Menikmati alur yang memang harus Terjadi.
Aku menerima ini.
+
Pagi yang indah dimulai dengan suasana manis antara pasangan suami istri ini, layaknya pengantin baru padahal sudah akan memasuki usia pernikahan yang ke 1 tahun mereka.
"Aku iri dengan kalian" Jimin terkekeh mendengar gerutuan Lisa yang baru turun dari tangga, jangan lupakan usapan pada perutnya yang agak membesar.
"tidak ada yang menyuruh mu menginap. kau bisa pergi jika tidak suka" suara ketus Aliya membuat Jimin tertawa keras, tidak jadi rahasia umum jika keduanya selalu seperti ini. layaknya kucing dan tikus yang tidak pernah akur. selalu saja, meskipun sudah sama-sama menikah dan hamil.
"Mulutku kasar sekali. aku ini iparmu" Lisa mendumel jengkel, Aliya memang tidak pernah berubah. selalu saja seenaknya dengan dirinya. mereka teman jadi maklum dan status mereka jadi ipar.
Aliya hanya mendengus sinis dan mengabaikan Lisa. memilih menuju dapur untuk membuat kopi untuk Jimin. "kuharap kau maklum" Jimin memang akan selalu minta maaf jika Aliya sudah pergi. apapun itu Aliya memang agak kasar dan selalu seperti anak kecil.
"terlalu maklum untuk mulut istrimu yang tidak pernah terkondisikan. Jim aku terbiasa sungguh" Jimin hanya tertawa nyaring. Lisa memang memiliki kadar humor yang kurang lebih sama seperti Taehyung, Jimin tidak perlu risau.
"Ah ya Sa mau check up bareng tidak?" rencananya mereka akan check up kandungan, siapa tau Lisa mau ikut.
"No thanks. aku dirumah saja, lagi pula aku baru Chek beberapa hari yang lalu dan akan membosankan jika terus kesana" kehamilan Lisa dan Aliya memang berjarak. sekitar 2 Bulan.
"okey..."
"Ji?"
"Ya sayang? aku menyusul Aliya sebentar Sa" Lisa mengangguk mempersilahkan Jimin pergi.
"kenapa?"
"ambilkan gula diatas sana" Aliya menunjuk lemari atas tempat penyimpanan, agak tinggi dan Aliya tidak berani naik kursi untuk mengambil.
"ini...."
"thanks"
"ada lagi?"
"tidak. temani saja Lisa sarapan, sebentar lagi aku selesai" Jimin mengangguk dan memberikan ciuman dikening Aliya.
"Love You"
"Dasar"
+++
"sejauh ini baik semua. dia tampak gemuk" mereka fokus pada monitor yang menunjukkan pergerakan anak mereka.
"tidak ingin tau jenis kelamin nya?" Jimin dan Aliya berpandangan lalu menggeleng bersamaan. "baiklah" cetus Dokter sambil terkekeh lucu. keduanya sangat kompak.
"perkembangan bagus dan tidak ada kendala apapun. sebentar saya cetak hasilnya"
"Ya Dokter. terima kasih"
"Ji?"
"Hem?"
"kau senang?" Jimin sontak menatap Aliya. fokusnya teralih atas pertanyaan itu.
"tentu sayang. kenapa memang?"
"tidak hanya tanya saja" Jimin gemas dan mencubit pipi gemas Aliya. "ada-ada saja" pandangan Jimin kembali fokus pada layar monitor, masih memperhatikan pergerakan anaknya.
"aku tidak tau jika kegilaanku diatas ranjang akan menghasilkan hal menakjubkan ini" Aliya terkekeh pelan, kegilaan apa? bukannya itu kesukaan Jimin. terlalu mudah ditebak.
"kau suka kan?" Jimin mengangguk senang.
"ya hanya saja aku tidak suka jika menahan diri dan harus menyesuaikan agar tidak terlalu sering" Sontak saja tawa Aliya pecah. apa Jimin baru saja protes soal tidak bisa leluasa.
"aku menahan terlalu lama tau" Aliya mengusap rambut tebal suaminya. tau dengan jelas.
"sejatinya kau menyesuaikan dari dulu. lupa jika anakmu hampir mati gara-gara itu" Jimin menengok Aliya dan tersenyum menyesal. tidak lupa dengan kegilaan waktu itu, terlalu semangat dan melupakan jika Aliya hamil Jimin lupa daratan. terlalu sering menggunakan Aliya hingga pendarahan dan tuhan masih berpihak pada mereka. anak mereka masih selamat. Jimin jelas bersyukur.
"aku coba Hem" ciuman sayang dijemari Aliya sebagai kata maaf.
"Love You"
"aku tau"
++++
"jadi masih belum ingin tau jenisnya?" Aliya menggeleng pelan. keduanya sudah dirumah dan Jimin berangkat kerja, Aliya bersama Lisa.
"kau sendiri"
"kakakmu yang tidak sabar akan jenisnya. jadi kami sudah tau" Aliya mengangguk pasti. hanya sibuk dengan di fikiran masing-masing, keduanya memang tidak ada kegiatan selain diam dirumah sambil menunggu suami pulang. membosankan bukan.
"bagiamana jika kita belanja Lis. aku bosan" Belanja mengabiskan uang suami adalah hal terbaik membuang rasa bosan.
"ayo" Aliya mengangguk semangat dan menuju kamar. jelas ganti baju dan mengambil dompet.
+++
Tangan mereka sudah diisi beberapa paper bag belanjaan, tidak banyak karena mereka membawa belanjaan sendiri dan sekarang mereka lapar berakhir duduk di caffe menunggu makan.
"aku lelah berjalan sungguh" membawa nyawa dalam perut mereka ternyata melelahkan juga. Aliya bahkan terus saja mengeluh pegal dikakinya. padahal jalan tidak jauh.
"belanja enak bawa suami, jadi nanti mereka yang akan jadi tukang bawa" Aliya terkekeh pelan. benar juga sih, Biasanya Jimin yang akan membawa semua barangnya.
"apapun itu aku sudah lapar. mana makanannya" keluh Aliya karena lama sekali. hampir 15 menit dan belum juga datang. kan lama.
"sabar, kau tidak lihat disini ramai" caffe ini penuh orang dan pelayan mondar mandir melayani tamu. ramai sekali padahal ini sore.
++++
"akhh maaf Nona" akibat buru-buru jalan Aliya sampai menabrak orang. luar biasa sekali bukan.
"tidak masalah Nona" Aliya mendongak dan tersenyum menyesal. Aliya baru keluar dari toilet dan buru-buru ingin kembali, Jimin menelfon dan sudah sampai rumah dan dirinya masih di Caffe.
"sekali lagi maaf Nona saya permisi" Aliya kembali menunduk dan berjalan menjauh. menyebalkan sekali, kenapa juga Jimin pulang cepat. biasanya jam 7 ini baru jam 6 sore.
"lama sekali sih" Lisa yang mendumel karena Aliya lama ditoilet.
"perutku sakit. ayo pulang Jimin sudah ada dirumah. Ayo Lis" Aliya membereskan barangnya. meninggalkan uang dimeja untuk membayar makan mereka.
"Ayo cepat"