My Husband CEO (PROSES REVISI)

By zizianugrah

901K 26.7K 3.6K

FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA. DON'T COPY MY STORY ! 21+ ! Bijaklah dalam membaca! __________ Jose Ste... More

MHC - Cast
Prolog - First meet.
Part 1 - Cafe
Part 2 - Bertemu kembali
Part 3 - Kesal.
Part 4 - Victor pengganggu
Part 5 - Care
Part 6 - Penggoda
Part 7 - Penguntit
Part 8 - Terkilir
Part 9 - Khawatir
🌸 Pendalaman Tokoh 🌸
🌸 Pendalaman Tokoh 🌸
Part 10 - Bosan
Part 11 - Club
Part 12 - The same place
Part 13 - Dangerous
Part 14 - Murka
Part 15 - Dendam pada Beatrix
Part 16 - Reasons
Part 17 - Taman
Part 18 - Flashback
Part 19 - Ancaman
Part 20 - Kematian keluarga Beatrix
Part 21 - Cantik
Part 22 - Kampus
Part 23 - Mansion Brian
Announcement
Part 24 - Barbeque
Part 25 - Frozen
Part 26 - Emosi
Part 27 - Album masa lalu
Part 28- Mimpi buruk
Part 29 - Kiss
Part 30 - China
Part 31 - Dia adalah Tunanganku
Part 32 - Keraguan Kaylee
Part 33 - Memilih gadis masa lalu
Part 34 - Don't leave me
Part 35 - Dia siapa?
Part 36 - Laurianna
Part 37 - Emosi
Part 38 - Kebahagiaan
Part 39 - Shirtless
Part 40 - Kejujuran
Part 41 - Keberadaan El
Part 42 - Dalam Bahaya
Part 43 - Darah
Part 44 - Kembali
Part 45 - She is come back
Part 46 - Panda putih
Part 47 - Perginya Elena
Part 48 - I love u, Alee
Part 49 - Teka-teki
Part 50 - Masa Lalu
Part 51 - Kembali
Part 52 - Wake up
Part 53 - Jealous
Part 54 - Terbongkar
Part 55 - Returning heart
Part 56 - Secret mission
Part 57 - It all began
Part 58 - The dead (1)
Part 59 - The dead (2)
Part 60 - Pengebumian
Part 61 - Kematian sesungguhnya.
Bonus picture
Part 62 - Around me
Part 63 - Halaman baru
Part 64 - Kemurkaan Chelsea
Part 65 - Will you marry me?
Part 66 - Before marriage
Part 67 - Maried
Part 68 - First night
Part 69 - I'm yours.
Part 70 - Swiss
Part 71 - Curiga
Part 72 - Fell and disappeared
Part 73 - Life or die?
Part 74 - Little surprise
Part 75 - Kronologis
Part 76 - He lies
Part 77 - Pregnant?
Part 78 - She know
Part 79 - Finally, she really knows!
Part 80 - Silam
Part 82 - let's play with him!
Eps 83 - finished problem!

Part 81 - Heartbreak

2.6K 152 202
By zizianugrah

HAPPY READING!

____

Dering ponsel yang berbunyi sejak tadi membuat sang empunya mengerjapkan matanya perlahan. Tidak langsung meraih ponselnya tatkala kedua mata itu terbuka, namun keningnya langsung menyatu saat melihat wanitanya tidak ada disana.

"Dimana Alee?" tanyanya bermonolog sendiri sembari memutar lehernya mencari keberadaan wanitanya disekitar ruangan yang sama. Namun nihil.

Tatapan Jose teralihkan pada selang infus yang terlepas dan terjatuh diatas lantai berserakan. Seolah selang infus itu seperti dilepas dengan paksa. Melihat itu, pikirannya langsung kalut hingga bangkit dari duduknya.

"Shit!" umpatnya.

Dering telfon itu berbunyi terus-menerus, hingga Jose geram dan mengangkat panggilan itu.

"Ada apa?!" ketus Jose dingin.

Seseorang diseberang sana berdecak. "Aku tahu ini masih sangat pagi, jangan ketus pada sahabat istrimu!" ujar Maddi.

Pikiran Jose kacau, kini ditambah rancauan Maddi yang terdengar dipagi buta.

"To the point!" ujar Jose semakin ketus. Sembari berjalan menuju walk in closed mencari keberadaan istrinya disana. Masih tidak ada, namun diatas sebuah kursi ada pakaian yang digunakan Kaylee semalaman, ditambah ada kalung dan anting berlian pemberiannya yang tergeletak disamping baju itu. Sungguh, pikiran Jose saat ini semakin kalut. Dadanya bergemuruh, berharap apa yang ia pikirkan tidak benar-benar terjadi.

"Fine! Aku menghubungi Lili namun ponselnya tidak aktif, jadi aku menghubungimu saja. Bagaimana keadaan Lili? Apa dia sudah bangun? Keadaannya sudah memb--"

"Dimana Alee?!" tanya Jose dengan suara meninggi. Urat-urat dipelipisnya menonjol, kilat amarahnya terlihat jelas.

Suara Maddi terdengar terkejut. "W-what?! Kau tidak salah bertanya padaku dimana Lili? Dia semalaman bersamamu! Kau pik--"

Tangan Jose terkepal kuat, napasnya naik turun. Tidak membiarkan Maddi menyelesaikan ucapannya. "Tidak bertele-tele! Dimana Alee?! Jawab pertanyaanku!" suara Jose sudah meninggi, kali ini ia sudah benar-benar keluar dari ruangan itu. Berjalan menuju elevator, sesekali menatap sekelilingnya berharap istrinya masih ada di palace itu.

Suara Maddi langsung terdengar panik. "Damn you, Jose! Aku tidak tahu dimana Lili! Apa yang terj--"

Lagi-lagi belum menyelesaikan ucapan Maddi, Jose lebih dulu mematikan panggilan itu.

Pintu elevator terbuka dan langsung tertuju pada dapur dan ruang makan. Sejak tadi, ia masih berharap jika istrinya masih ada disekitaran palace itu.

"Nak.. kau tidak mengajak Lili turun? Mom sudah memasak makanan kesukaan Lili." Jose baru datang, langsung disambut dengan Chelsea dan Samuel yang ada di dekat meja pantry.

Brian duduk di sudut ruangan dengan tatapan kosong, keningnya langsung mengernyit ketika Jose datang dengan raut wajah yang terlihat sangat khawatir.

"Dimana Alee? Mom lihat Alee?!" tanya Jose dengan raut wajah khawatir.

Brian langsung bangkit dari duduknya, perasaannya mulai tidak enak. "Lili bahkan belum keluar sama sekali sejak semalaman. Apa yang terjadi? Lili bersamamu!"

Chelsea dan Samuel juga langsung ikut khawatir.

"Kami tidak melihat Lili sejak tadi." Ujar Samuel.

Jose tidak menjawab. Ia justru beralih menatap sang kepala maid yang berdiri di dekat meja pantry sejak tadi. "Perintahkan semua penjaga dan pengawal untuk mencari keberadaan Alee diseluruh palace ini! Berikan laporan cctv dari semalam sampai pagi ini! Dan bawa semua pekerja ke hadapanku! Sekarang!" ujar Jose tegas tak terbantahkan. Suaranya meninggi diikuti tatapan dinginnya.

Byula gemetaran melihat Jose yang semurka itu. "B-baik, Tuan." Gumam Byula dan pergi.

Sepeninggalan Byula dengan perintah yang diberikan, Jose meraih ponselnya untuk menghubungi Edward. "Dimana kau?!"

"Saya masih berada di penthouse, Tuan. Lima belas menit lagi saya akan berjalan menuju palace Ny--"

"Pergi sekarang juga ke mansion dan cari keberadaan Alee disemua ruangan yang ada! Jika tidak ada, cari keberadaan Alee di penthouse lamanya. Sekarang!"

"Baik, Tuan. Saya pergi sekarang juga."

Nyatanya, segala pikirannya yang menebak-nebak semakin membuat Jose tidak terkendali. Kalung dan anting yang dilepaskan oleh Kaylee terdapat alat pelacak kecil yang sengaja ia sematkan disana, namun ketika itu sengaja dilepaskan oleh sang pemiliknya, seolah menjadi peringatan jika sang pemiliknya sedang tidak ingin terusik keberadaannya.

Jose meraih vas bunga yang ada didekatnya, ia melempar vas bunga itu pada dinding hingga berserakan dimana-mana.

Chelsea langsung terkesiap. "Nak, cukup!"

Jose mengacak rambutnya frustasi, berjalan mondar-mandir.

Samuel langsung menghampiri Jose, menarik kerah baju Jose dengan kencang. "Jaga kendalimu, nak! Duduk dan jelaskan pada kami apa yang terjadi pada Lili!" tegas Samuel.

"Jangan membuat kami menebak dengan amarahmu!' sentak Brian menyahut.

Jose melepaskan cekalan Samuel dengan sekali sentakan, berjalan menuju ke sofa dan duduk dengan tatapan kosong.

"Alee tidak ada dikamarnya. Ia meninggalkan pakaiannya semalam dan melepaskan kalung dan anting yang disana sengaja aku berikan alat pelacak. Ponselnya tidak dapat dihubungi." Gumam Jose. Memejamkan matanya sesaat dan memijat pelipisnya.

Pundak Chelsea langsung melemah.

"Maksudmu Lili kabur?!" sahut Brian.

Jose langsung menatap Brian. Namun tidak bergeming.

"Apa Lili pergi karena apa yang kami lakukan sangat melampaui batas untuknya? Jawabannya sudah jelas." Gumam Chelsea. Nalurinya sebagai seorang ibu nampak, hingga air matanya sudah keluar dari pelupuk matanya.

Samuel langsung memeluk istrinya. "Kita hadapi sama-sama." Tenang Samuel, walaupun sebenarnya ia berusaha mati-matian mengendalikan kekhawatirannya.

Sam menghembuskan napasnya. "Jika ada masalah yang besar, Lili memang lebih memilih untuk menjauh dari semua orang untuk menenangkan hatinya. Namun terlepas dari itu benar atau tidak, kita harus mencari keberadaan Lili dimanapun dia berada."

Jose hanya diam, ia sejak tadi memegang dan menatap ponselnya. Berharap sang istri menghubunginya dan Edward yang membawa kabar baik jika istrinya ada di mansionnya.

"Saat Lili depresi karena kematian keluarganya, Lili sempat kabur tanpa meninggalkan jejak sedikitpun. Hingga kami baru bisa menemukan keberadaannya setelah tiga hari ia menghilang. Ia cerdas perkara itu. Didikan Luxero benar-benar menjadikannya." Sahut Brian.

Jose mendengarkan dan pikirannya semakin kalut.

"Kita tunggu Byula dan para pengawal yang berjaga. Siapa tahu Lili hanya keluar dan berada disekitaran palace."

Rasanya hati Jose menolak membenarkan ucapan Samuel, hatinya justru berkata lain.

Tidak lama setelahnya, pintu elevator terbuka, Byula dan beberapa pekerja keluar dari sana. Dari anak tangga juga muncullah semua pengawal dan penjaga yang berpakaian serba hitam dengan beberapa dari mereka menggunakan earpice kecil ditelinganya. Berdiri dihadapan Jose dengan menundukkan kepalanya.

Jose berdiri, menatap satu persatu diantara mereka dengan tatapan mematikan. Kejam dan beringas.

"Dimana Alee?" tanya Jose dengan suara rendah namun mengintimidasi.

Alih-alih menatap Jose, Byula menundukkan kepalanya pucat pasi. "M-maafkan saya Tuan, Nyonya tidak ada diseluruh sudut palace. K-kami sudah mencarinya dengan hati-hati."

Kedua tangan Jose sudah terkepal erat, bersiap mengeluarkan kedua taringnya pada semua pekerja yang ada dihadapannya. Sasaran kemarahannya yang akan membabi buta.

Vegan, sang kepala pengawal dari palace Beatrix maju selangkah. "Para pekerja yang berjaga semalaman dengan pagi ini sudah berbeda, Tuan. Mereka yang berjaga semalaman sebagian sudah ada disini, dan sebagian lainnya belum bisa terhubung. Mereka juga mengatakan tidak melihat keberadaan Nyonya sejak beliau pingsan." Vegan menjeda ucapannya sejenak, menghembuskan napasnya dalam sembari melirik dua orang penjaga ruangan cctv. "namun, kami menemukan keanehan pada rekaman cctv semalaman yang tiba-tiba tidak menyala pada beberapa sudut."

Mengerti kemarahan Jose yang sudah hampir meledak, Brian menahan pundak Jose dengan jemarinya. "Kendalikan emosimu dan cari jalan keluarnya dengan kepala dingin agar lebih mudah!"

Jose menatap Brian sengit. Menghentakkan jemari Brian dengan keras. "Lepas!"

Jose beralih pada Vegan, suaranya meninggi. "Tunjukkan sekarang!"

"Baik, Tuan."

Vegan meraih ipad nya, memperlihatkan rekaman yang ada didalamnya. "Ini rekaman cctv pukul dua dini hari, Tuan. Penjaga yang berjaga diruangan cctv bahkan tidak tidur sama sekali untuk berjaga penuh. Dan ini, tepat pada pukul dua lebih lima, cctv yang mengarah pada lorong kamar Nyonya, elevator, lantai dasar, pintu bagian depan, dan pintu keluar palace mengalami gangguan dan mati secara serentak. Dan disini baru menyala kembali selang sepuluh menit setelahnya." Jelas Vegan detail.

"Apa hal seperti ini pernah terjadi sebelumnya?" tanya Brian.

Vegan menggeleng. "Tidak pernah, Tuan. Semenjak peristiwa puluhan tahun lalu, kami selalu memeriksa keamanan cctv dengan teliti. Nyonya sendiri yang mengatur keamanan pada cctv kami hingga tidak ada satupun yang tahu terkeculi Nyonya yang bisa menembus dan merusak keamanan. Kami sendiri yang pernah uji tes keamanan dengan hacker saat itu."

Sampai saat ini yang membuat semua orang terheran dengan Kaylee adalah caranya yang melakukan sesuatu sangat hati-hati dan pandai. Belajar melalui sebuah rasa sakit dan Luxero yang selalu membentuk.

Roger, salah satu pekerja yang menjaga ruangan cctv menyahut. "Maafkan saya, Tuan.. kami akui ini adalah kelalaian kami. Saat cctv dari beberapa sudut serentak mengalami gangguan, kami tidak melaporkan pada penjaga didepan. Kami justru terfokus untuk memperbaiki cctv dan tidak memeriksa keadaan."

Jose semakin mengepalkan jemarinya saat tatapan itu beradu dengan Roger, gigi-giginya bergemelutuk. Amarahnya tak bisa ditahan lagi, menghampiri Roger, meraih kerah baju Roger dan melayangkan beberapa pukulan telak disana.

Bugh!

Roger diam tak berpindah barang sedikitpun dari tempatnya. Semua pekerja, termasuk Vegan tak berani menyentuh singa kelaparan itu.

Bugh!

"Pekerja macam apa kau menjaga satu palace saja tidak becus, huh?! Mati saja jika kau tidak berguna!"

Bugh!

Roger mulai kehilangan tenaganya.

Brian dan Samuel berusaha menghentikan, namun kekuatan Jose seolah semakin berkali lipat bak singa kelaparan sungguhan.

"Jose, hentikan!" teriak Samuel.

"Lepaskan, brengsek!" ujar Jose dengan sekali sentakan pada Brian dan Samuel hingga mereka hampir saja terhuyung kebelakang.

Jose berdiri, meninggalkan Roger yang tidak berdaya ditempatnya. Sasaran kemarahannya masih berjejer didepannya.

Ipad yang berada dicekalan Vegan Jose raih dan ia lempar pada dinding. "Apa tugasmu, huh? Memastikan anak buahmu bekerja dengan benar apa sudah tidak mampu lagi?!" sentak Jose. Kilat amarahnya benar-benar menakutkan semua orang.

"Maafkan say--"

Belum selesai, pukulan itu sudah mendarat pada Vegan.

Bugh!

"Maafmu tidak dapat menebus semuanya, brengsek!"

Jose terus memukul Vegan, sama seperti Roger, setelah Vegan benar-benar limbung Jose memukul satu persatu pekerja yang semalaman berjaga.

Samuel bahkan sudah melayangkan pukulannya pada Jose namun tak membuat Jose berhenti dan menyadari amarahnya. Tidak ada yang bisa mengendalikan sang singa kelaparan sekalipun singa itu harus menghabisi mangsanya.

Elevator terbuka, disana sudah berdiri Victor dan Maddi dengan tatapan terkejut bukan main saat melihat beberapa orang pekerja sudah limbung tak berdaya diatas lantai dengan darah yang mengucur dari wajahnya.

"Shit! Apa-apaan bedebah itu?!" Victor langsung berlari menghampiri Jose.

"V, hati-hati!" teriak Maddi. Entah.. apa itu peringatan kekhawatiran?

"Jose hentikan!" Victor meraih kerah baju Jose namun Jose mengumpatnya.

Victor menatap kearah Samuel dan Brian. "Apa-apaan kalian tidak menghentikan bedebah ini?!"

Brian menyeringai tajam, kekesalannya menjadi. Tidak tahu saja Victor, ia dan Samuel sudah memisahkan dan mengumpulkan dua tenaga namun singa itu justru memiliki tenaga berkali-kali lipatnya.

"Kau buta?! Kau tidak lihat ini?!" sentak Brian menunjukkan luka di sudut bibirnya.

"Sejak tadi tidak berhasil?!"

Samuel mengusap wajahnya kasar. "Anak muda sialan! Kalian mengobrol dengan terang-terangan disaat teman kalian hampir menghabisi semua nyawa disini?!" tegur Samuel.

Samuel berganti menatap Victor. "Kau juga! Leraikan dia!"

Victor mengumpat dalam hati dan langsung menatap Jose. "Mati saja kau, Jose!"

Sudah habis kesabaran Victor, Victor menendang punggung Jose dengan kakinya hingga Jose terjatuh dilantai. Jemarinya mendarat dipipi Jose dan meraih kerah kemeja Jose.

"Lepaskan, bodoh!"

"Kau yang bodoh! Untuk apa kau melakukan itu semua pada mereka?! Itu bukan salah mereka seutuhnya! Ulahmu, kau hampir menghabisi nyawa mereka terang-terangan!" Victor sudah benar-benar naik pitam, dan tidak memberi kesempatan Jose bergerak. Iba saat melihat semua pekerja sudah limbung.

"Memang itu tujuanku!" ujar Jose dengan emosinya yang belum mereda.

"Maka habiskanlah! Aku sendiri yang akan memastikan kau menua dan mendekam di penjara! Parahnya, kau akan mendengar Lili menceraikanmu dan menikah denganku karena ulahmu yang tidak waras!" tekan Victor tak banyak berpikir.

Samuel makin tidak mengerti dengan dua pria didepannya.

Jose hendak melayangkan pukulannya pada Victor, namun Victor lebih dulu memutar jemari Jose hingga Jose mengumpat. "Kau mau apa yang kukatakan benar-benar terjadi?"

Jose tidak bergeming.

Victor menatap kearah Brian. "Perintahkan semua pekerjamu untuk membawa mereka pergi kerumah sakit, sebelum mereka kehilangan banyak darah dan kehilangan nyawanya karena bedebah ini!"

Brian hanya mengangguk kecil dan memerintahkan pekerjanya.

Ponsel Jose yang tergeletak tidak jauh dari tempatnya berdering, Jose hendak meraih namun Victor lebih dulu meraihnya. "Diam dan pikirkan baik-baik ucapanku tadi!"

"Dari Edward."

"Angkat!" perintah Jose.

Victor memutar bola matanya malas.

"Bagaimana? Kau menemukan Lili? Katakan saja padaku, majikanmu sedang sekarat ditanganku."

Jose sudah sedikit kehilangan tenaganya karena sudah habis membabi-buta.

Terdengar helaan napas dari seberang sana. "Saya sudah mencari keberadaan Nyonya di mansion dan penthouse pribadinya, namun Nyonya tidak ada disana, Tuan. Maid yang berjaga pada penthouse Nyonya mengatakan jika Nyonya datang kesana terakhir dua minggu yang lalu. Saya sudah memastikan ucapannya melalui rekaman cctv, dan memang Nyonya tidak datang kesana."

Victor menatap Jose, rasa mengkasihani masih ada meskipun ia kesal dengan apa yang dilakukan Jose barusan. Terlebih, ini dari sekian lama ia melihat Jose seberantakan ini.

"Jika tidak ada, cari Lili ditempat biasanya ia pergi. Jika tidak ada, beritahuku. Aku akan membantumu menyadap keamanan cctv jalanan."

"Baik, Tuan."

"Apa katanya?"

Victor menghembuskan napasnya Panjang.

"Bangunlah."

"Jawab pertanyaanku, V!"

"Lili tidak ada di mansion mu dan penthousenya. Edward sudah memastikan melalui maid dan rekaman cctv di penthouse Lili."

"Sepertinya Lili memang sengaja pergi dan menghindari kami semua." Sahut Maddi yang sejak tadi diam.

Semua pasang mata langsung menatap kearah Maddi.

"Kau tahu Lili pergi?" tanya Brian langsung.

Maddi menggeleng. "Aku tidak tahu sama sekali dimana keberadaannya, untuk itu aku kemari. Saat aku menemuinya kemarin, tingkah dan ucapannya sangat berbeda dari biasanya. Seolah ia ingin pergi dan menghindari semua orang dalam beberapa waktu. Dan pagi ini Lili benar-benar tidak ada."

"Mommy takut jika terjadi apa-apa dengan Lili, Maddi." Ujar Chelsea lemah dan lebih banyak melamun sejak tadi.

Maddi mengelus pundak Chelsea. "Tidak akan, aku percaya Lili bisa menjaga dirinya sendiri."

Jose kacau, sangat. Ia benar-benar seperti hilang arah.

"T-tuan.. maaf jika saya lancang. Namun ada yang ingin saya tunjukkan pada Tuan." Gumam Byula tiba-tiba dengan membawa kotak kecil yang ada dijemarinya.

"Ada apa?"

Melihat itu, kening Maddi berkerut. "Astaga! Apa didalam itu ada test pack milik Lili?! Apa Lili sengaja memberitahu Jose sekarang?"

"Saya menemukan ini di dalam nakas milik Nyonya. Saya tidak tahu apa yang ada didalam kotak kecil ini. Mungkin Tuan yang lebih leluasa untuk membukanya."

"Buka saja." Gumam Samuel.

Jose menarik pita kecil yang mengikat kotak itu. Membukanya perlahan, terlihat ada sebuah test pack, satu lembar foto yang terlipat kecil, dan surat kecil didalamnya.

Melihat itu, Chelsea langsung menutup mulutnya dengan jemarinya terkejut.

"J-jangan bilang.." ujar Chelsea lirih pada Maddi yang sejak tadi berada disampingnya.

Maddi mengigit bibir bawahnya dan hanya berkaca saja.

Jose meraih test pack itu, jemarinya bergetar saat melihat ada dua garis disana. Tentunya ia tidak bodoh untuk mengartikan apa arti dua garis itu.

"Lili hamil?" gumam Brian terlihat kebingungan.

Jose gugup hingga jemarinya bergetar hebat saat melihat foto hasil usg itu bertuliskan nama istrinya.

Melihat ekspresi Jose barusan, semua orang dapat mengartikan jika Jose tidak tahu apa-apa perihal Kaylee hamil.

"A-alee hamil?" Jose tersenyum sumbang, matanya berkaca, jantungnya bergemuruh.

Masih tersisa satu lagi, sebuah surat kecil yang ada disana. Jose membukanya.

To: my dearest husband.

Dalam keadaan yang tidak baik, mungkin kau akan tahu ini. Test pack dan hasil pemeriksaan, apa yang suamiku pikirkan tentang dua hal itu? And I say yes, Im pregnant. Kau akan menjadi daddy untuk baby kita, Ose..

Maafkan aku tidak memberitahumu perkara ini sejak pertamakali aku tahu. Awalnya ingin, namun pada saat yang bersamaan aku justru menemukan suamiku sendiri membohongiku. Sampai-sampai apa yang sudah kususun rapi untuk kabar baik ini kacau begitu saja. Bukankah kau sudah menemukan jawabannya mengapa aku berada dirumah sakit yang sama sepertimu?

Kali ini, apa kau mau mendengarkan ucapan istrimu? Jangan salahkan dirimu dan jangan salahkan siapapun. Ini hanya keputusan yang kuambil sendiri. Marah tidak, namun sangat kusayangkan jika aku tidak membenarkan jika aku kecewa.

Jangan khawatirkan apapun, karena aku tidak hanya berusaha keras untuk menjaga diriku sendiri, namun baby yang ada didalam perutku juga. Aku tahu, kau sangat bisa mencari keberadaanku, namun jangan lakukan itu dulu. Bahkan jika pada akhirnya kau menemukan keberadaanku, bisakah kau menjagaku dari jauh saja? Aku akan datang padamu jika semua membaik. Kau juga perlu tahu, Osee. Hati yang hancur perlu waktu untuk pulih. Dan aku memerlukan.

"Teruntuk daddy, kami mencintaimu. Jangan mengganggu waktuku bersama mommy! Sebelum daddy mengambil waktu mommy dariku!"

See? Baby kita yang meminta, Osee. Dengarkan baby kita atau dia akan marah pada daddynya!

Satu lagi, jangan menangis hanya karena kalimat puitis ini. Simpan baik-baik air matamu dan menangislah nanti didepan kami saja. Jangan menjadi cengeng, daddy!

Jose menghiraukan kalimat perintah itu, nyatanya matanya memerah dan lolos begitu saja air mata itu dari pelupuknya. Meremas jemarinya kuat dan menenggelamkan kepalanya.

Chelsea menghapus air matanya sendiri. "Selamat, nak. Sebentar lagi kau akan menjadi ayah untuk mereka."

Jose langsung mengangkat kepalanya menatap Chelsea. "Ayah?" ia tertawa sumbang. "Kalimat itu masih pantas untuk seorang suami yang tidak becus dalam menjaga istri dan calon baby kami? Bukan Alee yang salah, aku yang terlalu bodoh hingga tidak menyadari semuanya."

Tatapan Chelsea redup, hatinya sakit. Sebab Jose tidak tahu menahu namun ikut terseret pada masalah pelik keluarganya. Ditambah sekarang ia tahu jika Kaylee tengah hamil muda namun masalah ini justru datang dan membuatnya tidak bisa dekat dengan putrinya.

"Maafkan kami," menjeda ucapannya sejenak dan menarik napas panjang. "maafkan kami, nak. Kau tidak bersalah namun harus ikut merasakan sebabnya. Mommy tidak tahu harus berkata apa, kami sangat salah."

Samuel diam, ia membisu karena pikirannya berkenala sendiri. Ia tahu seperti apa kalimat tidak becus itu yang diucapkan Jose. Sama sepertinya saat tahu Kaylee kecil hilang dari keluarganya, rasa bersalah itu terus-menerus memenuhinya.

Jose hanya mendengarkan namun tidak membalas. Pikirannya penuh dengan Kaylee. Perasaannya campur aduk, terlebih saat mengetahui jika istrinya saat ini tengah mengandung dan keberadaannya tak ia ketahui sama sekali.

"Aku yang mengantarkan Lili pergi kerumah sakit saat itu."

Keadaan yang hening mendadak memanas saat tiba-tiba Maddi mengeluarkan suaranya. Tatapannya lurus kedepan tanpa ragu dengan kilat murka yang sudah Jose tampilkan saat Maddi mengeluarkan suaranya.

Kening Victor menyatu. "Kau tahu Lili hamil?"

"Tentu, aku yang mengantarnya!"

Napas Jose kembali naik turun tidak beraturan. Ia bangkit dari duduknya, berdiri di hadapan Maddi dengan mata menyala.

Victor menahan dada Jose untuk mendekat. "Jose, kendalikan emosimu!"

Dengan sekali sentakan jemari Victor terlepas.

"Apa? Kau juga mau menyalahkanku?" tanya Maddi mengangkat kepalanya. Persetan, ia juga kesal dengan Jose karena Lili pergi dengan kondisi hamil.

"Kau tahu sejak awal? Dan kau memilih diam?!" nada suara Jose sudah meninggi.

Tangan Maddi terkepal tatkala suara itu meninggi. "Tahu! Sejak awal dan bahkan aku yang menemani Lili memeriksakan kehamilannya!"

Smrik Maddi terangkat. "Aku juga yang ikut menutupi kehamilannya. Kenapa? Kau semakin merasa gagal sekarang?"

Victor mematung ditempatnya melihat keberanian Maddi yang berbicara tanpa penyaring dihadapan Jose. Cmon, Jose benar-benar iblis bernyawa, bukan sembarangan!

"Kau terlalu ikut campur!" tekan Jose dengan murka.

Maju satu langkah, tatapan mereka yang penuh api menyatu. "Benar yang kau lakukan? Aku suaminya, brengsek!"

Victor menggeram, rasanya ia tidak suka. "Pelankan suaramu!"

Maddi tidak mundur sekalipun. "Aku memang terlalu ikut campur, tapi setidaknya aku memiliki otak untuk berpikir! Perasaan sahabatku jauh lebih penting daripada pria bodoh sepertimu!"

Amarah Jose semakin meledak ketika pancingan Maddi tepat mengenai sasaran.

Maddi tertawa kecil. "Menentang Lili dan memihakmu? Huh?! Setelah Lili mendapatkan kabar baik ini lalu disaat yang sama dia melihat suaminya tengah membohonginya secara terang-terangan, menurutmu ia masih memiliki alasan untuk berbicara dan bersenang-senang dibalik hatinya yang hancur?"

Jose diam, ia seolah tertampar. Ia ingat betul kebohongan apa yang ia perbuat saat itu dan apa yang ia lakukan setelahnya.

Maddi memicing melihat Jose diam seribu bahasa. "Aku? Apa aku memiliki alasan untuk tiba-tiba datang ke hadapanmu dan mengatakan jika Lili hamil dan tidak ingin memberitahumu dulu? Apa itu terdengar masuk akal?"

Jujur, semua ucapan Maddi benar-benar menggila. Seketika amarah itu padam dan langsung teringat bagaimana perasaan istrinya dan dimana istrinya.

"Jika kau bukan wanita, nasibmu sudah seperti mereka!" sentak Jose tanpa bisa menjawab kalimat Maddi.

Pergi beberapa langkah namun terhenti karena kalimat menusuk dari Maddi. Lagi, huh?

"Pantas saja kau tidak bisa menjawab, yang berbicara ototmu, bukan mulutmu!"

Victor bertatapan dengan Brian. Ia langsung bergeleng-geleng kepala. Sedangkan Brian terlihat was-was jika Jose kembali dan melakukan sesuatu diluar nalarnya.

Benar, jemari itu terkepal lagi.

"Lakukan sesukamu jika kau tersinggung, aku tidak akan membawa embel-embel jika aku sahabat Lili. Aku tidak menyesal dengan ucapanku, kau perlu disadarkan agar tidak menyakiti hatinya lagi."

Maddi berjalan menyamai langkah Jose, menepuk pundak itu. "Aku ikut kecewa karena kau melukai hati wanita sebaik Lili. Namun aku menjadi lega saat mengetahui jika kau juga yang menjadi penyembuhnya." Maddi tersenyum kecil, sudah tidak ada amarah disana.

Jose diam dan kepalan itu terlepas.

"Turuti kemauan Lili. Aku yakin, baby nya akan merancau dan segera mencari keberadaan daddynya." Kalimat itu selesai, Maddi pergi meninggalkan semua orang.

Victor benar-benar tidak percaya hingga langkah kakinya ikut pergi menyusul Maddi.

Jose mematung dan pikirannya semakin campur aduk.

"Kau akan tetap mencari Lili?" tanya Brian sudah ada disamping Jose.

"Akan! Dan tidak ada yang bisa menghalangi apa yang akan kulakukan!" ujarnya tegas tak terbantahkan.

"Kau akan tetap menemui Lili? Bahkan jika hanya dalam satu hari kau sudah berhasil menemukan?"

"Nak.." ujar Samuel.

Jose menatap Samuel langsung. "Aku akan menjaganya dari jauh, berhenti saat aku tidak benar-benar kuat."

Samuel mengangguk. Ia tidak bisa membantah. "Apa yang kau lakukan setelah ini, daddy tidak akan ikut campur. Selama itu baik untuk Lili. Kami akan membantumu agar segera mengetahui keberadaan Lili."

Chelsea memegang jemari Jose. "Jangan menolak, nak. Untuk Lili dan baby yang ada didalam perutnya. Mommy tidak mau mereka terjadi apa-apa karena kondisi kandungan Lili masih sangat muda."

Jose menghela napasnya panjang. "Lakukan saja."

Bergantian menatap Brian. "Urus semua yang kau bawa ke rumah sakit. Hubungi aku dan aku tidak akan lari dari tanggungjawabku. Aku pergi." Jose melenggang pergi dan berjalan menuju latar parkir untuk memasuki mobilnya.

"Temui aku 15 menit lagi diruangan pribadiku. Tidak terlambat!" gumam Jose menghubungi seseorang disana.

***

Kaylee keluar dari dalam kamar mandi dengan wajah yang pucat pasi. Sudah sejak tadi, terhitung saat masuk ke dalam private jet hingga sekarang ia mengeluarkan isi perutnya selama beberapa kali. Bahkan tak sempat memejamkan matanya rasa mual itu terus menyerangnya.

"Sudah sangat berkali-kali, wajahmu sampai pucat dan kau seperti tidak memiliki tenaga sama sekali. Obat yang diresepkan oleh Olivia khusus untukmu sudah kau minum?" tanya wanita itu dengan khawatir dan langsung menghampiri Kaylee.

Kaylee mengangguk lemah. "Sudah. Apa sangat merepotkanmu? Bahkan kau sampai membawa Olivia kemari hanya untuk memastikan kondisiku baik-baik saja."

Wanita itu menggeleng. "Tidak sama sekali. Tujuan kita sama, aku juga ada keperluan pekerjaan disana. Tidak usah merasa tidak enak."

Kaylee tersenyum lega. "Terimakasih. Lagi-lagi kau yang mem--"

"Sungguh, kau sudah mengulangnya beberapa kali. Lebih baik kau istirahat saja, biar aku yang bantu."

Sampai didalam kamar, Olivia langsung menghampiri Kaylee dengan membawa satu mangkuk sup diatas nampan.

"Nyonya.. apa masih sangat mual?"

Kaylee mengangguk lemah. "Sangat, bahkan jauh lebih memburuk. Padahal aku sudah meminum obat yang kau berikan."

Olivia tersenyum dan meletakkan nampannya diatas nakas. "Mungkin ini karena kondisi kehamilan Nyonya yang masih sangat muda. Apalagi sebelumnya Nyonya juga demam, ditambah saat ini kita berada dalam penerbangan. Jadi akan sedikit membaik jika Nyonya sudah keluar dari sini."

Wanita yang sejak tadi membantu Kaylee menatap arlojinya. "Masih dua jam lagi kita sampai." Menatap kearah Kaylee. "Kau masih bisa menahannya?"

Kaylee mengangguk kecil sembari mengusap perutnya. "Akan kucoba."

"Oliv, apa tidak ada obat lain yang lebih bagus dari yang sebelumnya?" tanya wanita itu.

"Ada. Saya akan memberikan obat itu setelah Nyonya makan dan mungkin Nyonya bisa sedikit tertidur setelahnya."

Wanita itu menghela napasnya lega. "Astaga! Kenapa tidak sejak tadi Oliv!"

"Maaf, Nyonya.. karena sejak tadi Nyonya Walter tidak mau makan, jadi saya tidak berani memberikan obat itu."

Olivia meraih mangkuk sup yang dibawanya. "Apa Nyonya mual dengan sup ini?"

Kaylee menatap sup itu, namun tiba-tiba mualnya menyerang dan membuatnya langsung tidak berselera. "Jauhkan sup itu dariku, Oliv! Aku mual!" Kaylee menutup mulutnya dan menahan perutnya.

Seorang pramugari langsung datang dan membawa sup itu pergi.

Entahlah.. satu hari ini ia seolah tak berselera makan apapun. Kepalanya yang pening dan rasa mual yang selalu tiba-tiba datang membuat semua makanan terlihat tidak menarik.

Kaylee menatap Olivia dan wanita sebayanya. "Maafkan aku sudah merepotkan kalian. Tapi sungguh, aku tidak kuat jika harus memaksakan sup itu masuk kedalam perutku. A-aku juga sangat lapar." Ujar Kaylee merasa bersalah.

Wanita seumuran Kaylee itu tertawa kecil. "Its okay, Lili. Disaat kondisi kandungan masih sangat muda, wajar jika kau seperti ini. Aku mengerti karena mommy." Wanita itu lantas duduk ditepian ranjang. "Lantas, apa yang kau inginkan? Koki yang kuperkerjakan disini bisa memasak apapun, dan rasanya sangat enak. Katakan saja."

"Tidak apa?"

"Sangat tidak apa. Kasihan mereka, mereka banyak menganggur karena hanya memasak sedikit hari ini."

"Bagaimana kalau ay--"

"Jadi kalian bertiga bekerja sama untuk membohongiku?" ucapan Kaylee terputus saat tiba-tiba seorang pria berbadan kekar tengah berdiri diambang pintu. Bersandar disana dengan bersedekap dada.

Kaylee melotot. "K-kau mendengar?!"

Pria itu memicing, wajahnya kesal. Menujukkan sebuah test pack dijemarinya. "Aku menemukan ini dibawah tempat dudukmu. Ini milikmu bukan?"

Kaylee mengigit bibir bawahnya. Ia tertangkap basah karena tak berbicara sejak awal.

Wanita yang berada disamping Kaylee hendak menjawab, namun Kaylee menahan.

"Iya, itu milikku. Tap--"

Pria itu berdecak dan langsung menghampiri Kaylee. "Kenapa kau tidak memberitahuku sejak awal?!" ujar pria itu sedikit kesal.

Bergantian menatap wanita yang ada disamping Kaylee dan Olivia. "Kalian juga! Beralibi Kaylee demam padahal sebenarnya ia sakit karena kandungannya yang masih muda!"

Wanita itu menatap pria itu datar. Sudah? Berikan kesempatan Lili untuk berbicara dan jangan menyimpulkan semua semaumu!"

Pria itu langsung menatap Kaylee. Menghembuskan napasnya panjang. "Apa?"

"Aku memang membohongimu, dan aku melakukan dengan sengaja. Jika aku mengatakan padamu aku hamil, aku yakin kau tidak mau membantuku keluar dari sana. Aku pergi karena alasan juga. Maafkan aku."

Lagi, pria itu berdecak. "Lili, cmon.. jika aku tahu kau hamil aku tidak akan mau membantumu pergi dengan kondisimu yang seperti ini! Membiarkanmu jauh dari suamimu disaat kau hamil seperti ini." Pria itu kesal, namun juga merasa bersalah pada Jose dan merasa tidak enak hati.

"Please, maafkan aku. Aku juga yang meminta mereka untuk diam dan berencana memberitahumu saat kita sudah sampai. Namun kau tahu lebih dulu sebelum aku berbicara."

"Jose sudah tahu kau hamil?" tanya pria itu mengalihkan.

Kaylee menggeleng lemah. "Aku belum bercerita. Namun aku meninggalkan salah satu test pack milikku disana. Jika Osee menemukan, ia akan tahu jika aku tengah hamil."

Pria itu mengusap wajahnya kasar namun masih menahan kekesalannya. Ia duduk bersimpuh dihadapan Kaylee. "Aku tidak peduli akan semarah apa Jose padaku nanti, aku akan bertanggungjawab. Namun aku peduli dengan kondisi dan kandunganmu. Aku akan meminta pilot untuk mendarat pada pendaratan terdekat dan kita akan kembali setelah memastikan cuaca baik."

Kaylee langsung menggeleng tegas. Memelas dan merajuk. "No, please! Kau tahu persis apa yang terjadi diantara kami. Antara aku dengan Jose dan George! Aku tidak bisa kembali sebelum aku benar-benar bisa!"

Apakah Kaylee egois saat ini? Setelah semua yang ia dapatkan, apakah tidak boleh ia menjauh dari orang-orang untuk memulihkan hatinya? Ini tidak mudah, sangat tidak untuknya.

Pria itu berpikir sejenak. Ia juga merasa iba dengan Kaylee, namun melihat kondisi Kaylee ia juga tidak bisa seutuhnya membenarkan. Pun pria itu juga tidak memihak pada Jose ataupun George, karena ia tahu semua ceritanya dari awal hingga akhir, untuk itu ia mau membantu Kaylee dan berujung ia tahu semuanya.

"Aku bisa, aku kuat! Olivia juga yang akan menemaniku jika aku perlu sesuatu disana. Apa lagi? Hatiku belum bisa jika harus kembali dan berpura-pura seolah tidak terjadi apa-apa didepan mereka." Ujar Kaylee tah henti-hentinya memohon. Rasanya tidak ingin untuk kembali sekarang.

"Berapa lama kau berada disana?"

"Haruskah aku memastikan disaat aku sendiri belum tahu?"

"Aku sendiri juga tidak tahu akan bertahan sampai kapan untuk diam dan tidak memberitahu Jose dimana keberadaanmu. Aku yakin, dia adalah orang yang paling khawatir saat kau tidak ada disana."

Kaylee langsung diam. Mengingat perihal suaminya, hati itu langsung sesak. Merindukan? Sangat. Bahkan tubuh itu ingin memeluk erat suaminya, namun rasanya ia tidak sanggup seutuhnya. Air mata itu menetes tanpa diminta dan langsung menyekanya.

"Aku bingung."

Melihat Kaylee menangis, pria itu duduk dihadapan Kaylee. Mengelus rambut Kaylee dan menatap teduh. Sudah ia anggap seperti adiknya sendiri.

"Baiklah, aku akan diam. Dengan syarat, orang-orangku akan menjaga dan mengawasimu dari jauh selama 24jam. Mereka yang akan mengantarkanmu kemanapun dan melaporkan kondisimu padaku. Aku akan sangat lega jika kau tidak menolak. Aku juga bertanggungjawab disini."

Kaylee langsung mengukir senyumnya, hatinya lega. "Tidak masalah, aku mau."

Pria itu langsung menghembuskan napasnya lega.

"Selega itu?" gumam Kaylee. "Terimakasih kau sudah mau membantuku. Padahal aku tahu, kau lebih dekat dengan Jose dibandingkan denganku."

"Bayar apa yang aku lakukan padamu dengan menjaga bayi itu dengan baik. Hubungi aku atau pekerjaku jika kau menginginkan apapun. Tengah malam sekalipun berlaku."

Kaylee tersenyum kecil. Baik, sangat baik padanya.

Pria itu mengeluarkan dompetnya, meraih salah satu black card miliknya. "Ambil."

Kening Kaylee menyatu bingung. "Untukku? Untuk apa?" Kaylee masih diam dan tidak mengambil.

"Aku tahu kau kabur tanpa membawa apapun, maka ambillah ini dan gunakan untuk semua keperluanmu disana. Jika kau menggunakan black card milikmu sendiri keberadaanmu bisa terlacak."

Tidak akan cukup meskipun Kaylee berterimakasih berulangkali untuk kebaikan pria dihadapannya ini.

"Terimakasih, namun tidak perlu. Aku akan semakin berhutang budi padamu jika aku menerima. Aku membawa sendiri, namun tidak menggunakan namaku langsung. Jadi tidak akan ada satupun yang tahu. Tidak perlu khawatir."

"Kau yakin menolaknya dengan cuma-cuma? Padahal kau bisa menguras semua yang ada disini dengan semaumu. Kapan lagi?"

Kaylee terkekeh. "No way, thanks! Periksa saja didalam tas milikku, aku membawa."

Pria itu menyerah dan memasukkan kembali miliknya ke dalam dompet.

"Harusnya aku tidak lupa, kau bukan wanita sembarangan." Goda pria itu.

Kaylee hanya menggelengkan kepalanya.

***

Sudah pukul dua malam, namun Jose justru baru saja mengeluarkan aston martinya dan menacap gas dengan kecepatan tinggi. Ia seperti hilang arah, hingga beberapa kali ia melewati rambu lalu lintas dan hampir mencelakakan dirinya sendiri.

"Maafkan aku, Alee. Kembalilah, aku mohon." Batin Jose dalam hati.

Jose memukul setir kemudi dengan jemarinya beberapa kali. "Shit!" umpatnya.

Tak selang lama, mobil itu berhenti tepat didepan sebuah klub besar. Klub milik Victor yang berada di kota Chambrigde itu masih sangat ramai walaupun hari sudah berganti.

Jose keluar dari sana. Hanya menggunakan celana panjang, kaos hitam, dan jas berwarna hitam yang berada dijemarinya. Rambutnya berantakan dan matanya sangat sayu.

"Selamat malam, Tuan. Ada yang bisa saya bantu?" ucap salah seorang bartender.

"Ruang vvip 01. Bawakan Jack Daniel lima botol. Sekarang!"

"Maaf, Tuan.. namun ruangan vvip 01 sudah ada yang menempati. Apa perlu saya carikan ruangan lain?"

Jose memasang wajah dingin dengan tatapan intimidasi. Mengeluarkan beberapa lembar dolar dari dompetnya. "Kosongkan tempat itu dan bersihkan dalam lima menit!"

Bartender itu sangat ketakutan untuk mengiyakan perintah Jose, karena tak sembarang orang yang biasanya menggunakan tempat itu. Namun pekerja itu tentu tahu betul siapa pria yang ada dihadapannya sekarang. Selain sahabat dari pemilik klub ini, Jose juga banyak dibicarakan karena kekayaannya.

"T-tapi, Tuan.. mer--"

"Lakukan atau kau akan kehilangan pekerjaanmu?!" ujar Jose tegas. Ia tidak ingin berbasa-basi meladeni siapapun.

Bartender itu langsung diam dan teringat sesuatu. Beberapa bulan lalu, jauh sebelum Jose menikah dengan Kaylee, Jose nyaris mengeluarkan empat orang pekerja sekaligus hanya dalam sehari. Perkaranya ada dari mereka yang mengantarkan minum untuk Jose namun justru menggodanya. Bahkan Jose nyaris hampir meminum minuman yang dicampur obat untuk meningkatkan gairahnya dan bisa bermain dengan keempat wanita itu. Hingga pada akhirnya, nasib naas terjadi pada mereka.

Dan meskipun masalah saat ini tidak sebanding dengan itu, tetap saja, Jose tidak main-main. Terlebih saat emosinya sedang memuncak.

"B-baik, Tuan. Saya akan kembali dalam lima menit."

Jose mengeluarkan sebatang rokok dari dalam saku jasnya. Ingin mematik rokok itu namun tiba-tiba ia teringat sesuatu.

"Jika ada masalah, jangan membiasakan dirimu merokok. Aku tidak suka, karena aku benci melihat benda itu menyakiti tubuhmu."

Perkataan dari istrinya terus berputar dikepalanya saat Jose hampir menyalah rokok itu. Tanpa berpikir panjang, Jose langsung melempar rokok itu dan pematiknya kedalam tempat sampah.

"Alee.. kembalilah!" ranjau Jose seraya memijat pelipisnya.

Jose menghentikan jemarinya saat kursi disebelahnya tertarik pertanda ada yang mendudukinya.

"Boleh aku duduk disini?" tanya seorang wanita berambut pirang dengan baju berwarna merah menyala yang sedikit mengekspos belahan dada dan pahanya.

Jose tidak menggubris dan memutar bola matanya malas.

Wanita itu tersenyum melihat respon Jose. Cantik, namun tidak menggugah selera Jose.

"Satu botol jack daniel khusus untukmu." Wanita pirang itu menyodorkan botol yang ia bawa tepat didepan meja Jose, namun lagi-lagi Jose tidak menggubris justru memutar kursinya membelakangi wanita itu.

"Shit! Aku hanya ingin Alee!" umpat Jose lirih. Tidak tahu saja, Jose menahan mati-matian amarahnya agar tidak menyakiti wanita itu. Well.. sudah berapa banyak orang-orang yang menjadi sasaran kemarahannya?

Smrik wanita itu terangkat. "Kau terlalu keras kepala, namun justru membuatku penasaran." Ujar wanita itu.

Jose mendengarnya, namun rasanya ia ingin memuntahkan minumannya saat ini juga.

Bartender yang ada didepan mereka was-was melihat wanita agresif itu. Pasalnya pekerja yang ada disana sangat hapal betul bagaimana Jose. Alih-alih jika botol kaca itu melayang begitu saja.

Wanita itu beranjak dan berpindah didepan Jose. Jose langsung menatap tak berminat.

"Baru kali ini aku merasakan diabaikan oleh seorang pria. Apakah aku tidak secantik itu untuk bermain denganmu malam ini?" gumam Wanita itu dengan tatapan dan suara menggoda khasnya.

Jose mengangkat senyum meremehkan. Bahkan untuk menatap wajah gadis pirang didepannya saja sudah membuatnya muak, apalagi bermain dengannya. Terlalu percaya diri.

"Tidak tertarik!" ketus Jose.

Tak lama, seorang bartender itu datang. "Ruangan vvip 01 sudah bersih, Tuan. Anda bisa menempati ruangan itu sekarang."

Jose langsung bangkit dari duduknya, hendak menuju ke vvip 01 namun wanita pirang itu menahan pergelangan tangan Jose.

"Lepas!" gumam Jose sarkas dan langsung menghentakkan jemari wanita itu dengan kasar. Matanya menyala padam.

"Okay-okay."

"Ijinkan aku ikut dan menemanimu minum malam ini. Sebagai perkenalan kita, aku yang akan membayar semuanya. Kau akan menyesal jika menolak ajakanku, Walter." Wanita itu mengedipkan matanya, bibirnya yang merah merona ia pasang untuk menggoda.

Hell?! Apa wanita itu gila?! Tawaran macam apa itu?

Jose benar-benar tidak habis pikir dengan pikiran wanita itu. Jangankan membayar minumannya hari ini, membeli klub milik Victor hanya dalam hitungan menit saja ia masih sangat mampu. Ghost!

"Pergi atau aku akan bersikap kasar denganmu?!" Jose hendak pergi namun wanita itu terus menghalangi.

"No way! Sebelum tawaranku kau iyakan!"

Wanita itu hendak memegang dada Jose, namun Jose langsung mencekal dengan jemarinya. Persetan jika terlalu kencang!

"Sa-sakit!" rintih wanita itu.

"Janggan menggoda dan jangan mencoba menawarkan tubuhmu padaku, aku tidak berselera dengan kelinci percobaan!" tajam dan menusuk. Menghempaskan pergelangan tangan itu dan meninggalkan wanita itu.

Tanpa wanita itu sadari, beberapa pengunjung dan pekerja disana memperhatikan mereka. Namun tanpa malunya, wanita itu justru bertanya pada bartender yang ada didekatnya.

"Dia sering seperti itu pada wanita-wanita yang mencoba mendekatinya?" tanyanya sembari memegang pergelangan tangannya yang sedikit memerah.

Alana, bartender yang bekerja sudah hampir dua tahun lamanya itu menanggapi. "Beliau datang kesini memang hanya untuk minum, Nona. Bukan dengan tujuan yang lain, untuk itu Beliau bisa semurka tadi."

"Dia lama tidak kemari jika aku tidak salah ingat."

Alana mengangguk. "Sudah beberapa bulan Beliau tidak kemari dan baru kemari lagi malam ini."

Smrik itu lagi-lagi terangkat. "Menarik. Aku ingin mendapatkan tubuhnya."

"Nona, apa Nona tidak tahu siapa beliau?"

"Sangat tahu. Aku tidak peduli, karena aku sudah menginginkannya sejak lama."

"Nona Balwin, lebih baik jangan. Baliau berbeda dengan kebanyakan pria lainy--"

Lexa Balwin, wanita yang hampir setiap hari datang keklub milik Victor. Sudah menjadi kebiasaannya ia datang untuk minum, berdansa, atau bahkan bermain. Lexa cantik, banyak pria yang menginginkannya. Tubuhnya indah dan pandai. Bahkan Lexa juga pernah hampir bermain dengan Victor, namun Victor yang lebih dulu menghentikan. Entah dengan alasan apapun itu.

"Jangan mengajariku, kau hanya pelayan!" geram Lexa.

Alana langsung diam.

Jose langsung duduk diatas sofa. Diatas meja sudah tersedia beberapa botol jack daniel dan dua gelas air putih. Jose meneguk salah satu botol itu hingga benar-benar tandas dalam satu kali tegukan. Pikirannya kosong dan masih banyak melamun.

Seharian penuh ia dan orang-orangnya berusaha keras untuk mencari keberadaan istrinya namun belum membuahkan hasil. Bahkan peretas handal pun yang ia pekerjakan belum mampu menemukan keberadaan istrinya. Bahkan sejak tadi ia bertanya-tanya, selihai apa istrinya hingga tak ada satupun jejak yang ditinggalkan?

Jose mengeluarkan ponsel miliknya, saat menyala langsung disambut dengan foto pernikahannya disana. Kaylee menggunakan dress berwarna putih yang berdiri disampingnya. Mata itu berbinar dan dadanya sesak.

"Aku merindukanmu, my Alee. Aku ingin bertemu kalian." Bersamaan dengan itu, butir air mata keluar. Sosok yang selalu kuat saat ditempa apapun kini hancur seketika karena rasa bersalah teramat pada istrinya.

Ponsel yang ada dijemari Jose tiba-tiba menyala dan bergetar. Nama Brian ada disana.

"Langsung saja!" gumam Jose.

"Bagaimana? Kau sudah tahu dimana Lili?"

"Tidak ada petunjuk, pekerjaku masih berusaha mencari."

Terdengar helaan napas Brian. "Pekerjaku dan pekerja daddy juga tidak menemukan petunjuk apapun. Victor sudah mencoba meretas cctv jalanan, namun tidak ada hasil. Dugaanku, Lili juga mematikan cctv jalanan saat ia pergi dari palace. Apa yang ia lakukan saat ini sama persis dengannya beberapa tahun lalu."

Jose memijat pelipisnya, semakin sulit. "Satu pemikiran. Private jetnya dan semua mobil-mobilnya juga masih lengkap. Aku yakin, Lili tidak menggunakan satupun miliknya untuk pergi agar tidak ada satupun yang bisa melacak keberadaannya."

"Aku yakin, Lili tidak mungkin pergi dari palace sendiri. Tebakanku, ada yang membantu Lili. Namun aku belum tahu siapa."

"Pradugaku juga." Namun Jose masih tidak menemukan jawabannya siapa yang membantu istrinya pergi. Masih menjadi kepingan puzzle.

"Tenangkan pikiranmu dan jangan berbuat sesuatu seperti pagi tadi. Aku dan daddy tidak akan berhenti mencari Lili."

"Aku tidak berjanji."

"Kau dimana? Kau tidak di mansionmu?" tanya Brian karena suara gemuruh dari ponsel Jose.

"Bukan urusanmu!" tekan Jose lalu mematikan ponselnya.

Jose menyandarkan kepalanya pada sofa, tiba-tiba rasa pening menyerangnya hingga pandangannya sedikit kabur. Entah kenapa, Jose sudah menghabiskan hingga tandas beberapa botol alkohol didepannya. Ia tidak payah, beberapa botol masih bisa ia atasi, namun entah tiba-tiba ia pening dan langsung meraih dua gelas air putih yang ada diatas meja.

Bertahan beberapa saat, Jose merasakan seluruh badannya seperti terbakar. Bahkan pendingin ruangan yang ada disana masih membuatnya benar-benar gerah.

"Shit! Aku tidak kuat!" Jose langsung melepaskan atasan yang ia pakai. Bersamaan dengan itu, gejolak dalam tubuhnya meningkat.

Pintu terbuka, berdirilah wanita disana. Pandangan Jose kabur, namun ia tahu betul jika wanita itu tersenyum dan terus mendekat kearahnya. Kepalanya yang pening membuatnya seperti mengenali sosok didepannya.

"A-alee.."

Wanita itu tersenyum dan sudah berdiri dihadapan Jose.

"Good job, Lexa!" batin wanita itu.

Jessica menatap Jose dari atas kebawah. Tubuh bagian atasnya sudah telanjang, dan milik Jose sudah terlihat menonjol.

"Ya, aku disini." Lexa membelai wajah Jose perlahan dengan jemari lentiknya, kedua tangannya lalu mengalung pada leher Jose.

Lexa dengan segala ambisinya, ia bahkan rela memasukkan sesuatu pada minuman Jose. Hingga membuat Jose berhalusinasi jika ia adalah orang yang diharapkan oleh Jose. Bersama dengan itu, Lexa memberikan obat lain untuk menaikkan gairah Jose.

Jose menatap Lexa, wanita yang ia kira adalah istrinya. Pakaian Lexa yang sangat minim semakin membuat Jose memanas.

Jose mengangkat tubuh Lexa, mendudukkan wanita itu keatas pangkuannya.

"Maafkan ak--"

Belum sempat menyelesaikan ucapannya, Lexa membungkam bibir Jose dengan jemarinya. "Jangan berbicara apa-apa, kau benar-benar membuatku lapar."

Jemari Lexa turun membelai dada Jose, bermain disana hingga perlahan menurun. "Lets play with me, my husband." Lexa mengedipkan matanya dan perlahan menurunkan lengan bajunya.

Jose menarik smriknya. Membawa Lexa berbaring diatas sofa dengan senyum devilnya.

"Jangan salahkan aku jika tidak bisa berhenti."

###
To be continue..

HOLA! MHC UPDATE!

Tim yg kesel sama chapter ini?? 😭

spam "next" untuk lanjut?

jangan lupa klik "🌟" dipojok kiri yaaa! thxyouu <333

____

Big loves!

Minggu, 31 Oktober 2021
zizianugrah

Continue Reading

You'll Also Like

854K 36.3K 65
Elena Rosalina Smith memiliki seorang tunangan yang tiba - tiba di rebut oleh saudari tiri nya. Dan sebagai ganti nya, Elena terpaksa harus menikahi...
2.9M 204K 36
"Saya nggak suka disentuh, tapi kalau kamu orangnya, silahkan sentuh saya sepuasnya, Naraca." Roman. *** Roman dikenal sebagai sosok misterius, unto...
362K 28.1K 37
Warning!!! Ini cerita gay homo bagi yang homophobic harap minggir jangan baca cerita Ini ⚠️⛔ Anak di bawah umur 18 thn jgn membaca cerita ini. 🔞⚠️. ...
2.2M 33.2K 47
Karena kematian orang tuanya yang disebabkan oleh bibinya sendiri, membuat Rindu bertekad untuk membalas dendam pada wanita itu. Dia sengaja tinggal...