena posisi mereka pun juga sedang di amati seseorang. Jika mereka gegabah, bukan hanya Kay saja yang dalam bahaya--tetapi tamu yang lain pun juga bisa dalam bahaya. Hanya satu kesalahan mereka, begitu mereka tahu Kay sedang diawasi seseorang--mereka justru menjauh dari Kay saat itu.

"Kau tidak tahu apa-apa, Nathalie. Kami memang bersalah, tapi tidak sepenuhnya itu semua salah kami. Ini semua musibah, tidak ada yang mau Kay seperti ini. Kau bersedih, tapi disini Brian lebih hancur hatinya daripada kau." Ucap Victor rendah.

Nath memandang Victor dengan senyum kecut. "Musibah katamu? MUSIBAH ITU TIDAK AKAN TERJADI JIKA KALIAN BISA MENJAGA KAY DENGAN BENAR!"

"Jika kami tahu apa yang akan terjadi, kami tidak akan membiarkan ini semua begitu saja, Nathalie!" Ken akhirnya mengeluarkan suara, sedikit parau.

Jose sedari tadi masih bisa menahan emosinya, tapi kali ini tidak--telinganya sudah cukup penging mendengar ini semua.

BUGH!

Tangan kanan Jose sudah menghantam tembok dengan cukup keras, hingga tangannya terluka dan mengeluarkan darah. Jose memandang Nath dengan tatapan sengit, pandangannya begitu murka.

"Aku sedari tadi memang diam, tapi tidak untuk sekarang, Nathalie Brave. Kau memang menyayangi Kay, tapi disini yang menyayangi Kay tidak hanya kau saja. Tidak ada yang mau melihat Kay seperti itu, Brave! DENGAN CARA KAU MARAH-MARAH PADA KAMI SEMUA, APA ITU BISA MENGEMBALIKAN KONDISI KAY HAH?! BODOH TERIAK BODOH! HARUSNYA OTAKMU CUKUP PINTAR MENANGGAPI MASALAH INI!"

Nath sedikit mundur dari tempatnya, ia tidak mengira--jika Jose bisa semurka ini. Tubuhnya sudah sangat dingin, lidahnya begitu kelu, tatapan mata Jose begitu tajam menyirat kebencian.

Brian menghela napasnya, masalah tidak akan selesai jika melihat kemurkaan Jose saat ini. Brian lalu berdiri dari duduknya, membawa Nath kedalam pelukannya--lalu menenangkan gadis itu. Wajar saja, Nath dan Clay sudah seperti adik untuk Brian. "Apa yang dikatakan Jose benar, Nathalie. Kau memang sudah mengenal Kay lebih lama dariku, tapi aku sudah menganggap Kay sebagai adik kandungku. Hatiku hancur, sangat hancur. Tapi dengan cara menyalahkan keadaan, tidak akan membuat semuanya menjadi selesai. Jika Kay bisa mendengar kita, ia akan sangat marah melihat kau seperti itu."

Aku kagum denganmu, Brian. Hatimu begitu baik, gadis yang akan memiliki mu nanti pasti sangat beruntung. Batin seseorang.

Nath terisak di dalam pelukan Brian. "Maafkan aku. Aku hanya takut Kay kenapa-kenapa. Hikss."

Brian mengelus pucuk kepala Nath, memberikan sedikit ketenangan pada gadis itu--gadis yang begitu menyayangi adiknya. "Its okay, Kay akan baik-baik saja. Dia hanya membutuhkan istirahat sebentar, tubuhnya masih sangat lemah. Jangan khawatirkan dia, Max akan membantu Kay sampai sembuh. Okay?" Brian mencoba tersenyum dengan tulus, memaksakan semuanya baik-baik saja di depan orang-orang. Ia hanya berpura-pura kuat, tapi nyatanya tidak sekuat itu.

"Tidak usah dipaksakan tersenyum. Aku tahu, kau hanya sedang menutupi kekhawatiran mu saja." Goda Nath pada Brian.

Brian terkekeh. "Kau sudah cukup lama mengenalku rupanya."

"Ekhmm... jadi ceritanya sudah berbaikan? Good! kita tidak anggap disini!" sindir Ken.

Nath memutar bola matanya malas. "Diam! Aku masih marah denganmu, Jordan!"

Ken mengendikkan bahunya acuh. "Up to you. Lebih baik kau mengaca, bersihkan ingusmu. Menjijikkan!"

Nath hanya mendengus kesal. "Awas kau!"

Victor menyenggol lengan Ken, memberikan tatapan menggoda. "Kau tidak sedang cemburu dengan Brian, 'kan?"

Ken menatap tajam Victor. "Damn you V! Jaga mulutmu, jangan mengada!"

Brian terkekeh mendengar ucapan Ken yang sedikit salah tingkah. Tidak banyak yang dengar, hanya Brian dan Jose saja--karena posisi tempat duduk mereka saling berdekatan.

"Jadi kalian berdua tidak mau berbaikan?" Brian melirik Nath dan Clay.

Nath tersenyum, lalu merentangkan tangannya pada Clay. "Maafkan aku, aku hanya tak--"

"Tidak apa Nathalie, aku tahu kau sangat menyayangi Kaylee." Mereka saling berpelukan.

"Wait! Jangan lupakan Kay, Maddison!"

Clay tertawa kecil, lalu detik berikutnya mereka sudah berpelukan--memeluk tubuh Kay yang masih belum sadarkan juga.

"Kay, cepat bangun ya. Kami sangat merindukanmu." Ucap Clay.

"Nath berjanji, jika kau sembuh nanti--aku akan memberikan ponselmu untukmu. Aku tidak akan marah lagi. Asalkan kau bangun ya?" Ucap mereka bermonolog sendiri, tidak ada respon apapun dari Kay--mata itu masih terpejam begitu sempurna.

Salah satu kebiasaan Kay, ia selalu ceroboh saat memiliki ponsel. Berkali-kali ponsel yang dimiliki gadis itu akan berakhir jatuh ataupun hilang. Dan yang menyebalkan untuk Nath, Kay selalu mengambil ponsel di perusahaannya--dan hanya di gantikan dengan sebuah ice cream dan lollipop kesukaan Nath. Nath tidak terlalu mempermasalahkan hal itu, orang tua Nath pun juga dengan senang memberikan itu semua secara cuma-cuma. Mereka sudah saling mengenal cukup lama, wajar saja jika mereka sedekat itu.

"Ahh aku merindukanmu, cepat bangun ya." Nath dan Clay masih saling berpelukan. Hingga tiba-tiba tatapan Nath terkunci pada seorang gadis yang tengah terduduk di atas sofa, gadis itu adalah Queena.

"Hey gadis ber-piyama! Kau tidak mau ikut berpelukan dengan kita?" gadis berpiyama, itulah sebutan untuk Queena. Semalam Nath begitu memandang Queena dengan tatapan aneh, bagaimana tidak? gadis itu berpenampilan berbeda dari yang lain.

Queena memberikan tatapan cengo pada Nath, sembari menunjuk dirinya sendiri.

"Iya kau! Cepat kemari!"

Tanpa banyak kata, Queena langsung menghambur kedalam pelukan mereka. Memeluk begitu erat. Akhirnya, Queena bisa merasakan bagaimana rasanya memiliki seorang teman.

"Kita sahabat!" ucap Nath dan Clay bersamaan.

Jose, Brian, Victor, dan Ken tersenyum kecil. Ahh seandainya Kay bangun, ia pasti senang.

***

Jose mengamati wajah Kay begitu lekat, tidak ada senyuman seperti biasanya. Hanya ada wajah polos gadis itu yang tengah terpejam dengan tenang.

"Alee, bangunlah. Aku sangat merindukanmu." Jose mengecup kening Kay cukup lama, memberikan sentuhan kehangatan untuk gadisnya. Kecupan itu terhenti, saat tiba-tiba dering ponsel Jose berbunyi.

"Shit!" umpat Jose. What happened?

"Aku pergi sebentar, aku akan kembali." Jose mengecup jemari Kay, lalu beralih mengecup kedua pipi Kay.

"Lantai 6, ikut denganku!"

Seakan mengerti dengan ucapan Jose, Brian, Victor, dan Ken langsung mengikuti arah kemana perginya Jose.

Mereka sudah sampai di lantai 6 rumah sakit Walter, sebuah ruangan pribadi yang hanya seorang pemilik rumah sakit saja yang bisa memasuki rungan itu.

Seperti yang direncanakan semuanya semalam, mereka saat ini tengah mencari tahu pria misterius yang datang pada pesta peresmian SG Hotels.

"Tunjukkan rekaman CCTV tadi malam, tepatnya di lorong dan ballroom hotel." Ucap Jose cepat tanpa basa-basi kepada Edward.

Edward mengangguk, lalu memberikan rekaman itu pada Jose.

Rekaman itu berhasil di dapatkan Victor semalaman, sebelum penyusup itu masuk dan menghapus rekaman itu. Dengan begitu lihainya, Victor segera menyalin rekaman itu pada ponselnya lalu diberikan pada Edward.

Rekaman CCTV berjalan, menampakkan seorang pria menggunakan pakaian serba hitam, dan juga kacamata berwarna hitam--berdiri tidak jauh dari Kay. Penerangan yang dibuat sedikit remang-remang membuat pria itu tidak begitu terlihat jelas dalam rekaman CCTV. Hanya saja--postur tubuh pria itu tidak asing lagi bagi Jose.

"So, kau sudah tahu siapa penghianat nya disini?" tanya Victor pada Jose, Victor tengah berkutat dengan MacBook didepannya--matanya begitu tajam menelisik sesuatu di dalam sana.

"Tidak jauh dari kita." Ucap Jose sedikit geram. Sudah diduga, sejak pertama kali pria itu datang--tingkahnya begitu mencurigakan. Tapi Jose berusaha mengenyahkan pikiran buruknya sendiri, tanpa diduga--orang yang mengenali dirinya begitu jauh justru berpotensi menghianati dirinya seperti ini.

Brian sedari tadi menahan amarahnya yang sudah berada di ujung tanduk, tak henti-hentinya menyalahkan dirinya sendiri yang begitu ceroboh tidak bisa menjaga adiknya. Bagaimana jika kedua orangtuanya tahu? pasti ia akan sangat kecewa...

"Bajingan!"

Ken menepuk bahu Brian pelan, ia tahu--ini adalah kesalahan terbesar untuk seorang Brian, meskipun sebenarnya ini bukanlah kesalahannya sepenuhnya. "Bersabarlah, lihat rekaman itu sampai selesai."

Rekaman kembali berputar, kejadian di lorong dari awal sampai akhir berhasil membuat emosi Jose semakin meledak. Terlebih ketika melihat Kay tengah mengikuti seorang pria yang tidak begitu jelas tertangkap camera CCTV. Tidak asing, Jose yakin--ia pernah bertemu dengan orang itu sebelumnya, juga orang yang mengamati gerak-gerik Kay sedari datang hingga berada di dalam ballroom hotel.

"Terkadang, orang yang berpotensi mengkhianati adalah orang terdekat kita." Ucap Ken tenang, tapi ada sebuah maksud yang begitu dalam dari balik ucapannya itu.

Brian menatap Ken, "Apa maksudmu?!"

"Jose yang lebih tahu maksud ucapanku."

Brian langsung bergantian menatap Jose. "Jelaskan, tidak usah bertele-tele!"

Jose melirik Edward, Edward mengangguk lalu memberikan satu lembar foto pada Brian.

"Penghianat yang sebenarnya."

Brian mengerti akan ucapan Jose, di foto itu adalah penghianat yang Jose maksudkan itu. Brian langsung terkejut bukan main, saat mengetahui siapa yang berada di dalam foto itu. Damn! Bahkan orang yang berada di foto itu sekarang berada di sekitar Kay saat ini.

"Shit!! Kau baru memberitahuku disaat orang ini berada di sekitar Kay? Jangan gila, Jose! Kay bisa terlu--" ucapan Brian terpotong, bukan--bukan Jose yang memotong ucapan Brian, tetapi Victor.

"Disana ada kacungmu yang menjaga Kay, bodyguard mu juga ada disana. Jose juga sudah memasang penyadap suara di dalam ruangan Kay, jangan khawatir. Ada CCTV juga yang terhubung di ponsel kita." Tanpa sepengetahuan Brian, Victor sudah menghubungkan rekaman CCTV dan penyadap suara di ponsel mereka masing-masing atas perintah Jose. Jika hanya di ponsel Jose saja, itu tidak akan menjamin keselamatan Kay--karena bisa saja Jose lengah, maka dari itu Jose memilik mereka untuk membantunya menjaga Kay dari kejauhan. Itu semua Jose lakukan tanpa sepengetahuan orang lain, hanya mereka bertiga dan juga Edward saja yang tahu.

Brian sedikit menghela napasnya lega, saat dirinya melihat CCTV ruangan Kay di ponselnya. Semua baik-baik saja, hanya satu yang masih menganggu pikirannya--adiknya belum juga terbangun dari komanya.

"Foto itu, orang yang mengawasi Kay dan kita mulai dari kita datang sampai masuk ke dalam ballroom." Ucap Jose sebentar, tangannya memegang sebuah foto yang tadi sempat Brian lihat. "Untuk pria yang mengajak Kay keluar menuju lorong dan pelaku penusukan Kay aku belum tahu. Yang jelas mereka bekerja sama."

"Apa rencana kalian selanjutnya?" tanya Ken.

Brian menggebrak meja begitu keras, hingga tangannya sudah memerah mengeluarkan darah. "Jangan harap setelah ini ia masih bisa berkeliaran di sekitar kita! Darah di balas dengan darah." Brian menyeringai, tatapan matanya begitu tajam seperti elang, itu artinya--membunuh, ia harus membunuh orang itu. "Menyiksanya, lalu menghabiskan nyawanya tanpa ampun." Brian masih menyeringai, tangannya mengeluarkan sebuah pistol dari dalam sakunya.

Dorr!

Satu peluru sudah keluar bebas, hingga menghancurkan satu vas bunga yang berada di sudut ruangan.

"Hancur, seperti vas itu. Kehancuran akan datang, jangan pernah bermain dengan seorang Smith George, penghianat kecil."

Edward bergidik ngeri melihat kemurkaan Brian. Jika Jose, mungkin Edward masih terbiasa--tapi Brian, ia baru tahu jika Brian bisa se-menyeramkan ini. Jose memang bisa lebih menyeramkan melebihi Brian, tapi terkadang sosok itu muncul ketika dirinya berhadapan langsung dengan mangsanya, jika dalam keadaan seperti ini--otaknya lebih memilih bekerja dengan keras memikirkan rencana apa yang akan ia lakukan setelah ini. Jose tidak akan membiarkan mangsanya mati dengan begitu mudah, kehancuran dan air mata harus di dapatkan mangsanya sebelum pistol dan belati miliknya menjelajahi tubuh mereka. Bermain-main sebentar tidak apa, sebelum kemurkaan itu yang akan berbicara.

Victor dan Ken justru terkekeh, ia merindukan seorang Brian semurka ini.

"Membunuh, tapi tidak untuk saat ini."

"Aku lebih setuju denganmu, Jose." Ucap Ken.

Victor terkekeh. "Aku menyukai rencana licik di dalam otakmu, dude." Victor tersenyum lebar, sebelum melanjutkan ucapannya. "Harus kuakui, orang itu terlalu berani bermain-main dengan orang seperti kau."

Jose hanya menunjukkan smirk-nya, rencanya sudah tersusun dengan begitu apik. Sedangkan Brian masih tidak tahu apa yang Jose rencanakan saat ini. "Jose! Untuk apa kau memberikan dia kesempatan hidup, heh?! Jangan bodoh, Jose! Dia bisa--"

Jose memotong ucapan Brian cepat. Brian memang pria yang sangat mudah mengambil sebuah tindakan dan dia juga tidak menyukai basa-basi, jika orang itu membuat kesalahan padannya--tanpa banyak bicara, ia akan segera menghabisi orang itu. Seperti saat ini.

"Dia tidak akan bisa menyakiti Kay jika kita menjaga nya."

"Lebih baik, jelaskan rencanamu saja." Tukas Ken.

Jose menggeram kesal. Jika dalam keadaan seperti ini, Brian bisa menjadi sangat murka dan mendadak otaknya begitu bodoh.

"Akan ada rencana selanjutnya ketika dia mengetahui Kay masih hidup."

Brian mengernyit. Oh lord... Brian tidak menyukai orang yang bertele-tele jika dalam keadaan seperti ini.

"Aku tidak suka bertele-tele. Lanjutkan ucapan mu!" ucap Brian dingin.

"Aku sudah mengenal dia selama bertahun-tahun, aku yakin dia melakukan ini semua hanya karena sebuah ancaman." Tebak Jose sebelum melanjutkan ucapannya. "Tiga orang berbeda yang tertangkap rekaman, mereka bekerjasama. Dan satu diantara mereka yang paling dekat dengan kita. Jika aku membunuh dia saat ini juga, akan lebih sulit lagi mengawasi setiap pergerakan mereka jika suatu saat mencelakai Kay lagi. Posisi dia saat ini, bisa kita manfaatkan untuk mencaritahu keberadaan dua orang itu. Ikuti permainannya, Kay tetap dijaga Edward dan Queena."

Brian menggeleng, pria itu masih tidak menyetujui ucapan Jose. "Aku tidak setuju! Kau, dan kami semua adalah seorang hacker, kita bisa dengan mudahnya mencari tahu semuanya sendiri--tanpa menggunakan ide konyolmu itu!"

Perusahaan yang besar, membuat mereka harus pandai dalam menggunakan tekhnologi. Tidak menutup kemungkinan juga banyak relasi bisnis yang mencoba membobol data-data penting dari perusahaan mereka.

"Terserahmu, George. Aku tidak meminta persetujuan darimu sekalipun." Jose berdiri, keluar dari ruangan lalu pergi meninggal Brian dan juga yang lainnya.

Ken menghampiri Brian. "Mencari tahu semuanya sendiri dengan mencari tahu pada orangnya langsung akan lebih mudah mencari tahu dengan orangnya langsung."

"Bukannya kami tidak menyetujui idemu, tapi apa yang dikatakan Jose dan Ken ada benarnya. Kita memang bisa mencari tahu sekalipun kita seorang hacker, tapi mencari tahu pada orangnya langsung akan lebih jelas semuanya." Victor menyaut.

Ken menepuk bahu Brian dua kali, membuat Brian menatap Ken serius. "Aku tahu kau menyayangi Kay, tapi coba pikirkan sekali lagi."

"Mendengar cerita Queena, aku bisa menyimpulkan jika Kay mengetahui sesuatu sebelum dia tidak sadarkan diri. Kay juga yang membiarkan dia lari begitu saja. Bukan tanpa alasan, pasti Kay melakukan itu semua ada sebabnya. Jadi, pikirkan lagi semuanya. Paling tidak, tunggulah sampai Kay terbangun." Victor mengimbuhkan.

Ken dan Victor sudah hampir pergi, tapi langkahnya terhenti saat mendengar ucapan Brian. "Aku setuju."

Ken dan Victor mengulas senyumnya tipis.

Jose tengah berada di kantin rumah sakit, sedari tadi pagi tidak ada satupun makanan yang masuk kedalam perutnya. Jika bukan paksaan dari ibunya yang sedari tadi menghubungi dirinya, Jose tidak akan berada di kantin rumah sakit saat ini juga.

Jose berjalan menuju kursi kantin yang berada di ujung, tangan kanannya membawa secangkir minuman hot chocolate--kesukaannya.

Sebelum melanjutkan langkahnya, ia mendengar sebuah suara yang tidak asing lagi ditelinga nya.

"S-steve!"

Jose diam membatu di tempatnya, panggilan itu...

Jose membalikkan badannya, pandangan nya seolah terkunci melihat siapa yang berada di depannya, lidahnya kelu, tangannya gemetar--hingga gelas yang berada di tangannya sudah terjatuh di lantai.

###
To be continue...

Holaaaa, Jose update!!

Maafin zi udah satu minggu lebih gak bisa update cerita😭. Zi lagi sibuk akhir-akhir ini, gak ada waktu buat nulis. Tapi zi selalu usahain update terus cerita ini kok, tapi mungkin kalo nggak tiap hari lagi maapin yahh😭.

Sebagai gantinya,zi updatenya panjang buangettttt guys. Semoga kalian sukak!!

Next??

Jangan lupa Vomment nya yah..
Jangan jadi silent riders pliss😭

Follow me on Instagram : @silviaanugrahh

Love

zizianugrah

Senin, 13 Januari 2020

Continue Reading

You'll Also Like

2.8M 27.8K 27
(⚠️🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞⚠️) [MASIH ON GOING] [HATI-HATI MEMILIH BACAAN] [FOLLOW SEBELUM MEMBACA] •••• punya banyak uang, tapi terlahir dengan satu kecac...
2.2M 33.3K 47
Karena kematian orang tuanya yang disebabkan oleh bibinya sendiri, membuat Rindu bertekad untuk membalas dendam pada wanita itu. Dia sengaja tinggal...
1.5M 6.3K 16
LAPAK DEWASA 21++ JANGAN BACA KALAU MASIH BELUM CUKUP UMUR!! Bagian 21++ Di Karyakarsa beserta gambar giftnya. 🔞🔞 Alden Maheswara. Seorang siswa...
6.3M 326K 59
[SEBAGIAN DIPRIVATE, FOLLOW AUTHOR DULU SEBELUM BACA] Tanpa Cleo sadari, lelaki yang menjaganya itu adalah stalker gila yang bermimpi ingin merusakny...