Mahram Untuk Nafisah

By liareza15

639K 49K 2.6K

Setelah di khianati dalam ikatan pernikahan, Nafisah tidak akan pernah lagi percaya yang namanya cinta. Janga... More

Bukan Mahram : 02 Juli 2022
FLASHBACK
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
Chapter 22
Chapter 23
Chapter 24
Chapter 25
Chapter 26
Chapter 27
Chapter 28
Chapter 29
Chapter 30
Chapter 31
Chapter 32
Chapter 33
Chapter 34
Chapter 35
Chapter 36
Chapter 37
Chapter 38
Chapter 39
Chapter 40
Chapter 41
Chapter 42
Chapter 43
Chapter 44
Chapter 45
Chapter 46
Chapter 47
Chapter 48
Chapter 50
Chapter 51
Chapter 52
Chapter 53
Chapter 54
Chapter 55
Chapter 56
Chapter 57
Chapter 58
Chapter 59
Chapter 60
Chapter 61
Chapter 62
Chapter 63
Chapter 64
Chapter 65
Chapter 66
ENDING

Chapter 49

7.5K 812 46
By liareza15

Menghindar lebih baik. Itu yang Nafisah lakukan saat ini. Jujur, ia tidak suka melihat Daniel makan malam berdua dengan wanita lain. Nafisah sudah bekerja keras memasak, menghalau rasa pusing, mual, mood yang kurang baik. Demi memberi kejutan untuk Daniel, suaminya.

"Ada yang panas. Tapi bukan Matahari."

Nafisah baru saja hendak menaiki anak tangga kedua, ia langsung menghentikan langkahnya. Menoleh kebelakang, Nafisah mendapati Marcello menatapnya sinis.

"Bukankah mereka cocok? Evelyn dan Daniel. Ah sayang sekali, status mereka saudara tiri. Sebagai seorang sahabat yang sudah bersamanya selama 15 tahun ini, aku bisa menilai wanita seperti apa yang tepat untuknya."

Apakah Marcello baru saja menyendirnya?

"Apa masalah anda dengan saya Tuan Marcello terhormat? Apakah saya sudah membuat kesalahan?" Nafisah menatap pria asli kelahiran Italia itu dengan tatapan tak kalah sinis. Marcello baru saja berbahasa Indonesia padanya dengan ucapannya yang kaku. Tapi cukup jelas untuk di dengar.

"Menurutmu?"

Nafisah mendecak. "Jika tidak ada hal penting yang ingin di bicarakan, sebaiknya anda pergi saja. Permisi."

"Kau memang tidak membuat kesalahan padaku." imbuh Marcello.

"Ma hai commesso un errore con tuo marito.."

( Tapi kau membuat kesalahan pada suamimu..)

Lagi, Nafisah benci dirinya tidak mengetahui arti bahasa Italia. Ia menatap Marcello balik dengan pandangan amarah.

"Wes, sak karepmu Mas! Mumet kepalaku karo awakmu. Dasar Wedus!"

Reaksi Marcello langsung berubah. Kedua matanya terbelalak kaget. Seperti tampang bodoh sambil menunjuk dirinya.

"What? Apa katanya? Wed.. Wed apa? Wed.. " Marcello berpikir sejenak.

"Duss.. Duss. Apa maksudnya?" 

Marcello merasa tak terima. Ia ingin mengumpat tapi Nafisah sudah menghilang dari pandangannya. Nafisah sendiri mempercepat langkahnya. Sejak tadi ia menahan amarah pada Daniel, di saat yang sama Marcello juga melakukan hal yang sama. Membuatnya jengkel.

Nafisah sudah berada didepan pintu kamarnya, ia menarik napas sejenak dan menghembuskannya secara perlahan.

"Tarik napas Nafisah... Hembuskan.. "

"Ingat, kamu jangan mudah terpengaruh sama apa yang kamu lihat. Oke? Kamu lagi nggak cemburu. Cuma kecewa aja."

"Dan juga jangan marah. Kalau kamu begitu, yang ada dia akan besar kepala dan membuatnya terpikir kalau kamu cemburu!"

Nafisah kembali menambah tingkat ketinggian pada tembok yang ia bangun pada dirinya. Benteng itu harus kuat. Jangan sampai goyah dengan resiko sejarah masalalu yang bisa saja terulang.

Nafisah akhirnya memasuki kamarnya. Samar-samar ia melihat siluet seseorang di balkon. Nafisah menyipitkan matanya, melangkah pelan, sampai akhirnya ia terkejut. Daniel terlihat santai melahap makanan yang di atas meja. Sebuah meja berukuran sedang yang di peruntukan untuk dinner couple dengan suasana romantis.

Beberapa jam yang lalu Nafisah menyuruh pelayan menyiapkan semuanya. Seperti niatnya sejak awal, memberi kejutan pada Daniel. Tapi sekarang, pria nggak tahu diri itu duduk santai sembari mengiris steak daging menggunakan pisau. Tapi tunggu, bukankah pria itu tadi di lantai bawah? Kenapa tiba-tiba secepat itu ada di sini?
Nafisah menggeleng pelan, memejamkan kedua matanya sembari bersedekap, salah satu tangannya memegang keningnya. Sadar kalau Daniel sejak dulu suka muncul tiba-tiba.

"Sudah selesai menguping di lantai bawah saat aku bersama Evelyn?"

Nafisah tersentak. Karena sudah ketahuan akhirnya ia mendekati meja dinner itu. Marah, ia masih marah dengan semua kelakuan Daniel yang tidak tahu diri.

"Menguping?" Nafisah gengsi mengakuinya. "Masih banyak kegiatan yang lebih bermanfaat yang harus aku lakukan ketimbang menguping."

Daniel menatap Nafisah dengan pandangan intimidasi, namun terkesan menggoda. Pria itu juga bersedekap, jakunnya naik turun. Bahkan ia menarik sudut bibirnya, tersenyum angkuh. Nafisah tidak terima.

"Lagian apa maksudmu menguping?!"

"Terima kasih makan malamnya. Aku suka kejutannya." alih-alih menanggapi Nafisah, Daniel malah tersenyum manis. Bahkan kelewat manis dan sanggup membuat Nafisah meleleh.

Tidak, dia harus kuat. Sudah menjadi resikonya memiki suami yang tampan dan seksi. Jadi ia akan terbiasa dengan semua pesona yang di berikan suaminya itu. Berbeda dengan reaksi yang di tunjukkan Daniel, pria itu malah membuka dua kancing kemeja hitamnya dan membiarkannya terbuka.

Panas. Pipi Nafisah memanas dan merona merah. Tidak, jangan sampai ketahuan. Lebih baik ia masuk kedalam sekarang juga. Tapi tiba-tiba Daniel mencegah kepergiannya, tanpa aba-aba langsung meraih pinggulnya dan memberinya ciuman. Kejutan. Ciuman ini seperti ucapan terima kasih untuknya. Dan juga kerinduannya terhadap Nafisah yang ia tahan seharian ini.

Nafisah terkejut, semua ini terlalu tiba-tiba. Mendadak otak Nafisah berhenti bekerja, begitu mendebarkan hatinya. Lagi, tembok itu terkikis perlahan. Hal-hal manis yang di lakukan Daniel terhadapnya sering kali membuat pendiriannya goyah.

"Maaf tidak bermaksud membuatmu cemburu. Tadi kami makan bertiga. Ada Omer, suami Evelyn. Lalu dia pergi menerima panggilan. Mungkin kamu menguping dan melihat di saat kami hanya berdua. Itu hanya kebetulan." bisik Daniel, tepat di depan bibir Nafisah.

Ntah kenapa perasaan lega langsung mengikis kemarahan Nafisah. Nafisah menatap iris biru laut Daniel yang memancarkan rasa cintanya yang besar untuknya. Nafisah tahu betul kalau Daniel mencintainya. Untuk menutupi semuanya, Nafisah tersenyum meremehkan.

"Oh ya? Untuk apa kamu menjelaskan sedetail itu padaku? Percayalah, aku tidak masalah sekalipun kamu makan berdua dengannya. Bukankah kalian saudara walaupun tiri?"

"Itu benar. Kami saudara tiri. Tapi bukan mahram kan? Khawatir ada yang memfitnah kalau kami sedang berdua, maka aku harus menjelaskannya padamu agar tidak salah paham. Bahkan setan pun bisa memfitnah seorang suami  agar istri nya itu seudzon pada suaminya sendiri. Jelaskan padaku, apa yang di katakan setan tadi di kepalamu? Apakah aku suami yang tak tahu diri duduk berdua dan makan malam bersama Evelyn?"

Nafisah terdiam. Kehabisan kata-kata. Ia ingin menjauh, tapi Daniel malah menahan pinggulnya semakin erat. Daniel benar, dengan melihat semuanya beberapa menit yang lalu Nafisah sudah menganggap Daniel adalah suami yang tidak tahu diri. Nafisah berusaha mengalihkannya.

"Apa yang kamu bicarakan? Lebih baik kamu makan daripada-"

"Dasar Setan itu, ck, melihat dirimu mengobrol berdua dengan pria lain saja aku cemburu. Apalagi kalau kamu perang batin sama Setan? Dia sudah menggodamu sebagai kaum hawa yang memang mudah terpengaruh. Kalian pasti bergosip untuk menjelek-jelekkan aku di belakang.."

Daniel menjauh, raut wajahnya masam seperti anak kecil yang tidak di beri mainan. Nafisah merasa kalau malam ini Daniel kurang waras. Bisa-bisanya Daniel membawa setan di antara mereka.

Bahkan perdebatan mereka saat ini tanpa sadar sudah menjadi kesenangan bagi Setan yang melihatnya. Seperti tugasnya sejak dulu, bukankah tugas Setan itu mengadu domba rumah tangga sepasang suami istri?

*****

Farras terdiam, menatap selembar foto Ivana yang pernah ia simpan. Ia menarik sudut bibirnya, sadar kalau ia dan wanita itu waktu di masalalu memiliki kenangan, walaupun akhirnya selesai hanya karena Ibunya tidak menyukai Ivana. Alasannya satu, ayah Ivana adalah seorang narapidana. Ibu nya malu bila berbesanan dengan seorang narapidana. Hanif datang, menepuk pundaknya.

"Aku tahu ini berat buatmu, Zio. Maaf sudah membuatnya-"

"Bukan salahmu." Farras menatap Hanif, tersenyum getir. "Ivana sudah menjadi orang suruhan sesuai perintah atasan."

Akhirnya Farras membakar selembar foto Ivana yang tersenyum manis itu dengan korek elektrik di tangannya. Dia adalah kenangan yang akan tersimpan di hati.

Sekarang tanpa siapapun sadari, hati nya mulai di isi wanita lain. Wanita itu adalah Sofia. Wanita incarannya sendiri, dan Farras benci dirinya. Kenapa menyukai seseorang wanita yang jelas-jelas akan melawan takdir dan pekerjaanya sendiri?

Hanif sudah ingin membalas ucapan Farras tapi tiba-tiba ponselnya berbunyi. Nomor tak di kenal masuk, insting mengatakan kalau itu adalah nomor Nafisah yang lain. Hanif mengangkat panggilan tersebut.

"Memberi umpan yang tepat, serigala akan memakannya. Jika tidak.."

"Maka Serigala itu yang akhirnya menerkammu hingga tewas." lanjut suara di seberang panggilan.

Ucapan yang baru saja di lontarkan Hanif adalah kode rahasia yang hanya di ketahui dirinya dan Nafisah. Maka Hanif pun menjauhi Farras sejenak.

"Apakah semuanya baik?"

"Baik apanya?! Beberapa hari yang lalu kamu menghubungiku secara tiba-tiba. Pagi-pagi pula, Hampir saja ketahuan Daniel!"

Hanif teringat kejadian waktu itu, ia sempat menghubungi Nafisah tapi wanita itu tidak mengangkat panggilannya. Seperti sadar akan sesuatu, maka Hanif memutuskan untuk tidak menghubunginya hingga sekarang sampai Nafisah sendiri yang menghubunginya.

"Maaf aku sudah mengganggu pasutri yang sedang di mabuk cinta ini. Aku tidak tahu kalau ponselmu di pegang Daniel."

"Jangan berucap aneh-aneh Mas Hanif! Aku tidak di mabuk cinta, Oke?!" sangkal Nafisah.

Tapi Hanif tersenyum miris. Ia yakin, Nafisah sedang berbohong. Dan ia benci kenyataan itu. Berharap kalau apa yang dikatakan Nafisah itu benar. Dia tidak akan di mabuk cinta. Nafisah akan jadi miliknya begitu semua urusan ini selesai..

Setelah Daniel mendekam di penjara.

Alih-alih membahas lebih lanjut, Hanif langsung bertanya pada intinya. "Jadi bagaimana?"

"Kemarin malam aku mendapat pesan dari Ivana. Katanya dia berhenti bekerja padaku."

"Apa?!"

Hanif syok. Benar-benar syok. Ivana sudah mati. Sudah jelas! Bahkan ada buktinya. Tapi ucapan Nafisah barusan....

Tidak.

Nafisah jangan sampai tahu. Jika tahu, Nafisah pasti akan cepat menyerah dan ketakutan. Nafisah sudah setengah jalan, garis finish masih sedikit lagi. Jangan sampai membuat wanita itu menyerah hanya karena ketakutannya.

"Mas Hanif?"

"Ah iya, maaf. Apa katamu berhenti bekerja?"

"Mas nggak tahu? Jangan bilang Ivana belum mengatakan semuanya pada Mas."

"Bagaimana ceritanya?" Hanif penasaran. Sangat penasaran sekarang ini. Pasti ada yang memegang ponsel wanita itu.

"Ivana bilang Daniel yang memerintahkan semua ini padanya."

"Jadi Daniel yang menyuruh Ivana berhenti?"

"Iya. Daniel yang melakukannya."

Lagi, Hanif berpikir keras. Bila Daniel yang melakukannya, semua sudah jelas kalau penyebab kematian Ivana adalah Daniel. Ya Daniel yang melakukannya! Tanpa sadar Hanif mencengkeram kuat ponselnya, bahkan ujung jarinya memutih.

Melihat cara Daniel seperti ini, semakin jelas praduga membuktikan kalau pria itu memang penjahat dan melakukan tindakan penipuan di masalalu. Tapi tunggu, ia harus sabar untuk memiliki bukti lain, yang akan dikumpulkan oleh Nafisah untuk menjeratnya.

Hanif memejamkan matanya, menghela napas kasar. Tidak ada cara lain selain menutupi semuanya demi kebaikan Nafisah agar adik sepupunya itu bisa membantunya. Ralat. Bukan hanya sekedar membantunya, tapi untuk Nafisah sendiri agar dia memiliki alasan yang tepat untuk mengakhiri pernikahan karena Daniel bukanlah suami yang baik dan terbukti sebagai penjahat.

"Apakah Ivana memang berhenti, Mas Hanif? Atau karena hal lain? Semua ini benar-benar membuatku khawatir."

Dugaan Hanif benar. Nafisah mulai ketakutan.

"Tidak ada yang perlu di khawatirkan Nafisah. Ivana kemarin menghubungiku. Katanya dia baik-baik saja dan memang berhenti karena Daniel yang menyuruhnya."

"Apakah dia akan tetap membantuku?"

Membantu? Mustahil. Dia sudah mati. Bagaimana bisa Nafisah?

Lagi, Hanif mencoba menenangkan Nafisah.

"Aku tahu kamu khawatir Nafisah. Percayalah, aku juga akan membantumu. Hari ini kamu pulang kan?"

"Iya, sebentar lagi aku akan ke Bandara.

"Hati-hati di jalan. Setelah kamu sampai, bersikaplah seolah-olah tidak terjadi apapun terutama ketika bertemu denganku. Oke?"

Nafisah tak menjawab lagi. Panggilan berakhir. Nafisah bergegas membuang ponsel kecil yang di khususkan untuknya ke dalam kloset, lalu menekan tombol otomatis agar ponsel itu tenggelam bersama air.

Namun di satu sisi...

Seseorang mendengar semuanya di balik layar. Obrolan Nafisah dan Hanif

Di tempat lain.

Tersembunyi.

Gelap.

Bahkan tak di ketahui siapapun sembari tersenyum jahat dengan bibirnya yang di poles lipstik merah menggoda.

****

Halo, aku kembali. Maaf ya baru update. Ada kesibukan soalnya hhe.

Tanpa sadar, Nafisah sudah masuk kandang singa guys 😣

Makasih sudah baca. Jgn lupa di vote. Terima kasih 😘

With Love, Lia

Instagram : lia_rezaa_vahlefii

Continue Reading

You'll Also Like

2.6M 278K 48
Bertunangan karena hutang nyawa. Athena terjerat perjanjian dengan keluarga pesohor sebab kesalahan sang Ibu. Han Jean Atmaja, lelaki minim ekspresi...
679K 1.3K 3
[FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA] ⚠️Awas Baper!⚠️ [Spiritual - Romance] Nazwa, remaja yang harus bertarung dengan kej...
134K 8K 32
Sebelum baca jangan lupa follow ya.. Seorang pemuda yang tak kenal lelah dalam mengejar cinta pertamanya, meskipun kasta yang memisahkan mereka menja...
296K 11.4K 20
(Persiapkan uang untuk PO Kha dan Mas Irsyad) ⚠️ Cerita ini hanya untuk orang-orang yang sabar ⚠️ Ada banyak cara menuju surga, haruskah cara ini yan...