TS#31

1.3K 155 16
                                    

Bagian 31: Salam untuk Rayyan

                 

Rumah sakit Antam Medika sudah lumayan ramai walau masih pagi. Pukul 7 pagi, Zain sudah menjemput Alsya dan membawanya ke rumah sakit. Cuaca di luar cukup mendung dan berangin membuat Zain meminjamkan jas putihnya untuk menutup sebagian tubuh Alsya. Kini mereka duduk di taman sambil menikmati kopi hangat dan melihat orang-orang yang berlalu-lalang.

"Sebagai psikiater, saya banyak menemui pasien yang bermacam-macam, Sya. Ada atlet yang mengeluh sakit kakinya, padahal diperiksa tak ada luka luar maupun dalam. Itu karena otaknya yang merespon bahwa ia cedera. Padahal ia tidak cedera. Itu juga karena ketakutan yang berlebihan. Kemudian... ada salah satu pasien saya yang paling saya ingat."

Alsya menoleh ketika Zain tidak melanjutkan ceritanya.

"Siapa?"

"Namanya Zivanna. Dia salah satu pasien yang menderita gangguan kepribadian ambang."

"Kepribadian ambang itu apa?"

"Gangguan kepribadian ambang itu ditandai dengan emosi yang tidak stabil, merasa tidak berharga, dan hubungan sosialnya terganggu. Orang yang menderita gangguan ini akan sulit punya hubungan yang baik dengan orang lain. Jika sudah emosi pun akan meledak-ledak. Parahnya, orang yang punya kepribadian ini bisa menerima perawatan, namun penyakit ini tidak bisa disembuhkan."

"Terus bagaimana pasien Kak Zain itu menjalani hidup? Apa sekarang masih dirawat di rumah sakit?"

Zain menggeleng pelan. "Orang yang memiliki kepribadian itu sulit berteman. Jika sekalinya memiliki teman, ia akan overthingking karena takut temannya tidak akan memperhatikannya lagi. Karena itu pula, dia jatuh cinta pada dokternya."

Alsya terdiam mendengar kalimat terakhir.

"Kesalahan terbesar saya adalah menikahi pasien saya. Saya kira dia akan sembuh jika saya menikahinya. Saya sudah mengajarkannya tentang ilmu agama, mengaji, dan sholat. Namun, takdir berkata lain. Saat itu saya sibuk karena dapat kabar keluarga saya kecelakaan. Ayah, ibu, dan dua adik saya meninggal. Yang selamat hanya kakak saya. Karena itu pula beberapa kali saya mengabaikan teleponnya karena tidak ingin ia ikut khawatir. Namun, itu awal masalahnya. Saya kembali ke rumah. Untuk membujuk istri saya agar tidak marah lagi, saya mengajaknya naik kapal karena dia suka sekali dengan laut. Kemudian, dia meninggalkan saya di sana. Dia melompat ke dalam laut. Saya ingin menyelamatkannya, namun tidak bisa. Laut itu terlalu dingin dan dalam. Saya tidak bisa menemukannya."

"Jadi, karena itu istri Kak Zain meninggal, dan Kak Zain disalahkan karena dia meninggal?"

Zain mengangguk pelan. Kemudian tersenyum karena Alsya melihatnya dengan pandangan iba.

"Saya sudah baik-baik saja sekarang, Sya. Alhamdulillah. Apalagi sekarang saya bertemu kamu. Dulu saya selalu membayangkan bagaimana jika kalau saya bertemu kamu lagi? Apakah kamu akan ingat saya atau tidak? Apakah kamu sudah tumbuh dengan baik dan masih pendiam? Masih banyak sekali pikiran saya tentang kamu."

Beberapa menit berikutnya mereka saling diam. Hembusan angin bertiup makin kencang sehingga udara menjadi sangat dingin.

Alsya mengerti maksud Zain. Siapa yang tidak senang bertemu lagi dengan seseorang yang pernah bertemu di masa lalu. Apalagi pernah suka orang itu.

"Kak Zain," panggil Alsya.

Zain menoleh pada pada Alsya menunggu perempuan itu melanjutkan ucapannya.

Alsya juga menoleh lagi ke arah Zain. Dengan mata sendunya Alsya berucap, "Bukan saya yang kak Zain temui beberapa tahun yang lalu."

Zain terdiam. Kemudian, melihat mata Alsya dan tak menemukan kebohongan di sana. Namun, Zain masih belum mengerti. Apa maksud Alsya? Bukan dia yang Alsya yang pernah bertemu Zain? Terus selama ini Zain salah orang? Atau bagaimana? Jika ingat, mengapa Alsya tidak katakan dari awal?

Tentang Senja [VERSI REVISI]Where stories live. Discover now