TS#52 (2)

1.2K 149 29
                                    

Bagian 52: Pulang

Sudah berhari-hari Rayyan terjebak di tempat itu. Sebenarnya tidak sulit menyergap dan membunuh mereka. Jika alasannya kemanusiaan sesama penduduk negara, bukankah mereka lebih kejam karena membunuh prajurit TNI atau Polri yang tidak bersalah? Nyatanya negara masih takut terkena sanksi internasional. Padahal negara dengan pelopor Hak Asasi Manusia menerapkan standard ganda dan melakukan pembunuhan massal di suatu negara.

Rayyan baru saja menunaikan shalat Zuhur. Tidak lupa setelah shalatnya ia berdoa untuk keberhasilan tugas dan bisa pulang dengan selamat. Selain itu, ia berdoa agar di manapun Alsya, Allah Ta'ala melindunginya.

Rayyan rindu sekali pulang bertemu Alsya. Secara prediksi dan perhitungan, Alsya akan melahirkan minggu depan. Tapi, tugas Rayyan di tempat itu tidak ada kemajuan.

"Komandan!"

Rayyan keluar dari dalam rumah yang menjadi markas mereka. Ia mendengar suara rekannya memanggil komandan mereka. Alhasil karena suara teriakan itu, semua pasukan mendekat.

"Ada apa Sertu Firli?" tanya Kolonel Awan—komandan mereka.

"Pratu Iman, Komandan. Pratu Iman yang ditawan... sudah gugur, Komandan. Mereka merilis video pembunuhannya."

Semua terdiam seakan-akan mengheningkan cipta. Jika begini terus, akan banyak korban yang berjatuhan lagi.

"Kita sudah banyak membuang waktu di sini. Nanti malam kita harus bergerak kembali. Tetap pada tugas awal yaitu menyelamatkan masyarakat dan prajurit yang ditawan. Kita harus bersiap. Lebih baik pulang nama, daripada gagal dalam bertugas. Komando!"

"KOMANDO!"

Rayyan memakai semua peralatannya dalam diam. Sertu Najib menghampiri dan menepuk pelan pundak Rayyan ketika melihat pria itu seperti melamun.

"Ada apa melamun, Letnan?"

Rayyan tersadar. Ia menggelengkan kepala pelan, kemudian fokus mengisi senapannya dengan peluru.

"Kita pasti berhasil, Letnan. Jika Letnan merindukan istri Letnan, saya juga sama."

Rayyan terkekeh pelan, kemudian mengangguk menjawab ucapannya. "Istri saya akan melahirkan. Saya harap, tugas ini selesai dan saya bisa mendampinginya."

"Aamiin, Letnan. Semoga saja."

"Semua berkumpul!" Teriakan komandan membuat Rayyan dan Najib menyudahi obrolan dan menghampiri komandan mereka. Sebelum berangkat, mereka berdoa terlebih dulu.

Malam semakin larut. Para prajurit terbaik yang berisi 7 orang itu secara senyap mulai bergerak. Beberapa hari menyelidiki, mereka sudah tahu titik posisi para tawanan. Ada tiga prajurit spesialis penembak jitu, termasuk Rayyan. Rayyan berada di belakang melindungi mereka yang di depan. Dua penembak jitu lain berada di berbagai posisi untuk mengawasi setiap pergerakan.

Dengan medan yang tidak mudah, harus melewati sungai, hutan, dan jalan berbukit, akhirnya mereka sampai di titik tawanan tersebut.

"Gagak, para mutiara di arah jam 2 dari anda berdiri sekarang. Terdapat beberapa musang yang berjaga di arah jam 10, 12, dan 2. Mereka memiliki senjata senapan jenis AK-47," ucap Rayyan yang mengawasi dari atas pohon.

Tentang Senja [VERSI REVISI]Where stories live. Discover now