TS#22

1.4K 130 5
                                    

Bagian 22: Badai yang Belum Usai

Tentang Senja...

Entah apa yang ada dipikirannya.
Dia yang selalu kusemogakan, malah kembali mengecewakan.
Dia yang berada di setiap doa, malah tidak pernah mengaamiinkan.
Apa yang dia inginkan?
Apakah matanya buta untuk melihat ketulusan?
Atau... apakah dia tergoda oleh hasutan?

____________________

               

           Sudah lebih dari satu jam mereka menunggu. Makanan yang mereka pesan pun tinggal setengahnya. Selanjutnya hanya ada obrolan antara Ayubi dan Radit. Airin hanya diam saja sambil menyimak obrolan mereka berdua tanpa ikut serta. Di sisi lain, berkali-kali Rayyan melirik pada jam tangan warna hitam yang melingkar di tangan kirinya. Rayyan juga menengok ponselnya yang tak mendapat notifikasi penting apapun. Pesan untuk Alsya pun sama sekali tidak dibalas dan hanya dibaca.

Rayyan mencoba sabar. Barangkali Alsya dan Ameera terjebak macet di jalan. Maka dari itu mereka sedikit terlambat.

Rayyan memejamkan mata untuk menenangkan diri. Rasanya lebih gugup daripada di bawa bertugas yang entah kemana tujuannya. Karena ini tentang harapannya. Bila bertugas Rayyan sudah mendapat jawaban pulang dengan selamat atau gugur di medan tugas, ini lain cerita, Rayyan bahkan tidak tahu jawaban dari alur takdirnya malam ini.

Berkali-kali Radit melirik Rayyan. Ia dapat merasakan kegelisahan dan ketakutan pria muda itu. Karena Radit pun pernah mengalami saat masa mudanya.

Pintu restoran privat room terbuka. Mereka kompak menoleh pada seseorang yang membuka pintu. Rayyan merapikan kemejanya dan menoleh pada wanita seumuran Ibunya. Namun, kemudian mengernyitkan dahi karena tak melihat seseorang pun yang mengekor Ameera. Hanya ada beberapa ajudan yang berhenti di depan pintu. Rayyan kira Alsya akan datang bersama ibunya.

Ameera melangkah menuju kursi di samping suaminya, dan duduk di sana. Ia merasakan Radit, Ayubi, Airin, dan Rayyan masih memandangnya.

"Maaf, terlambat," ujarnya yang diakhiri senyum.

"Di jalan macet, Meer?" tanya Radit menghiraukan senyum Ameera. Wajah Ameera terlihat gugup walau sempat ditutupi dengan senyumannya.

Ameera terlihat gelagapan dan kembali menunduk karena melihat tatapan tajam Radit. Sekarang ini suaminya sedikit sensitif jika menyangkut tentang putri sulungnya.

"Iya," jawab Ameera.

Radit merasa sikap Ameera sangatlah aneh. Ya, dia memang kesal pada Ameera yang saat kejadian hanya memeluk Anza. Tapi, Radit pun tidak bisa menyalahkannya. Benar kata Alsya, Anza yang lebih membutuhkan Papa dan Mamanya.

Beberapa menit tanpa obrolan di antara mereka. Waktu tetap berputar meninggalkan masa lalu yang tidak dapat terulang. Semakin berputar, Rayyan seperti akan dihadapkan bahwa ia yang tunggu hanyalah harapan semu.

Pintu terbuka. Rayyan hampir menghela napas lega karena berpikir Alsya yang datang. Mereka kompak melihat ke arah pintu yang di mana dua ajudan Radit yang masuk. Kemudian, pintu kembali ditutup tanpa ada sosok Alsya yang terlihat.

"Mana Alsya?" tanya Radit pada dua ajudannya.

Deo salah satunya, melirik Rayyan dan menggelengkan kepala pelan. Kemudian, melihat Radit lagi.

Tentang Senja [VERSI REVISI]Where stories live. Discover now