TS#53

1.2K 141 34
                                    

Bagian 53: Pelukan Terakhir

Tentang Senja...

Aku hanya mampu memberikan pelukan terakhir pada jiwa-jiwa yang aku kira akan bersamaku untuk waktu yang lebih panjang. Sungguh, aku berpikir bahwa aku akan menjadi orang yang paling bahagia. Tapi, Dia berkehendak lain. Sungguh berat ujian darinya, Senja. Tolong kembali dan kuatkan aku.

***

Ternyata begini rasanya para perantau yang pulang melihat rumah sudah banyak orang, tenda dan kursi yang tersusun rapi, bendera kuning, dan orang-orang yang berlalu-lalang mengenakan pakaian hitam dan putih. Tidak bisa dibayangkan bagaimana hancurnya melihat orang yang disayangi sudah terbujur kaku dengan beberapa orang yang mengaji disekelilingnya. Rayyan merasakan itu. Tubuhnya lemas seperti sebagian nyawanya ikut diambil juga.

Dengan masih mengenakan seragam PDL nya, Rayyan langsung berlari masuk ke dalam. Aziz dan Kahfi mencoba menahannya, tapi tenaga Rayyan lebih kuat ketika melihat sosok yang sudah dibalut kain kafan. Rayyan langsung berlutut di samping sosok itu.

"Ibu..." Lirihnya. Tangisnya pecah di sana. Hanya seorang anak yang tahu bagaimana hancurnya ditinggal oleh ibu yang sudah melahirkan, mendidik, dan menyayangi sepanjang hidupnya. Dunia menjadi tidak baik-baik saja jika tidak ada ibu.

"Maafkan Akang, Bu. Maafkan, Akang. Akang baru bisa datang. Akang mohon bangun, Bu... Akang tidak bisa hidup tanpa ibu. Akang minta maaf..."

Bagi seorang ibu, sebesar apa anaknya, akan tetap menjadi anak kecil di matanya. Airin yang begitu menyayangi Rayyan. Kadang sedikit bersalah karena tidak bisa memberi adik untuk menemani Rayyan, disebabkan kondisinya yang tidak bisa punya anak lagi. Beberapa kali keguguran, yang akhirnya dokter menyarankan agar Airin untuk tidak hamil lagi.

Ameera yang melihat itu ikut menangis. Radit merangkul dan menenangkannya walau ia juga merasakan kehilangan teramat dalam pada cucu yang baru saja lahir. Ayubi berusaha tegar. Ia tidak menangis hari ini, karena air matanya sudah habis karena menangis tadi malam di rumah sakit. Perjalanan panjang hingga bertemu Airin adalah hal yang tidak bisa Ayubi lupakan. Ayubi sangat mencintai Airin, tapi Allah lebih mencintai istrinya.

Anza juga berada di sana bersama Zain. Perempuan itu ikut menangis mengingat keponakannya yang baru saja lahir, sudah langsung dipanggil Allah. Bahkan matanya baru bisa melihat dunia, dan belum sempat melihat wajah ayahnya. Kahfi dan Aziz memasang ekspresi serius. Tergambar kesedihan juga dari raut wajahnya.

"Sudah, Kang. Sudah. Allah lebih mencintainya daripada kita," ucap Ayubi berusaha menenangkan anaknya.

Rayyan berhenti menangis. Ia berdiri dan menatap wajah Ayubi. Entah apa yang ia katakan lewat mata, Ayubi hanya menggelengkan kepala pelan. Setelah tenang walau mata masih sembab, Zahra menggendong bayi mungil yang dibalut kain kafan ke arah Rayyan. Rayyan langsung mengambil alih dan menggendongnya. Rayyan tersenyum getir melihat wajah Nasywa. Wajahnya pucat. Matanya terpejam seperti hanya tertidur. Rayyan mengecup kening dan pipinya pelan, kemudian meneliti wajah yang sempurna itu. Bayi yang cantik dan mirip Rayyan.

"Maafkan Ayah ya, Sayang... Terima kasih, Nasywa mau hadir di dunia ini untuk menemani Mama. Nanti Nasywa, Mama, dan Ayah bertemu lagi di surga ya," ucap Rayyan pelan.

Anza, Ameera, dan Zahra ikut menangis lagi karena ucapan Rayyan. Jika anak kecil sebelum usia baligh apalagi masih bayi yang meninggal akan diasuh oleh Nabi Ibrahim A.S dan Siti Sarah. Anak tersebut bisa menarik kedua orangtuanya masuk ke dalam surga. Rayyan dan Alsya seharusnya bersyukur karena sudah mempunyai tabungan untuk masuk surga.

Tentang Senja [VERSI REVISI]Where stories live. Discover now