TS#32

1.3K 147 23
                                    

Bagian 32: Kembali

Tentang Senja...

Aku kembali.
Aku tak bisa mengelak dari takdirku.
Jika kamu mengajarkan aku pergi saat pergantian hari, aku akan mengajarimu menunggu setiap hari.
Itulah takdirku,
Sebagai pengagum senja.

***

                

Suara baku tembak dan bom terdengar memekakan telinga. Langit yang putih seketika berkabut karena asap hitam mengepul dan naik ke atas. Di ujung sana dan berbagai sudut beberapa orang mengangkat senapan dan ditembakkan ke arah pasukan yang diketahui pasukan khusus dari beberapa negara yang diberi tugas melepaskan warga negaranya yang disandera oleh pihak teroris jaringan internasional.

Semua sandera telah berhasil dibebaskan, namun baku tembak terus terjadi. Mereka semua bersembunyi di balik pohon besar dan bukit dengan beberapa kali membalas serangan.

Suara baling-baling helikopter mulai terdengar. Beberapa anggota membawa sandera mendekat ke arah sumber suara, sedangkan sisanya masih meladeni serangan pihak teroris untuk menjaga dan mengawasi agar anggota yang lain dan sandera dapat pergi dari sana dengan aman.

Baku tembak terlihat sudah selesai, karena tak ada serangan lagi. Medan pertempuran sangat hening, dan hanya terdengar suara helikopter yang sepertinya sudah mendarat.

Suara komandan pasukan memberi intruksi pada anggotanya untuk mundur perlahan dan menyusul yang lain yang sudah berada di dalam helikopter. Mereka semua menurut, hingga baru beberapa langkah....

BOOOMMM!!!

Empat anggota yang masih berada di sana terpental karena serangan bom yang tiba-tiba. Baku tembak pun terdengar kembali. Semua orang yang berada di helikopter sangat terkejut. Komandan pasukan mendapat intruksi dari orang yang berada di ujung radio telekomunikasi untuk segera pergi dari sana. Beberapa kali komandan pasukan memanggil empat pasukannya, namun tak ada yang menjawab.

Helikopter yang mendarat di padang yang luas, perlahan naik ke atas karena beberapa pasukan teroris menembakan peluru ke arah mereka. Komandan pasukan yang berasal dari Indonesia itu terus saja memanggil sisa pasukannya, tetapi masih tidak ada jawaban. Perlahan namun pasti, helikopter telah meninggalkan area itu dan empat pasukannya yang entah sekarang nasibnya seperti apa.

Rayyan, salah satu pasukan yang tertinggal. Ia merasakan sakit di sekujur tubuhnya. Ia meraba rerumputan di depannya untuk membantu bangun dari tiarapnya. Kemudian saat bangun, ia terkejut melihat tiga anggota pasukannya terbaring di sekitarnya, entah hanya pingsan atau sudah gugur.

Tiba-tiba topi tempurnya ditarik membuatnya berdiri secara paksa. Beberapa anggota teroris mengepungnya dan menondongnya dengan senjata yang mereka pegang. Kemudian, ia kembali didorong paksa berjalan entah ke mana dengan tiga temannya yang sudah ditembak di tempat tepat di depan matanya.

Rayyan dibawa ke markas sementara mereka karena markas aslinya bukan berada di sana, sebuah rumah dengan berbagai alat persenjataan yang sangat banyak. Tidak heran mereka adalah teroris yang sangat ditakuti se-Asia.

Tubuhnya didorong yang membuat kepalanya yang sudah tidak memakai topi dibenturkan ke tembok berkali-kali. Darah mulai mengalir dari belakang kepalanya. Kemudian, dengan kondisi yang sudah lemas, tubuhnya ditarik lagi. Kedua pergelangan tangan Rayyan diikatkan dengan rantai dan ditarik ke ujung besi yang membentuk persegi. Darah segar mulai mengalir dari kedua pergelangan tangannya.

Segala perlengkapan yang ada di tubuh Rayyan semuanya dibuka paksa. Hingga kemudian matanya menangkap sepasang sepatu berhenti di hadapannya. Ia mengangkat wajah dan melihat seseorang dengan wajahnya yang tertutup sebagian dan hanya matanya yang terlihat. Dilihat dari beberapa orang yang seperti menghormatinya, ia pastikan orang itu pasti pemimpin pasukannya.

Tentang Senja [VERSI REVISI]Where stories live. Discover now