TS#33

1.3K 130 7
                                    

Bagian 33: Putus

Tentang Senja...

Aku diceritakan bahwa kamu datang dan menangis melihatku.
Mengapa keluarkan hujan dibalik cahaya senjamu?
Padahal aku bukan siapa-siapa.
Jadi, apakah aku harus seperti ini dulu agar dapat pengakuanmu?

***

Penyesalan itu memang datang di akhir. Jadi, jika sudah menyesal segalanya tidak bisa diubah lagi. Namun, jangan khawatir. Yang disesali itu bisa diperbaiki. Tapi, dalam ajaran agama Islam, segala sesuatu tidak luput dari takdir yang diciptakan Allah Ta'ala. Bahkan ayam berkokok di pagi hari, daun yang berguguran dari dahan pohon, bahkan sampai burung yang terbang di langit mengikuti alunan takdir yang sudah ditetapkan oleh-Nya. Jadi, jika Rayyan pulang dalam keadaan ini, itu sudah menjadi takdirnya. Disesali pun tidak akan mengubah segalanya. Namun, dari hal tersebut penting dipetik pelajaran dan maknanya.

Setelah Anza pulang karena tidak tahan melihat Rayyan yang terbaring koma, Alsya masih di sana berdiri di samping tempat tidur Rayyan. Matanya masih tidak lepas memandang wajah Rayyan yang terlihat damai dalam tidurnya. Jika bisa, Alsya ingin menggantikan posisi Rayyan. Jika itu yang bisa memaafkan kesalahannya.

"Ray," panggil Alsya pelan.

Beberapa kali Alsya menghela napas berusaha menahan tangisnya.

"Bangun, ya. Aku gak mau lihat kamu kayak gini. Aku gak mau lihat kamu sakit."

Nada suaranya bergetar seiring dadanya yang menjadi sesak. Semua orang pasti mengerti bagaimana sesaknya menahan tangis.

"Ray, aku minta maaf ya. Aku banyak salah sama kamu. Aku yang gak mau dengar penjelasan kamu. Aku yang gak mau kasih kamu kesempatan. Aku yang mementingkan diriku sendiri. Aku yang sangat egois. Aku... minta maaf..."

Kedua bola mata Alsya memanas. Hidungnya juga sudah memerah. Matanya sudah sembab. Suaranya sudah tercekat. Namun, pria di depannya tidak bergeming sedikitpun.

"Bangun ya, Ray. Kamu boleh marahin aku. Tapi, jangan benci aku. Sejujurnya aku kangen kamu. Aku mau lihat senja lagi bareng kamu. Aku mau liburan lagi bersama kamu. Tapi, tolong... Kamu harus bangun. Banyak yang sedih lihat kamu. Banyak yang berdoa agar kamu bangun dan bisa lihat kita lagi. Aku, Anza, Bang Kahfi, Aziz, dan banyak orang pasti mendoakan dan ingin kamu kembali pada kita."

Tetap, Rayyan tidak bergeming sedikitpun. Matanya masih terpejam damai. Irama jantungnya belum ada peningkatan. Bagian tubuhnya pun tidak ada yang bergerak. Padahal, Alsya berharap sekali Rayyan merespon ucapannya dengan menggerakkan jarinya. Namun, mungkin doanya belum dikabulkan sekarang.

Alsya selesai bicara dengan Rayyan. Ia keluar dari dalam ruang ICU dengan langkah lemas. Mata dan pipinya masih sembab karena bekas air mata. Ketika menginjakkan kaki di luar ruang ICU setelah melepaskan pakaian khusus tadi, ia melihat Kahfi yang ternyata sudah menunggu dan duduk di kursi tunggu. Pria itu langsung berdiri ketika pandangannya menangkap sosok Alsya yang mulai berjalan pelan menghampirinya.

"Anza udah pulang tadi. Pak Arman yang jemput dia. Sekarang kita pulang ya, Ca? Besok kita jenguk Rayyan lagi."

Alsya menoleh pada Kahfi. Pria yang masih memakai seragam PDL AU nya beberapa jam tadi menjemputnya dan memberitahu bahwa Rayyan sudah dibawa ke rumah sakit Pusat TNI AD di Jakarta.

Tentang Senja [VERSI REVISI]Where stories live. Discover now