TS#62

1.2K 165 20
                                    

Bagian 62: Ali dan Fatimah


Tentang Senja...

Ratusan hari telah kita jalani dengan segenap harap bahwa yang akan terjadi esok bisa lebih indah.
Aku mengagumi kisah cinta antara Ali dan Fatimah. Kamu ingat? Kisah cinta dalam diam yang pernah aku lakukan juga padamu. Tapi, kamu tau akhir dari kisah mereka? 'Zahra...' 'Zahra...' dengan lirih sahabat Rasulullah yang paling kuat itu runtuh ketika kehilangan istrinya.
Jadi, apakah akhir dari kisah kita akan seperti itu?

***

Menaati perintah sudah sebuah kewajiban di dalam kemiliteran. Dan juga, tak ada namanya perintah yang salah. Jika salah, itu akan menjadi kesalahan atasan yang memerintahkan. Namun, apa yang terjadi jika ada anggota yang tidak menaati perintah atasannya? Jelas saja, hukuman akan menanti.

Peluru itu melesat melewati tingginya gedung dengan cepat, kemudian menembus jendela yang mengenai seseorang di ruangan tersebut. Hingga ia melihat orang itu tersungkur ke lantai.

"LETDA RAYYAN! ARE YOU STUPID?!"

Suara amarah komandannya terdengar kencang melalui earphone. Kemungkinan komandannya itu memantau dari ruangan pengintai. Rayyan masih bersikap tenang, walau melalui teleskop senapannya ia melihat kekacauan di dalam ruangan tersebut.

Sayangnya, peluru itu bukan mengenai orang yang menjadi target awalnya.

Beberapa menit kemudian, suara melalui earphone dan keadaan di dalam ruangan itu sudah tenang. Pertemuan diakhiri, dan Rayyan melihat orang yang tersungkur itu diseret keluar oleh beberapa orang.

"Letda Rayyan, segera temui saya," ucap komandannya lagi.

Rayyan menoleh sebentar ke arah rekannya. Ia mengatakan melalui isyarat bahwa malam ini ia tidak akan bisa lepas. Kemungkinan akan menjalani hukuman yang amat berat. Setelah itu, Rayyan turun melalui tangga darurat, kemudian menemui komandannya di gedung seberang di mana tempat pertemuan itu dilakukan. Di sekitaran gedung cukup sepi karena memang sudah disterilkan dari orang yang berlalu-lalang di sekitaran hotel dan restoran tersebut. Jadi, huru-hara di dalam tidak akan diketahui oleh siapapun.

Langkahnya berhenti di depan komandannya yang sedang memasang ekspresi marah. Walau tak mengatakan apapun, Rayyan bisa merasakan ada amarah yang memuncak namun ditahan olehnya. Setelah itu, Rayyan mengikuti langkah komandannya entah ke mana. Naik lift beberapa lantai barulah ia sadar akan dibawa ke mana oleh komandannya.

Salah seorang yang berjaga di depan membuka pintu untuk Rayyan dan komandannya. Rayyan terfokus pada beberapa bercak darah di lantai. Kemudian, mereka masuk makin banyak bercak darah tersebut. Komandannya yang berada di depan memberi hormat kepada beberapa orang yang berada di dalam. Rayyan juga mengikuti walau sebenarnya enggan memberi hormat kepada mereka.

Hans dan Luqman terlihat terkejut melihat kedatangan Rayyan. Mereka tidak menyangka akan bertemu Rayyan di tempat itu. Apalagi Luqman. Walau begitu, mereka begitu ahli memainkan peran. Ekspresi datar mampu menyelamatkan keterkejutan mereka.

"Pertemuan ini berjalan lancar ... walau sedikit ada kekacauan," ucap Arief.

"Saya mohon maaf, Pak Wakil Presiden, tidak memberikan instruksi yang benar sehingga hampir mengacaukan pertemuan ini," ucap komandannya Rayyan, Kolonel Gandhi.

"Tidak apa-apa. Seharusnya saya berterima kasih kepada anggotamu sudah membuat keputusan yang tepat dan cepat."

Rayyan masih berdiri tegak. Beberapa kali melirik Arief dan pistol yang tergeletak di atas lantai. Ada bercak darah juga di sekitarnya.

Tentang Senja [VERSI REVISI]Where stories live. Discover now