48. Devon ( 2 Tahun Lalu )

105 15 3
                                    

Aku mematut diriku di depan cermin ruang ganti. Seperti biasa, kali ini pun, penampilanku sempurna. Rambut hitamku yang dibiarkan tanpa banyak ditata dan model pakaian yang aku kenakan hari ini sepertinya berhasil memancarkan keunggulan semua visualku. Karenanya aku selalu suka konsep pemotretan Oom Johan yang kebanyakan surealis. Sehingga kita seperti melihat karya fotografi dari negri dongeng. Oom Johan selalu menggabungkan seni fotografi dan seni rupa digital yang artistik. Itu sebabnya Oom Johan sangat menyukai ideku tentang 'Cinta Tak Terbalas' versi Arabian fairy tales.

Ekspresi wajahku yang dinilai kurang melow agaknya setelah ini akan pas sekali sesuai dengan yang diharapkan oleh Oom Johan. Wajah melow karena cinta yang tidak terbalas.

Meski aku aktor yang luar biasa, untuk pemotretan majalah dengan Oom Johan sebagai fotografer, diperlukan lebih dari sekedar penghayatan karakter. Mata jeli Oom Johan sebagai fotografer agaknya menangkap kondisi perasaanku yang agak kacau karena memikirkan Boss dan akhirnya mempengaruhi ekspresiku.

Entah mengapa aku merasa sangat kecewa mengetahui bahwa Boss ternyata pernah mempunyai kisah cinta dengan Brendan Maulana. Bukan hanya sekedar kisah cinta. Bahkan mereka berdua hampir menikah. Pastinya mereka berdua memiliki kenangan-kenangan manis bersama yang sulit untuk dilupakan. Memikirkan hal itu, rasanya dadaku terasa sakit. Mungkin itu juga sebabnya Boss selalu bersikap berbeda saat berada di dekat Brendan. Aku merasa Boss masih merasa canggung. Aku tidak bisa mendefinisikan sorot mata Boss saat berada di dekat Brendan. Antara tidak ingin terjebak di masa lalu, tetapi juga ada rasa rindu. Yang jelas, aku tidak menyukainya.

Bukan. Aku ralat.

Aku SANGAT tidak menyukainya.

Selama ini Boss selalu menatapku dengan sorot mata yang menggambarkan suasana hatinya padaku. Kebanyakan sorot mata sebal, tidak peduli, dingin, dan beberapa hari terakhir sorot mata senang. Tapi tidak ada sorot mata mengandung kerinduan di dalamnya.

"Devon..."

Aku menoleh ke sumber suara. Nampaklah olehku sesosok gadis cantik berambut panjang bergelombang tergerai yang tinggi semampai.

Sania.

Ia nampak sangat cantik dengan pakaian ala putri negeri dongeng yang bahannya bertumpuk dan halus berwarna biru muda. Potongan model bajunya kali ini memamerkan keindahan leher jenjang dan bahu Sania yang proporsional. Mahkota kecil berwarna perak di kepalanya mempertegas kesan seorang putri pada dirinya. Make-up tanpa cela yang menjadi trade mark Sania terpoles sempurna di wajah cantiknya.

"Apa kabar?" tanya Sania sambil tersenyum.

"Baik." jawabku santai.

"Aku dengar, konsep pemotretan hari ini adalah usulanmu. Apa benar begitu?" tanya Sania sambil melangkah ke kursi di dekatnya lalu duduk dengan anggun.

"Ya. Benar."

Sania manggut-manggut mendengar jawabanku.

"Harus aku akui, idemu sangat menarik." tanggap Sania kemudian sambil membetulkan gaunnya.

"Thanks."

Sania kini menatapku dengan sorot mata penasaran.

"Pengalaman pribadi?" tanya Sania lugas.

"Maksudmu?"

Sania tersenyum lalu berkata, "Aku curiga jangan-jangan idemu itu berdasarkan pengalaman pribadi."

Aku mendengus tertawa.

"Setahuku, kamu belum pernah punya pacar. Apa sekarang sudah ada?" tanya Sania lagi sambil menatapku penuh selidik.

Reading RainbowWhere stories live. Discover now