TS#23

1.4K 139 12
                                    

Bagian 23: Tujuan


Tentang Senja...

Sebagai pengagummu, aku tidak tahu sejak kapan aku mulai menyukaimu. Selama nyawa belum terlepas raga, dan Dia belum menyuruh aku untuk pulang, aku akan tetap menyukaimu. Karena ini jalan yang aku ambil. Aku tidak akan tersesat apalagi menyerah selama kamu adalah tujuanku.

___________________

              Rayyan keluar dari dalam mobil setelah memarkirkan mobilnya di halaman panti. Tadi sempat izin pada security yang berjaga di depan. For information, Radit sudah tidak mengirim ajudan untuk berjaga di panti, sebagai gantinya dia memperkerjakan satu orang sebagai security, bahkan sampai membuat pos di samping gerbang.

Gedung pribadi di samping gedung utama panti berdiri megah. Terdapat dua lantai yang diperuntukkan untuk ruangan kantor dan tempat menginap untuk tamu. Rayyan berdiri memandangi gedung tersebut. Pandangannya fokus pada jendela salah satu ruangan di lantai dua. Lampu di dalam jendela tersebut sudah padam, itu artinya penghuni di dalam sana sudah terlelap tidur. Rayyan melirik jam tangannya, ternyata sudah pukul 10 malam. Wajar saja jika panti sudah sepi, karena anak-anak pun pasti sudah tidur.

Rayyan menghela napas, kemudian berbalik arah berniat untuk pulang karena orang yang perlu ia temui pun tidak bisa ditemui. Namun, baru saja berbalik, ia mendengar pintu utama gedung tersebut dibuka oleh seseorang. Benar saja, ketika orang tersebut memanggilnya.

"Rayyan?"

Rayyan kembali berbalik melihat Bunda Rahma menutup pintu yang terlihat baru saja dari dalam. Ia pun langsung menghampiri setelah melihat Bunda membawa nampan berisi dua gelas yang sudah kosong. Ia pun membantu membawakan nampan tersebut dan diletakkan di meja teras. Bagi Rayyan juga, Bunda Rahma seperti ibu kedua baginya. Apalagi usia Bunda juga tidak jauh berbeda dengan usia Airin—ibunya.

"Assalamualaikum, Bunda," salam Rayyan sambil menangkupkan kedua tangannya di depan dada.

"Wa'alaikumussalam."

Bunda tersenyum ramah dan menyilakan Rayyan duduk di kursi teras, begitupun Bunda yang juga ikut duduk dibatasi oleh meja teras. Melihat Rayyan yang terlihat murung, Bunda curiga bahwa kedatangan Rayyan pasti mengenai masalahnya dengan keluarga Alsya.

"Mau Bunda buatkan minum, Ray?" tanya Bunda.

"Tidak usah, Bunda. Saya tidak akan lama."

Bunda pun tidak bertanya lagi. Rayyan juga tidak mengatakan apapun hingga hening di antara mereka beberapa menit.

"Aca udah tidur. Besok kamu bisa balik lagi kalau memang mau bertemu Aca."

Rayyan menoleh ketika Bunda mengatakan itu. Kemudian, Rayyan kembali menghela napas. Rayyan kesal karena sulit sekali mengatakan yang sebenarnya.

Bunda ikut menghela napas karena Rayyan belum juga membuka suara. Padahal Bunda ingin mendengar cerita versi Rayyan. Cerita dari berbeda sudut pandang bisa membuat pemahaman apakah pihak kesatu yang benar atau pihak kedua yang salah. Karena tidak bisa mengambil keputusan pembenaran dari salah satu pihak. Itu namanya tidak adil.

"Sejak kapan kamu menyukai Alsya, Ray? Bagaimana bisa kamu bertunangan dengan adiknya, tapi menyukai kakaknya?"

Pancingan dari Bunda akhirnya berhasil. Rayyan langsung menoleh ketika diberikan pertanyaan itu.

Tentang Senja [VERSI REVISI]Where stories live. Discover now