TS#18

1.3K 118 10
                                    

Bagian 18: Pelaku Utama


Tentang Senja...

Maaf telah menarikmu terlalu jauh karena perasaanku. Ingin aku rahasiakan sebentar lagi, tapi apa daya hati dan mulutku mengatakannya. Tapi, aku tidak ingin terlambat lagi. Tak ada kesempatan yang datang berkali-kali, jika aku tidak mencobanya.

____________________

              Setelah menampar Rayyan, gadis berusia 24 tahun itu tiba-tiba mengambil tasnya dan melangkah keluar dari dalam ruangannya. Rayyan masih terdiam dengan dada seperti dihantam batu besar. Sebesar itukah kekecewaan Anza sampai berani menampar Rayyan? Ah, haruskah dibalik pertanyaan? Sebesar itukah kesalahan Rayyan sampai bisa membuat Anza menamparnya karena marah dan kecewa? Apakah jatuh cinta adalah kesalahan?

Rayyan melangkah keluar. Beberapa pegawai mencuri-curi pandang seperti menerka-nerka apa yang terjadi antara bos mereka dengan tunangannya. Rayyan tidak ambil pusing dengan segala gosip yang mungkin akan menyebar, dia segera melangkahkan kaki keluar dari gedung itu. Rayyan masuk ke dalam mobil, dan melanjutkan mobilnya membelah jalanan padat di ibu kota. Setelah setengah perjalanan, ponsel Rayyan berbunyi. Ia menepi ke pinggir jalan untuk mengecek ponselnya.

Telfon masuk dari Ayahnya. Tidak biasanya Ayubi menelepon malam-malam. Rayyan pun mengangkat panggilan masuk itu.

"Assalamualaikum, Yah."

"Wa'alaikumussalam. Cepat pulang ke rumah. Ini perintah!"

Tidak biasanya juga Ayubi menyuruhnya pulang, apalagi dengan penekanan bahwa itu perintah. Terlahir dari keluarga militer membuat Rayyan selalu sigap dan menerima apapun segala perintah. Apalagi jika Panglima yang sudah memberi perintah. Tak akan bisa Rayyan membantah.

Kali ini perjalanannya terasa singkat. Mungkin karena Rayyan sedikit mengebut. Beberapa kali ponselnya berdering tidak terangkat oleh Rayyan. Ia baru bisa mengecek saat mobilnya terparkir apik di halaman rumah pribadi Ayubi. Beberapa kali panggilan masuk dari Ayah dan Ibunya.

Rayyan mulai melangkahkan kaki memasuki rumah, sambil menerka-nerka apa yang terjadi sampai Ayah dan Ibunya menelpon secara bersamaan. Sesampainya di ruang keluarga, dua orang yang sangat Rayyan hormati sudah menunggu di sana.

"Apa yang kamu lakukan, Ray? Hm?"

Rayyan menoleh pada Airin setelah mendengar suaranya yang bergetar.

"Maaf, Ray tidak mengerti maksud Ibu."

"Kamu pasti mengerti maksud Ibu. Harusnya kamu juga mengerti mengapa Ibu dan Ayah panggil kamu ke sini."

Rayyan terdiam, kemudian sedikit menunduk menghindari tatapan tajam Ayubi dan tatapan kecewa Airin.

"Ray..., Kenapa tidak dari awal kamu bilang bahwa yang kamu cintai bukan Anza?" Nada suara Airin seperti tercekat menahan tangis.

"Betul, Ray. Ayah dikabari Radit bahwa kamu telah menyakiti hati Anza. Hari pernikahan semakin dekat, tapi kamu malah mengakui bahwa kamu mencintai Alsya. Kenapa tidak dari awal kamu jujur bahwa kamu tidak menyetujui perjodohan kamu dengan Anza?"

"Kalian tidak pernah tanya. Saya hanya menjalankan perintah," jawab Rayyan.

Ayubi hampir menggebrak meja mendengar jawaban Rayyan. "Kami tidak pernah memaksa kamu harus menikah dengan siapa. Dan, pernikahan ini bukan perintah."

"Dari dulu setiap Ibu bertemu Tante Ameera yang selalu dibahas adalah kapan meresmikan hubungan Ray dengan Anza. Setiap bertemu juga, Ibu selalu antusias kalau membahas segala tentang Anza. Maka dari itu tidak ada yang bisa Ray lakukan selain menyimpan perasaan Ray untuk Alsya. Alsya juga hanya menganggap Ray seperti adiknya sendiri. Ray juga tau Anza mencintai Ray."

Tentang Senja [VERSI REVISI]Where stories live. Discover now