TS#44

1.3K 149 18
                                    

Bagian 44: 'Suamiku'

Tentang Senja...

Hari itu pertama kalinya kamu memanggilku 'suami'. Bagai ada kupu-kupu terbang di perutku. Rasanya geli, namun juga candu. Ingin sekali mendengarnya lagi. Namun, wanita yang terlalu blak-blakan sepertimu terlihat malu di hadapanku. Kenapa? Bukankah karena kita sahabat seharusnya lebih akrab sekarang?

***

Acara walimatul 'urs atau pesta pernikahan selesai sebelum adzan maghrib. Mereka mengadakan pesta pernikahan di sebuah gedung salah satu hotel berbintang. Ya, bagi Ayubi tidak masalah merogoh kocek dalam untuk membiayai pernikahan putra tunggalnya. Padahal sebenarnya Alsya tidak ingin pesta pernikahan yang mewah. Tapi, karena yang datang banyak orang penting, bahkan presiden pun diundang, akhirnya Alsya pun mau tidak mau mengikuti kemauan pihak keluarga Rayyan.

Sebenarnya ada satu hal kekanak-kanakan Alsya yang lain, yaitu menolak menginap di hotel. Akhirnya, Rayyan dan Alsya pun menginap di rumah Radit lagi seperti malam pertama mereka.

Karena terlalu lelah, setelah makan malam, Alsya dan Rayyan langsung masuk ke dalam kamar. Sejujurnya Alsya masih canggung berduaan dengan Rayyan, tapi tidak dengan Rayyan yang sudah mulai terbiasa dengan status barunya. Bahkan Rayyan sudah tidak malu memanggil dengan panggilan sayang pada Alsya. Ya, 'sayang'.

Rayyan melirik Alsya yang sudah berbaring di sisi kanannya. Posisi tidur Alsya menghadap ke kanan yang artinya memunggungi Rayyan. Rayyan mendekat ingin tahu apakah Alsya sudah tidur atau belum. Dan, ternyata ia malah melihat mata Alsya yang tadinya terbuka tapi jadi terpejam saat tahu wajah Rayyan di atas kepalanya. Rayyan terkekeh, dengan jahilnya ia memeluk istrinya itu dari belakang.

"Tuh kan, pura-pura tidur. Aku gak bisa dibohongi, Sayang."

Mata Alsya yang tadinya terpejam jadi membelalak kaget ketika tangan kiri Rayyan mengurung tubuhnya.

"Ray, ih! Lepas. Aku gak bisa tidur kalau gini," gerutu Alsya sambil berusaha menyingkirkan tangan Rayyan yang memeluk pinggangnya.

Rayyan tertawa. "Hayo, padahal gak tidur tuh."

"Ini mau tidur."

"Kamu mana bisa sih tidur tanpa minum hot chocolate milk dulu." Rayyan jadi teringat kebiasaan Alsya sejak kecil sampai dewasa ini. Bahkan memandangi langit malam sambil menikmati susu coklat hangat atau coklat hangat saja menjadi ritual wajibnya setiap malam.

"Memang kenapa? Mau buatin?"

"Boleh aja. Tapi, ada syaratnya."

Alsya mendelikkan mata. "Ck. Lebih baik aku buat sendiri," ucapnya karena merasa Rayyan akan menjahilinya lagi.

Rayyan tertawa lagi sambil melepaskan pelukannya. Itu jadi kesempatan Alsya bangun dari posisinya dan kini duduk di kursi piano yang tidak jauh jaraknya dari ranjang.

"Syaratnya gampang kok," ujar Rayyan sambil duduk di tepi kasur dan menghadap Alsya yang tengah mendelik.

"Gak deh, gak usah. Pasti aneh syaratnya?"

Rayyan tertawa lagi. Ia yakin hari-harinya bersama Alsya akan membuatnya bahagia.

"Gak aneh. Aku serius."

"Ya udah, apa?"

Mata Rayyan mengerling jahil. Ia beranjak berjongkok di hadapan Alsya yang masih duduk di kursi piano.

"Bilang gini 'Mas Rayyan, buatin susu coklat hangat dong'. Yang manis gitu bilangnya.'"

Alsya menyemburkan tawa. Ia merasa aneh dengan sikap Rayyan yang seperti ini. Biasanya sahabat sejak kecilnya ini begitu cuek. Ah, mungkin ajaran Kahfi dan Aziz sepertinya.

Tentang Senja [VERSI REVISI]Where stories live. Discover now