TS#38

1.3K 144 6
                                    

Bagian 38: Mengalah

Tentang Senja...

Embun sudah mengalah. Apakah aku harus mengejar senja lagi?

_________

Malam hari yang cerah, ini pertama kalinya Alsya kembali menginjakkan kaki di kamarnya setelah beberapa minggu tinggal di panti. Alsya kembali ke rumah orangtuanya karena memutuskan untuk berdamai dengan Anza. Namun, itu semua tidak serta-merta hubungan mereka terjalin lagi tanpa ada kecanggungan. Alsya saja kembali ke rumah setelah memastikan orangtuanya dan Anza akan menginap di rumah dinas Radit.

Beberapa waktu lalu, setelah liburan dengan Zain, Anza, dan Yura, kehidupan Alsya berjalan normal kembali. Ia disibukkan dengan menulis dan mengajar di Griya Aksara Senja. Sesekali mengikuti kajian dan berkumpul dengan komunitasnya. Benar-benar damai seperti kehidupan sebelum konflik kemarin. Kini Alsya pasrahkan semuanya pada Allah Ta'ala. Tak perlu menyukai siapapun yang belum halal untuknya.

Malam itu suasana rumah sudah sangat sepi. Alsya belum juga tidur dan sibuk mengetik di laptopnya lagi sambil ditemani susu coklat hangat favoritnya. Namun, fokusnya teralihkan ketika mendengar suara pintunya diketuk dari arah luar. Alsya diam dulu. Karena ini sudah malam dan dipastikan semua pegawai rumahnya sudah terlelap tidur. Jadi, siapa yang mengetuk pintu kamarnya malam-malam?

"Siapa?" Tanya Alsya. Tak ada jawaban dari luar yang membuat Alsya memberanikan diri untuk mengecek keluar. Ketika pintu dibuka perlahan, lutut Alsya sangat lemas karena terkejut melihat Anza sudah berdiri di depan pintu. "Kamu ngapain? Bukannya ucap salam."

Adiknya itu tertawa kecil, kemudian tanpa permisi masuk ke dalam kamar dan duduk di atas kasur. Alsya kembali menutup pintu dan menghampirinya.

"Kenapa kamu pulang ke sini?"

"Mau tidur bareng kak Aca."

"Tumben. Ada apa nih?"

Anza tertawa kecil. Walau cukup canggung keduanya berusaha untuk mencairkan suasana. Kemudian, Anza mengelilingi pandangannya dan berhenti pada laptop Alsya yang menyala.

"Kenapa Kak Aca belum tidur?" tanya Anza.

"Hm? Aku lagi nulis. Gak bisa tidur juga, jadi nulis dulu sebentar. Kenapa?"

Anza menggelengkan kepala pelan. Kemudian, beberapa menit mereka saling diam. Alsya kembali ke meja kerjanya dan melanjutkan menulis.

"Aku minta maaf ya, Kak."

Alsya menoleh ketika Anza membuka suara lagi. Kemudian, menatap wajah adiknya dan terdapat ekspresi bersalah.

"Udah lama aku mau minta maaf. Tapi, aku takut Kak Aca gak mau maafin aku," ucapnya lagi.

Alsya meninggalkan pekerjaannya, dan duduk di samping Anza. Kemudian, Alsya memeluk Anza sebentar.

"Nza, kamu tau gak sih hubungan adik-kakak seperti apa?" tanya Alsya. Anza terdiam karena bingung harus menjawab apa. "Kita udah tumbuh sama-sama. Aku udah tau karakter kamu kayak gimana. Aku udah tau, aku harus bersikap apa sebagai seorang kakak. Saat kamu bikin kesalahan fatal, aku yang awalnya benci kamu, ujung-ujungnya aku gak bisa benci kamu. Itu yang aku rasain sebagai kakak. Seburuk apapun kamu saat marah sampai kata-kata kamu melukai hati aku, aku memang awalnya marah, tapi akhirnya aku gak bisa marah lagi, karena kamu adik aku. Dan, karena aku tau penyebab kamu kayak gini. Aku coba memahami itu. Intinya, aku udah maafin kamu."

Kedua bola mata Anza berkaca-kaca. Kemudian memeluk Alsya lagi cukup erat.

"Aku gak tau kenapa aku lakuin itu kemarin. Aku udah buat Kak Aca luka lagi. Aku malah mau akhiri hidup aku. Sebenarnya wajar kalau Kak Aca gak mau maafin aku. Tapi, aku takut Kak Aca gak mau pulang ke rumah."

Tentang Senja [VERSI REVISI]जहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें